Modal Cuma Rp 10 Triliun, Bank Sulit Lakukan Digitalisasi

Perbankan dengan modal Rp10 triliun sulit lakukan digitalisasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Iman Sugema mengatakan, perbankan dengan modal Rp10 triliun sulit lakukan digitalisasi. Sebab, dibutuhkan dana yang besar dalam melakukan transformasi digital.

“Dalam melakukan transformasi digital, perlu modal dan jaringan konsumen besar. Jika bank modal di bawah Rp10 triliun, maka digitalisasi akan jauh lebih sulit,” ujar Iman dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (16/2).

Untuk Bank Syariah Indonesia, kata Iman, digitalisasi menjadi kunci pengembangan pasar. Bank tersebut tercatat memiliki modal Rp21 triliun dengan basis nasabah mencapai sekitar 15 juta orang.

“Lompatan yang bisa dilakukan BSI, tentunya yang paling dirasakan adalah digitalisasi. Digitalisasi bisa diakselerasi terutama karena didukung permodalan yang kuat hasil merger tiga bank syariah yang merupakan perusahaan anak tiga bank BUMN," jelasnya.

Iman melanjutkan, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar merupakan peluang besar mengembangkan perbankan syariah di Tanah Air. Selama ini perbankan syariah Indonesia lebih banyak bernaung di bawah bank konvensional sebagai induk usaha.

Dengan kondisi itu, lanjut dia, dari sisi ukuran keuangan menjadi lebih kecil sehingga cakupan layanan kepada nasabah juga terbatas baik variasi produk dan jenis layanannya, begitu juga investasi di teknologi juga tidak optimal.

Akibatnya, bank syariah yang berukuran kecil itu akan kesulitan mencari dana murah bahkan menaikkan suku bunga atau bagi hasil untuk mendapatkan dana murah sehingga kondisi itu menjadi tidak sehat bagi bank syariah.

“Share akan cepat berkembang kalau dari awal, size lebih komparabel dengan bank konvensional yang besar. Kalau bank syariah bisa hire top bankir, maka dengan sendirinya perusahaan jauh lebih baik berkembang,” tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonom: BSI Jadi Titik Balik Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Ekonom Senior INDEF Iman Sugema, menilai merger 3 bank Syariah Indonesia di masa pandemi covid-19 sangat tepat. Hal itu bisa menjadi titik balik untuk ekonomi Syariah di Indonesia kedepan.

“Ironis sekali kalau kita sebagai negara berpenduduk muslim terbesar itu tidak memiliki bank syariah atau Islamic Banks yang cukup recognized di tataran global itu sangat ironis,” kata Iman dalam Diskusi Online INDEF, Selasa (16/2/2021).

Sebab market Indonesia sangat luas diantara negara-negara berpenduduk muslim di dunia. Sehingga Iman berpendapat, hal itu menjadi sah jika ada keinginan dari pemerintah untuk mendorong  Indonesia agar memiliki Islamic Bank yang recognisable secara global.

Lebih lanjut, dilihat dari sisi komparatif, dampak dari covid-19 di Indonesia relatif lebih ringan dibandingkan negara-negara lain. Sehingga inilah kesempatan untuk melakukan positioning bagi perbankan di Indonesia untuk membentuk Bank Syariah Indonesia.

“Tampaknya yang menjadi tujuan utama atau top target Ultimate golnya adalah menjadikan bank syariah Indonesia menjadi top 10 dalam capitalization globalisasi Islamic Banks. Tentunya kita mengerti mengenai positioning akhir dari hal tersebut, hanya saja mungkin nanti perlu kita cermati mengenai implikasi-implikasinya,” jelasnya.

Meskipun di hampir semua negara dan rata-rata terdampak covid-19 jauh lebih berat dibandingkan Indonesia. Sebenarnya ini menjadi kesempatan Pemerintah Indonesia memperkuat sektor perbankan, khususnya perbankan Syariah.

“Karena kita lebih ringan maka kita sebetulnya bisa curi start,artinya kita bisa memicu akselerasi dan melakukan akselerasi dikala bank-bank lain dan negara-negara lain sedang kesulitan,  sehingga keuntungan curi start ini hanya bisa diperoleh jika bank hasil merger ini menghimpun kekuatan yang cukup besar untuk lompatan-lompatan ke depan,” ungkapnya.

Lantas lompat-lompatan apa saja yang bisa dilakukan oleh bank syariah Indonesia?

“Tentunya lompatan yang akan paling dirasakan adalah digitalisasi, kita tahu bahwa dengan pandemi ini akselerasi digitalisasi justru menjadi bertambah deras. Intinya Kalau sebuah bank syariah itu masih relatif kecil maka digitalisasi itu menjadi terbatas,” pungkasnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya