Liputan6.com, Jakarta Perusahaan keluarga masih memiliki peranan yang penting dalam perekonomian dunia. Menurut McKinsey, 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di dunia ternyata berasal dari perusahaan keluarga. Lalu, dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60 persennya masih dimiliki oleh keluarga.
Hal tersebut diungkapkan Rektor President University (PresUniv) Jony Oktavian Haryanto dalam International Conference on Family Business and Entrepreneurship (ICFBE) 2021 di Bali.
Menurut Jony Haryanto perusahaan keluarga ini memainkan peran penting, karena rata-rata perusahaan keluarga mampu membukukan pendapatan USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,5 triliun.
Advertisement
Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup saat ini pun taklepas dari peran perusahaan keluarga.
Sekitar 85 persen startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga. Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn, dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru.
“Para pebisnis startup tersebut bak peselancar yang justru menjadikan krisis sebagai 'gelombang' untuk berselancar, yakni dengan memulai dan bahkan malah membesarkan bisnisnya,” kata Jony Haryanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (2/11/2021).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Pandemi
Sementara itu terkait dampak pandemi Covid-19, Gubernur Bali Wayan Koster, pandemi telah menyebabkan kontraksi yang sangat dalam bagi perekonomian Bali.
“Ini karena perekonomian Bali sangat tergantung pada satu sektor, yaitu pariwisata. Padahal, bisnis pariwisata sangat rentanterhadap perubahan faktor eksternal, seperti gangguan keamanan (bom Bali 1 dan 2), bencana alam (letusan Gunung Agung), termasuk pandemi Covid-19. Kejadian ini mengakibatkan perekonomian Bali sangat terpuruk," jelas dia.
Bertitik tolak dari pengalaman tersebut, lanjut Gubernur Wayan Koster, kini Bali mulai menata ulang perekonomiannya. Katanya, Bali akan kembali mengandalkan perekonomiannya pada enam sektor, yakni sektor pertanian (termasuk peternakan danperkebunan), sektor kelautan/perikanan, sektor industri, sektor industri kecil menengah(IKM), UMKM dan Koperasi, sektor ekonomi kreatif dan digital, serta sektor pariwisata.
“Namun, ke depan pariwisata akan kami posisikan sebagai sumber pendapatantambahan atau bonus bagi perekonomian Bali. Dan, ini harus dikelola agar berpihakterhadap sumber daya lokal Bali,” katanya,
Gubernur Wayan Koster juga menekankan, pengembangan perekonomian Bali mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), termasuk teknologi digital, yang harus dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi kreatif dan digital.
“Perkembangan Iptek, termasuk teknologi digital, harus dapat dimanfaatkanuntuk meningkatkan perekonomian Bali agar menjadi lebih berkualitas, bernilai tambah, berdaya saing, dan berkelanjutan,” ucapnya.
Seluruh konsep tersebut oleh Gubernur Wayan Koster disebut sebagai konsep pembangunan Ekonomi Kerthi Bali. Konsep tersebut merupakan implementasi visi membangun Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Advertisement