Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak acuan mencatat penurunan terbesar dalam persentase sejak awal April pada perdagangan Kamis, 13 Mei 2021 waktu setempat. Hal ini didorong sejumlah faktor antara lain kasus COVID-19 di India, jaringan pipa bahan bakar utama Amerika Serikat (AS) kembali beroperasi.
Sentimen itu menghentikan reli yang telah picu kenaikan harga minyak mentah ke posisi tertinggi dalam delapan minggu setelah perkiraan naik untuk permintaan global pada 2021.
Baca Juga
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli, merosot USD 2,27 atau 3,3 persen menjadi ditutup ke posisi USD 67,05 per barel, setelah naik 1persen pada Rabu, 12 Mei 2021.
Advertisement
Di sisi lain, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, tergelincir USD 2,26 atau 3,4 persen menjadi menetap di USD 63,82 per barel, setelah naik 1,2 persen di sesi sebelumnya.
Kedua harga acuan tersebut menunjukkan penurunan harian terbesar mereka dalam hal persentase sejak awal April. Harga minyak juga berada di bawah tekanan karena lonjakan harga-harga komoditas yang lebih luas, kekurangan tenaga kerja dan data harga konsumen yang jauh lebih kuat dari perkiraan minggu ini.
Rilis data ekonomi tersebut memicu kekhawatiran inflasi yang dapat memaksa Federal Reserve AS menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga biasanya meningkatkan dolar AS, yang pada gilirannya menekan harga minyak karena membuat minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Harga minyak mentah terus menurun ketika para investor menekan tombol jeda bersama siklus perdagangan komoditas-komoditas super," ujar Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, seperti dilansir dari Antara, Jumat (14/5/2021).
"Ketakutan inflasi telah membuat bingung beberapa investor untuk mengambil untung dari perdagangan energi mereka,” ia menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Kembali Normal
Presiden AS Joe Biden menuturkan, pengendara dapat mengharapkan stasiun pengisian bahan bakar mulai kembali normal akhir pekan ini, bahkan ketika kekurangan mencengkeram beberapa daerah di tengah pengoperasian kembali jaringan pipa bahan bakar utama negara itu setelah ditutup oleh serangan ransomware.
Penutupan Colonial Pipeline selama hampir seminggu, yang membawa 100 juta galon bahan bakar per hari, menyebabkan kekurangan bensin dan pernyataan darurat dari Virginia hingga Florida, menyebabkan dua kilang menghentikan produksi, dan mendorong maskapai penerbangan untuk merombak operasi pengisian bahan bakar.
Dalam sinyal penurunan lainnya untuk permintaan minyak, varian virus corona telah melanda India, importir minyak mentah terbesar ketiga di dunia.
Para profesional medis belum dapat mengatakan kapan infeksi baru akan memuncak dan negara-negara lain khawatir atas penularan varian yang sekarang menyebar ke seluruh dunia.
"Kekhawatiran berkembang bahwa penyebaran virus corona yang tidak terkendali di India dan di Asia Tenggara akan mengurangi permintaan minyak," kata analis PVM dalam sebuah catatan.
"Dampaknya, bagaimanapun, diperkirakan relatif singkat dan paruh kedua tahun ini akan melihat kebangkitan yang sehat dari pertumbuhan permintaan minyak."
Advertisement