Bank Syariah Indonesia Berdiri, KUR Syariah Diharapkan Segera Terwujud

Saat ini bentuk-bentuk pembiayaan seperti KUR banyak diminati.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2021, 17:41 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 17:41 WIB
Bunga KUR Turun
Pekerja menyaring air rebusan kedelai untuk pembuatan tahu di industri rumahan kawasan Jakarta, Selasa (17/12/2019). Pemerintah resmi memangkas bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 7 persen menjadi 6 persen, kebijakan ini mulai berlaku pada Januari 2020 mendatang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia Syariah (BSI) resmi terbentuk yang merupakan penggabungan antara Bank Mandiri Syariah, Bank BRI Syariah dan Bank BNI Syariah. Keberadaan bank syariah ini memunculkan harapan baru.

Praktisi Perbankan Syariah Tika Arundina mengatakan, Bank Indonesia Syariah kini memiliki tugas baru melakukan pengkayaan berbagai produk agar menarik bagi konsumen. Salah satunya bisa melalui pengadaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) syariah.

"Selama ini kan KUR syariah masih tahap inisiatif. Belum terlalu luas. Mungkin dengan ini bisa lebih baik, ada KUR syariah," ujar Tika dalam diskusi online Indef, Jakarta, Selasa (16/2).

Tika mengatakan, saat ini bentuk-bentuk pembiayaan seperti KUR banyak diminati. Umumnya bagi Usaha Menengah Mikro dan Kecil (UMKM) yang kerap kali kesulitan memperoleh pembiayaan. Kondisi ini bisa menjadi pasar baru bagi Bank Syariah Indonesia.

"UMKM menjadi market baru bagi Bank Syariah Indonesia, dengan adanya BRi Syariah yang 60 persen nasabahnya UMKM. Ini bisa digarap. Di mana berbicara creating value ini harus diperkuat. Bagaimana BSI berkontribusi secara menyeluruh siginifikan pada UMKM," katanya.

Dia menambahkan, dengan memberikan pembiayaan KUR syariah, Bank Syariah Indonesia berperan membentuk ekosistem baru dari yang telah ada selama ini.

"Jadi bukan hanya ekosistemnya yang bisa dibangun, tapi menyiapkan ekosustemnya. Plasma-plasma industri bisa digarap kesana. Artinya bank seperti Bank Jago misalnya menggaet Gojek, sehingga UMKM nya bisa digarap. Ini perlu dilakukan," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

Deretan Tantangan yang Dihadapi Bank Syariah Indonesia

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja beraktivitas di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Pada 27 Januari 2021, BSI telah mendapatkan persetujuan dari OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ekonom Syariah INDEF Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan, terdapat beberapa tantangan internal yang dikhawatirkan akan terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI). Salah satu ke khawatirannya yakni pengelompokan culture di masing-masing bank yang di mergerkan.

“Pasti akan ada integrasi culture sangat berat, karenakan 3 bank  besar ini sudah cukup berumur pasti mereka sudah mendarah daging culture di perusahaan masing-masing. Saat digabungkan pasti itu akan ada resiko pengelompokan, masing-masing punya egonya sendiri-sendiri,” kata  Fauziah, dalam Diskusi Online INDEF, Selasa (16/2/2021).

Namun hal itu tergantung bagaimana peran Pemimpin BSI. Jika Pemimpin BSI mampu meminimalisir dan memastikan tidak akan terjadi clash culture (benturan budaya), sehingga tidak mempengaruhi produktivitas kedepannya.

Tantangan selanjutnya terkait  IT dan integrasi system. Menurut Fauziyah tidak mudah dalam mengintegrasikan system IT seperti mobile banking, ATM dan segala sistem yang ada di masing-masing bank Syariah yang di mergerkan.

“Untuk memergerkan dari 3 bank ini butuh waktu. Makannya disebutkan tahun 2021 ini masih masa transisi. Mungkin baru bisa bener-bener take off nanti tahun 2022,” katanya.

Kemudian, tantangan lainnya terkait location analysis. Sebab dari 3 bank Syariah yang di mergerkan masing-masing memiliki banyak cabang ATM. Sehingga dengan merger ini akan ada cost tersendiri yang dialami oleh BSI.

“Kapan kita harus memutuskan ATM masing-masing bank merger harus ditutup dan cabang ini harus ditutup. Jadi harus dihitung biaya operasional satu cabang, ini krusial juga karena kalau tidak dimonitor akhirnya terlalu banyak operating cost yang terbuang,” jelasnya.

Lebih lanjut, tantangan lainnya terkait digitalisasi. Fauziah berpendapat suatu usaha tidak akan bisa bertahan jika tidak dibarengi dengan digitalisasi. Tidak hanya itu, technical operation serta customer relationship setelah merger harus diputuskan dengan baik.

“Masing-masing bank tentunya memiliki cara tersendiri dalam menangani nasabah mereka, baik cara merekrut nasabah baru, bagaimana mereka memaintain nasabah lama. Khawatir hal itu bisa mengurangi produktivitas jadi hal-hal seperti harus ada smooth transition di 3 budaya di 3 bank itu,” kata Fauziah.

Demikian tantangan lainnya yang akan dihadapi BSI, yakni Product research and development yang ditawarkan asti harus lebih atraktif dan menarik bagi nasabah, karena mereka  dimanapun akan membandingkan dengan bank konvensional.

“Kuncinya adalah understand demand, jadi BSI harus mengerti lebih apa yang diinginkan pasar,” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya