Sembako Kena PPN, Daya Beli Masyarakat Bakal Tertekan

Wacana pengenaan pajak bahan pangan atau sembako menuai kontroversi karena dianggap memberatkan masyarakat menengah ke bawah.

oleh Athika Rahma diperbarui 11 Jun 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2021, 19:30 WIB
Banner Infografis Rencana Sembako Dikenakan Tarif PPN. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Rencana Sembako Dikenakan Tarif PPN. (Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana pengenaan pajak bahan pangan atau sembako menuai kontroversi karena dianggap memberatkan masyarakat menengah ke bawah dan akan menekan daya beli masyarakat.

Kendati memiliki wewenang untuk mengatur pengenaan pajak, pemerintah dinilai harus memperhatikan waktu yang tepat untuk menerapkannya, karena saat ini Indonesia masih berjuang untuk pulih dari pandemi.

"Pemerintah hendaknya melakukan perubahan menunggu waktu yang tepat, yaitu ketika perekonomian sudah benar-benar pulih," ujar Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Jumat (11/6/2021).

Lanjutnya, rencana perubahan kebijakan perpajakan harus dilihat secara menyeluruh, bukan dilihat parsial satu persatu. Reformasi perpajakan merupakan amanah yang harus dilakukan pemerintah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Saat ini, wacana pengenaan pajak sembako masih berupa rencana yang belum matang dan masih harus digodok lagi.

"Jadi rencana tersebut baru akan dibahas di DPR yang tentunya masih akan banyak perdebatan dan perubahan," kata Piter.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Klaim PPN Tak Bikin Harga Sembako Naik

Bareskrim Jamin Stok Sembako Aman hingga Lebaran
Warga saat antre membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Kabareskrim Polri Irjen Listyo Sigit memastikan stok sembako, seperti beras dan gula, untuk wilayah Jakarta cukup sampai dua bulan ke depan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan pemerintah tak akan sembarangan memberikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang pokok seperti sembako.

Pengenaan tarif PPN ini juga membuka opsi pengecualian untuk barang kebutuhan umum masyarakat seperti sembako. Sehingga Yustinus mengklaim pemberian pajak tersebut tak akan banyak mengganggu harga sembako di pasaran.

"Mustinya tidak berpengaruh pada kenaikan harga. Kalau untuk kelompok kaya tadi bisa jadi memang ada kenaikan, tapi yang membeli kan memang kelompok yang penghasilannya juga tinggi," jelasnya pada Liputan6.com, Kamis (10/6/2021).

Sebagai catatan, pemerintah dalam Pasal 7 Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) coba membuat pengecualian untuk penerapan tarif PPN 12 persen. Dalam hal ini, tarif PPN dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Lebih lanjut, Yustinus menyatakan, pemerintah juga telah memperhatikan program pemulihan ekonomi dalam rencana tarif PPN sembako. Sehingga ia memastikan kebijakan tersebut betul-betul akan seiring dengan tahap pemulihan ekonomi.

"Tidak mungkin lah pemerintah ini sedang merancang pemulihan ekonomi kok malah mau dibunuh sendiri. Sudah pasti timing-nya pasti diperhatikan," tegasnya.

Yustinus menyampaikan, pemerintah saat ini masih menunggu ketok palu dari DPR agar tarif PPN sembako dan RUU KUP bisa diberlakukan. Namun ia belum bisa menyebutkan kapan pemerintah akan bertemu dengan DPR untuk mendengarkan segala masukan.

"Saat ini belum ada jadwal dengan DPR. Ini yang musti kita tunggu," ujar Yustinus. 

Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Daftar Lengkapnya

FOTO: Sembako Bakal Kena Pajak
Pedagang beras menunggu pembeli di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada sembilan bahan pokok (sembako), masih menunggu pembahasan lebih lanjut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain:

1. Beras dan Gabah

2. Jagung

3. Sagu

4. Kedelai

5. Garam Konsumsi

6. Daging

7. Telur

8. Susu

9. Buah-buahan

10. Sayur-sayuran

11. Ubi-ubian

12. Bumbu-bumbuan

13. Gula Konsumsi 

Barang Hasil Tambang

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.

Seperti dikutip dari PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN:

1. Minyak Mentah (crude oil)

2. Gas Bumi

3. Panas Bumi

4. Pasir dan Kerikil

5. Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara

6. Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit

Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya