Liputan6.com, Gunungkidul Kementerian Pertanian mempersiapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong para petani terutama petani kakao agar bisa memanfaatkan KUR tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pengolahan hasil pertanian mampu dimaksimalkan oleh para petani.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) mengalokasikan dana KUR sebesar Rp 70 triliun, atau meningkat dibanding tahun 2020 yang sebesar Rp 50 triliun.
Baca Juga
Alokasi dana tersebut menyasar para pelaku usaha di bidang pertanian, baik pelaku usaha kelompok maupun perorangan. Di sisi lain, tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) KUR sektor pertanian ini juga cukup rendah, hanya 0,6% dari total nilai pinjaman KUR. Mentan SYL pun mendorong petani agar tidak ragu mengakses KUR guna permodalan usaha tani.
Advertisement
"Petani boleh mengambil KUR, sepanjang itu dipakai modal kerja, jangan ragu-ragu," kata Mentan SYL, Rabu (14/4).
Data Kementan menunjukkan, dari total alokasi KUR pertanian tahun 2020 sebanyak Rp 50 triliun, realisasinya Rp 55,9 triliun, atau melampaui target. Serapan KUR tertinggi terjadi di sektor perkebunan sebesar Rp 18 triliun. Lalu tanaman pangan yang mencapai Rp 16,2 triliun, hortikultura Rp 7 triliun, peternakan Rp 10,6 triliun, jasa pertanian Rp 779 miliar, dan kombinasi pertanian Rp 3,1 triliun.
Realisasi serapan KUR di 2020 tersebar di sejumlah Provinsi. Tertinggi serapannya adalah Jatim sebesar Rp 12,2 triliun. Disusul Jawa tengah (Jateng) sebesar Rp 8,8 triliun, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebesar Rp 4,2 triliun, Jawa Barat (Jabar) Rp 3,5 triliun, dan Lampung Rp 3 triliun.
KUR untuk Berbagai Sektor Pertanian
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menyebutkan, dana KUR bisa digunakan petani untuk mengembangkan budidaya ataupun mengerjakan bisnis lainnya yang berkaitan di bidang pertanian.
"Penyaluran KUR telah dinikmati petani di berbagai sektor yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kombinasi pertanian/perkebunan dengan peternakan, serta jasa pertanian, perkebunan, dan peternakan," sebut Sarwo Edhy.
Adapun, latar belakang perumusan KUR Pertanian ini dilandasi kebutuhan petani pada KUR untuk melanjutkan usaha taninya. Dirinya mengakui masalah pembiayaan masih menjadi kendala karena petani sedikit mengalami kesulitan ketika akan meminjam ke bank.
"Biasanya yang menjadi kendala dalam pembiayaan tersebut keharusan adanya agunan atau jaminan dan angsurannya yang cukup besar. Karena usaha tani ini berbeda dengan usaha-usaha lainnya, pastinya petani akan kesulitan mendapatkan permodalan,” jelas Sarwo Edhy.
Advertisement
KUR, Solusi Maksimalkan Hasil Pertanian
Dedi Junaedi selaku Direktur Taman Teknologi Pertanian Ngelanggeran Gunung Kidul menyampaikan bahwa pihaknya telah berupaya untuk mendorong agar para petani segera mungkin memanfaatkan dana KUR tersebut. Hal tersebut disampaikan saat acara diskusi dengan petani kakao yang diselenggarakan oleh rombongan Komisi IV DPR saat melakukan kunjungan kerja di Taman Teknologi Pertanian Ngelanggeran di Kabupaten Gunung Kidul.
Tahun ini Pemerintah telah menyediakan anggaran dana yaitu sebesar Rp 20,38 triliun yang diperuntukan menjadi modal tambahan untuk para petani yang akan mengembangkan hasil usaha pertaniannya.
“Sekarang ini dana KUR yang telah terealisasi yaitu sekitar Rp 6 Triliun sudah bisa dimanfaatkan,” ungkap Dedi.
Dedi juga menyampaikan bahwa para petani dinilai telah memiliki semangat dan juga potensi. Meskipun demikian, mereka memiliki keterbatasan yaitu dari segi peralatan. Sementara, bantuan peralatan yang berasal dari pemerintah pun terbatas. Hal ini disebabkan karena pembagiannya pun harus merata untuk semua daerah.
Oleh sebab itu, dana KUR bisa dimanfaatkan agar bisa menjadi solusi untuk para petani yang ingin menjadi lebih baik. Dari dana KUR tersebut, para petani dapat membeli beberapa peralatan yang akan diperlukan untuk mengolah sejumlah hasil pertaniannya.
Sebelum itu, pada saat diskusi berlangsung, para petani kakao yang ada di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, hendak untuk mengembangkan hasil dari produksi tanaman kakao. Oleh sebab itu, para petani pun membutuhkan bantuan terutama dari Pemerintah agar bisa mendukung keinginan para petani.
Edi Suparjono, sebagai salah satu petani kakao dari Kelompok Tani Sidodadi menyampaikan bahwa pihaknya merasa kesulitan dengan terbatasnya peralatan untuk membuat makanan yang berasal dari kakao. Hal ini dikarenakan, peralatan yang telah dimiliki oleh para petani di daerah tersebut masih belum layak atau memadai.
“Peralatan yang Kami miliki masih terbilang kecil, sehingga Kami tidak mampu memenuhi beberapa permintaan,” kata Edi Suparjono.
Lebih lanjut, Edi menyampaikan bahwa alat yang dibutuhkan oleh para petani yaitu alat press untuk mengolah kakao. Menurutnya, jika para petani sudah mempunyai alat yang jauh lebih memadai, Edi yakin kelompok taninya dapat merekrut jauh lebih banyak tenaga kerja.
“Semoga sebagai kelompok tani, Kita bukan hanya mampu menjual biji tetapi juga mampu menjual barang jadi agar dapat menyerap jauh lebih banyak tenaga kerja,” harap Edi.
(*)