YLKI: Limbah PLTU Tak Berstatus B3, Tarif Listrik Bisa Turun

Penetapan abu batu bara atau fly ash dan bottom ash (FABA) dari PLTLU bukan sebagai limbah bahan berbahaya beracun (B3) bisa menurunkan tarif listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Apr 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2021, 15:00 WIB
Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, penetapan abu batu bara atau fly ash dan bottom ash (FABA) dari PLTLU bukan sebagai limbah bahan berbahaya beracun (B3) bisa menurunkan tarif listrik.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pencabutan status B3 pada FABA akan menurunkan Biaya Pokok Produsi (BPP) listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sebab pengolahan limbah FABA membutuhkan biaya yang besar saat masih berstatus B3.

"IPP tidak dibebani pengolahan limbah FABA, tidak menjadi B3. Karena cost-nya besar sekali otomatis akan tuurun," kata Tulus, di Jakarta, Selasa (14/4/2021).

Tulus melanjutkan, saat ini mayoritas listrik Indonesia dipasok dari PLTU, jika BPP PLTU turun karena FABA tidak lagi menjadi B3, maka kemungkinan bisa menurunkan tarif listrik. Dia pun berharap pemerintah mengkaji kemungkinan tersebut.

"Pemanfaatan FABA menurunkan BPP, kalau BPP listrik turun, tarif listrik turun dong, limbah FABA membawa berkah kalau menurunkan BPP tentu pemerintah mengkaji kembali tarif listrik," tutur Tulus.

Menurut Tulus, FABA yang bukan lagi menjadi B3 harus dimanfaatkan secara optimal, seperti dijadikan bahan baku konstruksi. Pemerintah juga harus mengawasi ketat pemanfaatan FABA agar pengelolaannya mempertimbangkan kelestarian lingkungan.

Masyarakat di sekitar PLTU pun harus mendapat kompensasi dari operator PLTU, agar mendapat manfaat dari penetapan FABA yang bukan lagi menjadi B3

"Dengan kondisi bukan B3 FABA harus dioptimalkan agar tidak menjadi masalah, sekarang pemanfaatannya masih kecil hanya 10 persen jadi 90 persen belum diolah," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Bakal Susun Regulasi Pengelolaan dan Penggunaan Limbah Batu Bara FABA

Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Pemerintah tengah melakukan penyusunan regulasi terkait pengelolaan dan penggunaan limbah Fly Ash dan Fly Botton (FABA) atau limbah padat hasil pembakaran batu bara yang dihasilkan dari PLTU.

Limbah FABA merupakan limbah berupa abu batu bara yang awalnya masuk kategori beracun dan berbahaya (B3). Namun kini, FABA sudah dikecualikan dari kategori tersebut.

"Kami sedang lakukan finalisasi SOP (Standard Operational Procedure) penggunaan dan pengelolaan FABA ini, dengan demikian, FABA nantinya bisa dikelola dengan baik," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam diskusi virtual, Kamis (1/4/2021).

Menurut Rida, perlu ada akselerasi pemanfaatan FABA melalui dukungan kebijakan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan FABA secara masif.

"Pemanfaatan ini juga sudah dilakukan seperti di Jepang, China, India. Jepang yang tingkat pemanfaatan FABAnya mencapai 57 persen dan China sebesar 67,1 persen," katanya.

Rida melanjutkan, limbah FABA dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, misalnya dalam pembangunan infrastruktur, sebagai material pendukung untuk stabilitasi lahan, reklamasi bekas tambang bahkan dalam sektor pertanian.

"Sebelum dicabut dari kategori berbahaya, di Indonesia FABA PLTU ini belum termanfaatkan dengan baik. Dengan ditetapkan sebagai limbah non B3 maka bisa dimanfaatkan secara maksimal," ujar Rida.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya