Pentingnya Teknologi Baterai Berbasis Mineral Kritis untuk Kendaraan Listrik

Mineral kritis merupakan mineral masa depan yang dibutuhkan, mengikuti perkembangan teknologi untuk memperoleh energi yang lebih bersih.

oleh nofie tessar diperbarui 27 Jan 2021, 19:23 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2021, 19:16 WIB
Pentingnya Teknologi Baterai Berbasis Mineral Kritis untuk Kendaraan Listrik
(Foto:Dok.Kementerian ESDM)

Liputan6.com, Jakarta Mineral kritis merupakan mineral masa depan yang dibutuhkan, mengikuti perkembangan teknologi untuk memperoleh energi yang lebih bersih. Dapat digunakan pada kendaraan bermotor listrik maupun berbagai keperluan lain.

Direktorat Jenderal EBTKE telah menggunakan teknologi baterai terutama untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Untuk kendaraan listrik penggunaan teknologi baterai ini dapat dikategorikan lagi menjadi berbasis NCA (Nickel Cobalt Aluminium Oxide) yang telah digunakan oleh produsen mobil Tesla, NMC (Nickel Manganese Cobalt Oxide) dan LFP (Lithium Ferro Phosphate).

Sebelumnya, dalam penggunaan EBT di Indonesia digunakan baterai yang berbasis lit asset, kemudian lithium fosfat dan terakhir menggunakan lithium ion. Letak perbedaan dari ketiganya terletak pada performa atau efisiensi baterai dan suhu, dimana suhu ini nantinya akan berkaitan dengan kinerjanya.

Penggunaan teknologi baterai dalam sektor transportasi melalui program kendaraan berbasis listrik merupakan upaya dalam mengurangi emisi sesuai dengan rencana energi nasional dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil agar bauran energi baru dan energi terbarukan (EBT) dapat tercapai.

“Kami sudah melakukan beberapa perhitungan apabila menggunakan kendaraan listrik ini dan hasil yang disampaikan di berbagai kesempatan untuk road map di tahun 2025 targetnya 2,1 juta kendaraan untuk roda empat dan 13 juta kendaraan roda dua,” ujar Direktur Konservasi Energi Hariyanto pada Webinar Peluang Mineral Kritis Indonesia (Senin, 25/01)

Dalam proyeksi penerapannya, diperlukan kapasitas baterai sebesar 113,8 GWh atau setara 758.963 juta ton material lithium ion untuk kendaraan listrik dan sebesar 3.9 GWh atau setara dengan 26.225 ton lithium ion untuk PLTS tahun 2030.

“Baterai ini akan menjadi komponen kunci yang akan menentukan untuk kehandalan selain kendaraan itu sendiri dan juga akan mempengaruhi harga keekonomian dari kendaraan listrik ke depannya,” katanya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya