Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya pengangkutan limbah medis yang tidak sesuai dengan standar.
Limbah medis diangkut dari fasilitas pelayanan kesehatan menuju tempat pengumpulan medis dengan menggunakan ambulans, ojek online atau kendaraan tanpa simbol khusus.
Baca Juga
"Alat angkut yang digunakan ini dibeberapa tempat tidak seusai standar misalnya diangkut dengan ambulans, ojek online atau kendaraan tanpa simbol (khusus)," kata Peneliti Ombudsman, Mori Yana dalam Konferensi Pers bertajuk Hasil Kajian Ombudsman RI terkait Pengelolaan dan Pengawasan Limbah Medis, Jakarta, Kamis, (4/2/2021).
Advertisement
Mori mengatakan dari unit penghasil limbah ke institusi pengoah limbah do fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) ada yang tidak memiliki jalur khusus pengangkutan. Sehingga berpotensi menimbulkan hazzard dan menegyabakan kontaminas.
Pengangkutan limbah pun tidak memiliki jadwal yang rutin. Hal ini terjadi demi menekan biaya operasional dalam rangka penghematan pengelolaan limbah medis. Padahal maksimal limbah disimpan hanya dalam 2 hari.
"Tidak ada jadwal rutin, ini dilakukan untuk menekan biaya dan pengaruhnya durasi penyimpanan yang membutuhkan waktu lebih lama," kata dia.
Dalam hal pengangkutan, ada Pemerintah Daerah yang melakukan pengangutan limbah tanpa izin, seperti di Ambon. Bahkan ada beberapa daerah yang tidak ada pengangkut sama sekali.
"Sehingga limbah medis hanya sampai ditahap penyimpanan," kata dia.
Dari sisi penggunaan manifes dalam pengangkutan limbah medis juga tidak seragam dan disiplin. Sehingga tidak semua tercatat di festronik dan lembar manual tidak dilaporkan sesuai prosedur.
"Akhirnya tidak dilaporkan dan pencatatannya ini jadi tidak valid," kata Mori.
Dari sisi nota kerja sama ini hanya dilakukan antara pengakut dan penghasil limbah medis. Tidak diikuti oleh produsen sebagai pihak yang membuat produknya.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Duh, Limbah Medis Covid-19 Capai 138 Ton per Hari
Dalam kajian Ombudsman Republik Indonesia, satu pasien Covid-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit mampu menghasilkan 1,88 kilogram limbah medis dalam satu hari.
"Timbunan limbah Covid-19 sebesar 1,88 kilogram per pasien per hari," kata Peneliti Ombudsman, Mori Yana dalam Konferensi Pers bertajuk Hasil Kajian Ombudsman RI terkait Pengelolaan dan Pengawasan Limbah Medis, Jakarta, Kamis, (4/2).
Berdasarkan data 31 Januari 2021 lalu, pasien Covid-19 yang menjalani perawatan tercatat sebanyak 175 ribu pasien. Bila yang menjalani perawatan di rumah sakit sebesar 42 persen, maka timbunan limbah yang dihasilkan bisa mencapai 138 ton per hari.
"Jika satu pasien 1,88 kilogram per hari, maka jumlah timbunan dari Covid-19 ini 138 ton per hari," kata Mori.
Limbah medis sebenarnya bukan hal yang baru. Sebelum virus corona mewabah, limbah medis sudah menarik perhatian.
Di awal tahun 2020, diperkirakan terjadi timbunan limbah medis sebanyak 294,7 ton per hari. Dari jumlah tersebut hanya 224,2 ton per hari yang bisa terolah. Sementara 70,5 ton lainnya tidak terolah.
Sehingga jika dikaitkan dengan data limbah medis penanganan Covid-19 yang ada tidak diimbangi dengan pengelolaan medis yang seharusnya, maka potensi limbah medis yang dihasilkan mencapai 200 ton per hari.
"Jika tidak diimbangi dengan pengelola medis yang seharusnya, maka potensinya sampai 200 ton perhari," kata dia.
Peningkatan jumlah limbah medis pun masih mungkin terjadi seiring dengan adanya ada peningkatan jumlah pasien.
Advertisement