Liputan6.com, Jakarta Tuntutan terhadap perusahaan besar untuk hijrah menuju energi terbarukan turut merubah lanskap bisnis teknologi. Google baru-baru ini melaporkan bahwa pusat datanya, yang mengonsumsi banyak energi listrik telah diubah menjadi lebih ramah lingkungan.
Dikutip dari Computing, Sabtu (24/4/2021) raksasa teknologi yang berbasis di Mountain View, California ini menyebut lima pusat data utamanya telah beroperasi dengan sumber listrik terbarukan, dengan estimasi 90 persen telah bebas karbon.
Kelima pusat data tersebut merupakan yang terbesar yang beroperasi di Denmark, Finlandia, Oklahoma, Iowa dan Oregon. Setelah kelimanya, Google menargetkan semua pusat datanya, kawasan cloud, dan kantornya beroperasi dengan listrik bersih dalam satu dekade mendatang.
Hingga saat ini, perusahaan telah berkomitmen sekitar USD 4 miliar atau lebih dari Rp 58 triliun untuk membeli listrik bersih dari lebih 50 proyek tenaga angin dan surya hingga akhir 2034. Dengan banyak dari proyek ini sudah mulai online tahun lalu.
"Tujuan bebas karbon kami sama ambisiusnya dengan penjelajahan bulan lainnya seperti membangun komputer kuantum atau mengembangkan mobil tanpa pengemudi," tulis CEO Google, Sundar Pichai lewat blog resmi Google dalam peringatan hari bumi Kamis kemarin.
Perusahaan juga menambahkan, mereka berencana untuk mengalihkan beberapa cadangan pusat datanya dengan memanfaatkan teknologi baterai.
Termasuk berinovasi dengan mengembangkan sistem pelacakan energi bersih berbasis waktu. Sehingga memungkinkan pelanggan cloudnya bisa mengetahui dan memilih wilayah mana yang menghasilkan karbon paling rendah.
Langkah Google untuk hijrah ke energi terbarukan jadi keputusan bijak di tengah tingginya konsumsi energi yang Google dan raksasa teknologi lainnya gunakan. Riset yang dipublikasi di Nature, menunjukkan pusat data mengonsumsi sekitar 1 persen dari total kebutuhan listrik dunia.
Seiring meningkatnya penetrasi internet di banyak aspek, kebutuhan listrik untuk pusat data diproyeksikan akan terus meningkat hingga tahun 2030 mendatang. Sementara hingga saat ini mayoritas listrik yang dipakai oleh pusat data bersumber dari pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan, seperti batu bara dan minyak bumi.
Jumlah lstrik yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pusat data tersebut juga lebih besar dari konsumsi listrik negara Iran dan setengah dari total listrik yang dipakai di kendaraan. Sementara dampaknya terhadap perubahan iklim, pusat data diestimasikan menyumbang 0,3 persen dari total emisi karbon global.
Youtube sebagai Cara Lain
Dalam rangka tanggung jawab perusahaan terhadap masalah ini, Google juga telah mengumumkan rencana peluncuran serial video YouTube yang berfokus pada masalah perubahan iklim. Serial ini akan menampilkan orang-orang berpengaruh seperti penyiar senior BBC, David Attenborough, pendiri Microsoft Bill Gates dan aktor Hollywood Joseph Gordon -Levitt.
Google akan merilis sejumlah video dari konten Youtube Original. Konten ini mencakup serial video dua belas episode yang dijuluki 'Seat at the Table'. Rencananya akan menampilkan pakar terkemuka, seperti Attenborough yang akan menyoroti dampak iklim terhadap kehidupan manusia.
Sementara dengan Bill Gates, Youtube akan merilis sebuah episode 'BookTube' yang dijadwalkan tayang perdana minggu ini. Konten tersebut akan menampilkan diskusi tentang buku terbaru Bill Gates 'How to Avoid a Climate Disaster'.
Sementara serangkaian acara dan serial lainnya juga dijadwalkan untuk akhir tahun ini. Dengan fokus pada serangkaian topik keberlanjutan seperti regenerasi pertanian dan lingkungan yang terancam punah, menurut YouTube.
"Kami berkomitmen untuk memproduksi lebih banyak lagi proyek yang dapat menginformasikan pemirsa, menginspirasi tindakan, dan pada akhirnya meningkatkan peluang kami untuk membuat masa depan yang lebih berkelanjutan untuk planet kita." kata Susanne Daniels, kepala global untuk konten YouTube Original.
Reporter: Abdul Azis Said
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓