Ini Kriteria Pekerja yang Bebas Pajak Penghasilan, Catat!

Pemerintah membebaskan pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 bagi pekerja sektor tertentu untuk mendorong daya beli masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Feb 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2025, 06:00 WIB
Peningkatan Mobilitas Masyarakat di Jakarta
Sejumlah pekerja berjalan saat jam pulang kerja di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (3/11/2021). Salah satu aturan kerja pada sektor non esensial diizinkan bekerja dari kantor atau 'work from office' (WFO) 75 persen dan sektor esensial 100 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah membebaskan pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 bagi pekerja sektor tertentu untuk mendorong daya beli masyarakat. 

Ketentuan ini diatur dalam Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025.

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan 

yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. 

Jangka waktu pemberian insentif bebas PPh Pasal 21 ini  diberikan untuk masa pajak Januari 2025 sampai dengan masa pajak Desember 2025.

Daftar pekerja yang dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 21 ialah pekerja pada bidang industri di empat sektor. Antara lain alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit.

Dalam Pasal 4 ayat 2, disebutkan pekerja tetap yang berhak menerima insentif pembebasan PPh Pasal 21 harus memenuhi 

kriteria:

  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK)  yang telah terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak
  2. menerima atau memperoleh penghasilan  tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan 
  3. Sedang tidak menerima insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sementara bagi pekerja tidak tetap, kriteria pembebasan insentif PPh 21 ialah:

  1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang  telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Menerima upah dengan jumlah rata-rata satu  hari tidak lebih dari Rp500.000 atau tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan.
  3. Sedang tidak menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan ketentuan berlaku.

 

DJP Permudah Pembuatan Faktur Pajak Lewat 3 Saluran Baru ini, Simak Penjelasannya

20160925-Wajib Pajak Antusias Ikut Program Tax Amnesty di Hari Minggu-Jakarta
Suasana di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Mengantisipasi lonjakan peserta tax amnesty, DJP membuka tempat pendaftaran program pada Sabtu-Minggu pukul 08.00-14.00. (Liputan6.com/Fery Pradolo)... Selengkapnya

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Ditjen Pajak mengumumkan pembaruan terkait penerbitan faktur pajak. Pembaruan ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban administratif bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam proses pembuatan faktur pajak.

Dikutip dari keterangan DJP, Kamis (13/2/2025), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menuturkan, penerbitan faktur pajak dapat dilakukan melalui tiga saluran utama, yaitu aplikasi Coretax DJP, aplikasi e-Faktur Client Desktop, dan aplikasi e-Faktur Host-to-Host melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

Ketiga saluran ini memberikan fleksibilitas kepada PKP untuk memilih platform yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan mereka. Kemudian, mulai 12 Februari 2025, seluruh PKP diharapkan dapat menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk penerbitan faktur pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Ketentuan tersebut diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 tanggal 12 Februari 2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu.

Namun, ada pengecualian dalam penggunaan aplikasi e-Faktur Client Desktop, antara lain, pertama, faktur pajak dengan kode transaksi 06 (penyerahan BKP kepada turis asing yang memberitahukan dan menunjukkan paspor luar negeri kepada PKP toko retail yang berpartisipasi dalam skema pengembalian PPN kepada turis asing).

 

Faktur Pajak

Pelaporan SPT Pajak 2020 Ditargetkan Capai 80 Persen
Petugas melayani masyarakat yang ingin melaporkan SPT di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Rabu (11/3/2020). Hingga 9 Maret 2020, pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) orang pribadi meningkat 34 persen jika dibandingkan pada tanggal yang sama tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kedua, faktur pajak dengan kode transaksi 07 (penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP)). Ketiga, faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang menjadikan cabang sebagai tempat pemusatan PPN terutang. Keempat, faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang dikukuhkan setelah 1 Januari 2025.

Adapun data dari faktur pajak yang diterbitkan menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di Coretax DJP. Data ini akan diunggah paling lambat dua hari setelah penerbitan faktur pajak, memastikan bahwa informasi pajak tetap terupdate dan transparan.

"Data faktur pajak yang dibuat dari saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di Coretax DJP paling lambat H+2 setelah penerbitan faktur pajak," ujar Dwi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya