Sri Mulyani Blak-Blakan Asal Muasal Pakai NIK untuk Gantikan NPWP

Sri Mulyani menjabarkan bahwa tidak semua pemilik NIK wajib membayar pajak dengan digunakannya NIK sebagai NPWP.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Des 2021, 12:45 WIB
Diterbitkan 17 Des 2021, 12:45 WIB
DPR Setujui RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers usai rapat paripurna DPR Ke-10 masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022 di Senayan, Jakarta, Selasa (7/12/2021). DPR menyetujui atas RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menceritakan asal muasal ada kebijakan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menurutnya, Penggunaan NIK sebagai NPWP sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, setiap wajib pajak memiliki nomor identitas untuk keperluan pajak. Selain itu juga setiap perusahaan memiliki nomor identitas untuk membayar pajak dan atau nomor identitas bea cukai.

"Dulu sebenarnya ada nomor identitas bea dan cukai dan nomor identitas pajak sendiri. Lalu untuk mempermudah kita gunakan NPWP sebagai penggabungan kedua identitas tersebut," kata Sri Mulyani dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/12/2021).

Terobosan yang sama kini dilakukan dengan mengganti NPWP dengan NIK. Namun hal ini kata Sri Mulyani tidak bermakna semua pemilik NIK wajib membayar pajak. Sebaliknya, pembayaran pajak disesuaikan dengan kemapuan masing-masing pribadi.

Pengenaan pajak hanya berlaku bagi masyarakat yang memiliki pendapatan. Pendapatan yang dikenakan pajak pun memiliki ketentuan tersendiri. Artinya, tidak semua masyarakat menjadi wajib pajak meskipun memiliki pendapatan.

"Artinya tidak semua bayar pajak, kalau tidak punya pendapatan tidak bayar pajak, kalau tidak mampu malah dibantu," kata Sri Mulyani.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bantuan

Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Bantuan yang dimaksud Sri Mulyani yakni 10 juta penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), santunan beasiswa, bantuan untuk ibu hamil, hingga lansia. Pemerintah juga memberikan tambahan bantuan berupa paket sembako kepada para penerima manfaat program.

"Mereka ini sudah pasti tidak perlu membayar pajak," kata dia.

Sebaliknya, bagi masyarakat dengan pendapatan Rp 20 juta per bulan, maka dia wajib membayar pajak. Sebab dalam setahun pendapatannya sudah mencapai Rp 240 juta dan sudah masuk salah satu kriteria wajib pajak.

"Kalau dengan pendapatan begitu sudah sepantasnya membayar pajak," ungkap bendahara negara ini.

Dana yang dikumpulkan tersebut kata dia nantinya akan digunakan untuk membiayai bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Lalu digunakan untuk membangun infrastruktur dan proyek pembangunan lainnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya