Liputan6.com, Jakarta - Diplomat Sri Lanka di Beijing mengatakan dia sangat yakin bahwa China bakal memberikan dukungan keuangan sebesar USD 2,5 miliar atau Rp 35,9 triliun.
Ekonomi Sri Lanka sedang krisis ekonomi yang didorong oleh inflasi, juga gagal bayar utang atau default sebesar USD 51 miliar.Â
Baca Juga
Dikutip dari Al Jazeera, Kamis (14/4/2022)Â Duta Besar Sri Lanka untuk China, Palitha Kohona mengatakan bahwa dia telah menerima jaminan pekan lalu dari pihak berwenang China bahwa pengaturan untuk pinjaman dan jalur kredit sedang diproses.
Advertisement
Sri Lanka sedang menargetkan pinjaman USD 1 miliar dari Beijing sehingga dapat membayar kembali pinjaman China yang jatuh tempo pada bulan Juli 2022, serta jalur kredit USD 1,5 miliar untuk membeli barang-barang dari negara itu untuk mendukung industri ekspor pakaian, menurut Palitha Kohona.
Namun, ia mengingatkan, pinjaman itu belum bisa datang dalam waktu dekat. "Menurut kami, pinjaman itu tidak bisa datang lebih cepat," katanya, menambahkan bahwa pinjaman tersebut bisa datang dalam hitungan minggu.
"Mengingat keadaan saat ini, tidak banyak negara yang bisa melangkah ke lapangan dan melakukan sesuatu," ungkapnya.
"China adalah salah satu negara yang dapat melakukan sesuatu dengan sangat cepat," ujar dia.
China dan Sri Lanka telah menjalani hubungan dekat, meski belum adanya bantuan besar tertentu ke negara yang kini dilanda krisis itu.
"Permintaan kami akan dipenuhi, tetapi mereka harus melalui sistem China," beber Palitha Kohona.
Kami sangat yakin bahwa lebih cepat, kedua fasilitas ini akan tersedia bagi kami," jelasnya.
China Diyakini Bisa Bantu Atasi Krisis Ekonomi Sri Lanka
Dubes Sri Lanka untuk China Palitha Kohana juga mengatakan bahwa Sri Lanka telah meminta bantuan dari China untuk membeli barang-barang seperti bahan bakar.
Namun, dia mengungkapkan dirinya tidak yakin apakah China dapat memberikan dukungan itu, mengingat China adalah importir bersih barang-barang tersebut.
Secara terpisah, pejabat Sri Lanka dikabarkan akan bertemu dengan rekan-rekan dari Dana Moneter Internasional akhir pekan ini untuk menyelesaikan rincian paket keuangan potensial untuk membantu memenuhi pembayaran utang senilai USD 8,6 miliar yang jatuh tempo tahun ini.
Dubes Palitha Kohana juga mengharapkan dengan adanya bantuan dari China akan meningkatkan peluang Sri Lanka mencapai kesepakatan.
"Mengingat sifat hubungan kami – hubungan yang sangat dekat dan hangat ini – dan situasi mengerikan di Sri Lanka, saya akan mengatakan bahwa saya yakin China akan menanggapi secara positif permintaan kami," ujar dia.
Advertisement
Sri Lanka Gagal Bayar Utang, Indonesia Masih Aman?
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mencatat Sri Lanka gagal bayar utang atau default sebesar USD51 miliar. Angka tersebut setara Rp732 triliun dengan asumsi kurs Rp14.360 per USD.
Melihat kondisi tersebut, negara berkembang pun mulai mendapat sorotan.
Sementara itu, utang Indonesia dinyatakan masih relatif rendah dibandingkan dengan posisi utang negara ASEAN, G20 dan beberapa negara dunia.
"Rasio utang kita relatif rendah baik diukur dari negara ASEAN, G20 atau seluruh dunia," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jakarta, dikutip Kamis (144).
Walaupun demikian, pemerintah tetap mengelola utang secara hati-hati serta mengantisipasi berbagai kemungkinan. Langkah yang diambil antara lain dengan mengoptimalkan belanja negara sesuai kebutuhan, meningkatkan pendapatan negara yang kini mendapatkan berkah harga komoditas internasional dan kerja sama dengan Bank Indonesia.
"Kita menjaga secara hati-hati dan prudent karena kita lihat tekanan seluruh dunia meningkat," paparnya.
Pengganti Gubernur Bank Sentral Sri Lanka yang Mundur
Bank Sentral Sri Lanka akan menunjuk pimpinan baru di tengah kondisi negara itu menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam lebih dari 70 tahun.
Nandalal Weerasinghe akan mengambil posisi Gubernur Bank Sentral Sri Lanka.
Itu terjadi setelah Kepala Bank Sentral Sri Lanka sebelumnya, Ajith Nivard Cabraal mengundurkan diri, di tengah protes massa atas meningkatnya biaya hidup dan pemadaman listrik.
Bank Sentral negara ini juga telah menunda keputusan suku bunga karena pembuat kebijakan mencoba menstabilkan mata uang negara.
Bank Sentral Sri Lanka belum membuat pengumuman resmi tentang penunjukan Weerasinghe. Namun juru bicara bank sentral mengatakan kepada BBC, Selasa (5/4/2022), mereka sedang menunggu konfirmasi dari presiden negara itu.
Berbicara melalui telepon dari Australia, Weerasinghe mengatakan bahwa dia telah ditawari peran tersebut dan telah menerimanya.
"Saya akan mengambil posisi gubernur bank sentral begitu saya kembali ke Sri Lanka pada 7 [April]," katanya.
Namun, dia menolak berkomentar tentang rencananya untuk ekonomi yang dilanda krisis Sri Lanka atau kapan keputusan tentang suku bunga akan dibuat. "Saya harus kembali dan melihat bagaimana kelanjutannya," kata Weerasinghe.
"Tapi saya sudah mulai bekerja," tambahnya.
Weerasinghe adalah deputi gubernur bank dari September 2012 dan meninggalkan peran delapan tahun kemudian. Dia saat ini berbasis di Australia, di mana dia bekerja sebagai konsultan independen.
Advertisement