SKK Migas Ramal Harga Minyak Masih akan Naik Terus

Sampai hari ini harga minyak dunia masih berada di posisi cukup tinggi, meskipun sempat turun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Feb 2022, 15:46 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2022, 15:45 WIB
SKK Migas-KKKS Gelorakan Industri Hulu Migas Saat Pandemi Covid-19
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi, kebutuhan atas minyak dunia masih bakal terkoreksi. Sehingga harga minyak dunia dalam jangka pendek masih terus alami peningkatan.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, fluktuasi harga minyak dunia ini terjadi karena adanya beberapa indikator. Seperti, permintaan pasca pandemi Covid-19 yang terus meningkat, hingga tensi antara Rusia-Ukraina yang menyulut harga minyak dunia.

"Global oil supply and demand pasca pandemi yang diperkirakan akan meningkat secara bertahap. Prediksi harga minyak juga dengan berbagai kondisi recovery ekonomi, dan beberapa isu di Ukraina dan lain-lain," papar Dwi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (2/2/2022).

Sampai hari ini harga minyak masih berada di posisi cukup tinggi, meskipun sempat turun. Dwi menyebut, harganya bahkan sempat menyentuh USD 90 per barel.

Namun dengan adanya statemen dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC), harga minyak dunia sedikit turun pada kisaran USD 89 per barel.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bauran Energi

SKK Migas-KKKS Gelorakan Industri Hulu Migas Saat Pandemi Covid-19
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Sehingga, Dwi menyatakan, perkiraan SKK Migas akan harga minyak dunia ke depan masih mengikuti garis decline. Terlebih dengan banyaknya perusahaan energi dunia yang pelan-pelan beralih ke energi baru terbarukan (EBT).

"Kondisi di Indonesia sendiri untuk kebutuhan energi (minyak masih besar), meskipun dari sisi percentage bauran energi khususnya minyak akan ditekan, dari 29 persen saat ini menjadi 20 persen di 2050," tuturnya.

"Namun secara volume juga masih terus meningkat, kita masih kekurangan. Sementara gas relatif konstan, karena akan jadi energi transisi ke depan," tandas Dwi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya