Liputan6.com, Jakarta - Maraknya truk dengan muatan berlebih atau over dimension over load (ODOL) di jalan ternyata tak hanya mengganggu keselamatan para pengguna jalan lain, namun menimbulkan kerugian negara.
Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan, truk ODOL menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan, hingga negara harus menggelontorkan dana tambahan untuk mengganti kerusakannya.
"Banyak yang hancur, jembatannya patah, bahkan Kementerian PUPR menyampaikan Rp 43 hingga 60 triliun kerugian untuk perawatan," jelas Risal dalam diskusi virtual, Kamis (3/12/2020).
Advertisement
Risal menjelaskan, truk yang kelebihan muatan juga membuat biaya operasional lebih tinggi, sebab, pemilik harus mengeluarkan kocek lebih ketika terjadi kerusakan pada truk.
Truk yang dioperasikan berlebihan akan memperpendek umur truk dan membuat komponen kendaraan cepat rusak.
"Sebenarnya kalau dihitung secara jujur mereka tidak untung karena biaya kerusakannya justru lebih besar daripada normal, mulai dari ban, rem, mesin, karena dipakai terus menerus secara paksa," jelas Risal.
Tak hanya itu, truk obesitas juga menimbulkan polusi udara yang berlebih karena tekanan mesin kendaraan yang dijalankan secara paksa. Selain itu, truk ODOL menyebabkan kecelakaan di jalan karena sering tidak seimbang sehingga mengganggu keselamatan pengguna jalan lain.
"Makanya kemarin kita diskusikan, awalnya 2021 (target bebas ODOL), lalu mundur 2023, kita sepakat, kita harap ini nggak mundur lagi," kata Risal.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Siap-Siap, Truk Obesitas Bakal Didenda Rp 24 Juta atau Penjara 4 Tahun
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan bahwa pihaknya segera menindak kendaraan terutama truk yang melebihi ukuran dan muatan atau over dimention dan over load (ODOL) dengan cara denda sebesar Rp 24 juta.
"Kendaraan ODOL itu menimbulkan kerusakan jalan dan mengakibatkan kecelakaan. Jika ditemukan, kendaraan akan dipotong dan diancam hukuman selama 4 tahun penjara atau denda sebesar Rp 24 juta," kata Irjen Kementerian Perhubungan, I Gede Pasek Suardika dikutip dari Antara, Jumat (9/10/2020).
Dia melanjutkan masalah kendaraan yang melebihi batas saat ini telah menjadi perhatian serius oleh pihaknya.
Dengan adanya kendaraan melebihi kapasitas akan berdampak terhadap kerusakan infrastruktur jalan, bahkan secara ekonomi setiap tahunnya negara mengalami kerugian hingga Rp 45 miliar untuk perbaikan jalan yang rusak akibat truk ODOL.
"Dengan tindakan tegas ini, salah satu cara untuk memberikan kesadaran bagi pengusaha dan pelaku industri. Apabila ada yang melanggar lalu lintas jalan sebagaimana diatur dalam UU 22 Tahun 2009, bisa dipidana penjara dan denda," kata dia.
Kepala Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VI Provinsi Bengkulu-Lampung, Sigit Mintarso mengatakan bahwa pihaknya melakukan upaya pencegahan kendaraan ODOL dengan cara penguji melakukan pengecekan ke karoseri guna memastikan dimensi kendaraan sesuai dengan yang tertulis di Surat Keterangan Rancang Bangun (SKRB).
Kemudian untuk penindakan, pihaknya melakukan normalisasi pemotongan kendaraan dengan dimensi berlebih dan melakukan penegakan hukum dengan memberikan tanda garis dengan cat warna di setiap kendaraan yang melebihi dimensi serta penilangan terhadap kendaraan yang melebihi muatan.
"Harapan kita ke depan tidak ada lagi pelanggar truk ODOL sebagaimana yang di canangkan pemerintah yakni zero ODOL pada Januari 2023. Untuk mencapai itu, tentunya harus kita mulai dari sekarang," katanya.
Advertisement