Indef: DP 0 Persen Tak Efektif Dongkrak Penyaluran KPR

Kebijakan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan down payment (DP) 0 persen yang mulai berlaku pada 1 Maret mendatang

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2021, 10:45 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2021, 10:45 WIB
Pemulihan Ekonomi Nasional Lewat Rumah Bersubsidi
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/2/2021). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. meyakini tahun ini menjadi tahun pemulihan bagi sektor properti khususnya rumah tapak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira turut menanggapi kebijakan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan down payment atau DP 0 persen yang mulai berlaku pada 1 Maret mendatang. Menurutnya, kebijakan ini tidak efektif untuk menggenjot realisasi penyaluran kredit di sektor perumahan.

Sebab, kata Bhima, biang kerok utama rendahnya realisasi penyaluran kredit di masa pandemi Covid-19 ini akibat masih tingginya risiko penyaluran. Walhasil pihak perbankan diyakini akan tidak akan serta merta dengan gampangnya untuk memberikan DP KPR 0 persen terhadap nasabahnya.

"kebijakan DP KPR 0 persen sebenarnya kebijakan yang kurang pas (peningkatan realisasi kredit), masalah utama adalah masih tingginya risiko penyaluran kredit. pihak bank tidak mungkin langsung berikan DP 0 persen, khawatir debitur tidak mampu mencicil akan merugikan pihak bank dan jadi NPL," ujar Bhima saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (19/2).

Kemudian dari sisi debitur, dengan masih tingginya bunga KPR yang harus ditanggung membuat kebijakan DP 0 persen dianggap tidak cukup menarik. Mengingat kewajiban untuk mengangsur cicilan dan bunga KPR di tengah pandemi ini bukanlah perkara gampang.

"Memang kalau DP nya 0 persen di awal ringan, tapi kan cicilan per bulan sebenarnya jadi berat. Kondisinya para konsumen yang mau beli rumah, khususnya kelas menengah daya beli nya sedang tertekan," imbuhnya.

Oleh karena itu, Bhima mengusulkan BI sebaiknya fokus berkolaborasi dengan pemerintah untuk bisa menurunkan biaya seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) termasuk biaya notaris, dan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pembelian rumah ketimbang DP 0 persen.

"Karena itu lebih mengurangi biaya-biaya administrasi yang dibebankan kepada konsumen langsung," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bank Indonesia

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan loan to value kredit dan pembiayaan properti 100 persen. Dengan adanya pelonggaran ini maka uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Bank Indonesia melonggarkan ketentuan loan to value ratio untuk kredit properti," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis (18/2).

Kebijakan ini berlaku untuk seluruh jenis properti seperti rumah tapak, rumah susun, hingga rumah toko (ruko) yang memenuhi kriteria non-performing loan (NPL) tertentu.

Selain itu, BI juga menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko

Aturan ini akan berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.

Langkah BI menjalankan kebijakan ini setelah menyikapi perkembangan terkini baik global maupun domestik. Kebijakan ini merupakan bauran akomodatif sejalan dengan upaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi, dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya