Terdampak Konflik Rusia-Ukraina, Ekonomi AS Terkontraksi 1,4 Persen

Ekonomi AS mengalami kontraksi, ketika konflik Rusia-Ukraina memicu gangguan perdagangan berbagai negara.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 29 Apr 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2022, 13:00 WIB
Papan reklame digital Desa Mandiri Budaya  Sabdodadi terpasang di Times Square Kota New York Amerika Serikat. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Papan reklame digital Desa Mandiri Budaya Sabdodadi terpasang di Times Square Kota New York Amerika Serikat. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Amerika Serikat mengalami kontraksi dalam tiga bulan pertama tahun ini, ketika konflik Rusia-Ukraina memicu gangguan perdagangan berbagai nengara.

Dilansir dari BBC, Jumat (29/4/2022) angka dari Commerce Department menunjukkan bahwa produk domestik bruto AS pada tingkat tahunan turun sebesar 1,4 persen.

Pertumbuhan ekonomi AS sebelumnya telah diperkirakan melambat, tetapi angka yang keluar lebih buruk dari perkiraan - menandai penurunan pertama sejak resesi yang disebabkan oleh Covid-19 pada tahun 2020.

Kepala ekonom di Pantheon Macroeconomics, Ian Shepherdson, menyebut lonjakan impor di AS, karena ekspor yang turun, membuat ekonomi negara itu terlihat lebih buruk daripada sebelumnya.

"Ini adalah kebisingan; bukan sinyal," kata Shepherdson.

Sementara itu, konsumen AS belum memberhentikan pembelian meski inflasi AS sudah terjadi pada level tertinggi dalam empat dekade.

Belanja konsumen  AS terpantau tetap sehat, naik 2,7 persen pada kuartal ini. 

Tetapi bisnis menghadapi gangguan pasokan baru dalam tiga bulan pertama tahun ini, membuat angka perdagangan menurun.

Angka minggu ini menunjukkan defisit perdagangan barang AS mencapai rekor tertinggi bulan lalu, karena kasus Covid-19 di China memicu penutupan perang di Ukraina berdampak pada industri pertanian dan minyak.

Analis mengatakan mereka tidak melihat resesi di AS akan segera terjadi, meskipun ada kontraksi, tetapi memperingatkan kenaikan harga dapat membuat rumah tangga tidak mampu melanjutkan pembelian mereka.

"Konsumen telah mampu mempertahankan tingkat positif pengeluaran riil dengan mengurangi tingkat tabungan mereka. Tetapi jika inflasi terus mengikis daya beli, maka konsumen akhirnya dapat memutuskan untuk berhemat," tulis ekonom Wells Fargo dalam sebuah catatan baru-baru ini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

IMF : Ekonomi Asia Bakal Hadapi Sagflasi Imbas Konflik Rusia-Ukraina

Melihat Kota Mariupol Usai Digempur Rusia
Kendaraan yang rusak terlihat di Pabrik Metalurgi Illich Iron & Steel Works, saat asap mengepul dari Metallurgical Combine Azovstal selama pertempuran sengit, di daerah yang dikendalikan pasukan separatis yang didukung Rusia di Mariupol, Ukraina (19/4/2022). (AP Photo/Alexei Alexandrov)

Kawasan Asia diperkirakan menghadapi prospek "stagflasi" dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan inflasi yang lebih tinggi imbas dampak konflik Rusia-Ukraina.

Hal itu diungkapkan oleh acting director IMF (Dana Moneter Internasional) Asia and Pacific Department, Anne-Marie Gulde-Wolf dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (26/4).

"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," kata Anne-Marie, dikutip dari Channel News Asia.

Prospek regional, yang mengikuti Outlook Ekonomi Dunia yang dirilis pekan lalu, menunjukkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia dipotong menjadi 4,9 persen, dipengaruhi oleh perlambatan pelonggaran lockdown di China, yang memiliki efek besar pada ekonomi lainnya.

Inflasi Asia sekarang diperkirakan akan naik hingga 3,2 persen tahun ini, satu poin penuh lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022, menurut Anne-Marie.

Tetapi Anne-Marie juga menyampaikan, bahwa "Meskipun terjadi penurunan peringkat, Asia tetap menjadi kawasan paling dinamis di dunia, dan sumber penting pertumbuhan global".

Namun konflik Rusia-Ukraina dan sanksi ekonomi dari negara Barat terhadap Moskow telah menaikkan harga pangan dan bahan bakar di seluruh dunia, sementara bank sentral utama menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, yang akan menekan negara-negara dengan beban utang yang tinggi.

Anne-Marie menambahkan, lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di China, dan kemerosotan yang lebih lama dari perkiraan di pasar properti juga menghadirkan "risiko signifikan bagi kawasan (Asia)".

"Ini adalah waktu yang menantang bagi pembuat kebijakan ketika mereka mencoba untuk mengatasi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kenaikan inflasi," kata pejabat IMF itu.

Konflik Rusia-Ukraina, IMF Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global Hingga Dua Tahun

Desa Ukraina menghadapi Paskah tanpa gereja
Seorang wanita dengan sepeda melewati kendaraan yang terbakar, di depan Gereja yang rusak di Lukashivka, dekat kota Chernihiv di Ukraina utara, 22 April 2022. Penduduk mengatakan tentara Rusia menggunakan rumah ibadah untuk menyimpan amunisi, dan pasukan Ukraina menembaki gedung itu untuk membuat Rusia pergi. (AP Photo/Petros Giannakouris)

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan tentang pertumbuhan ekonomi global dalam dua tahun ke depan karena konflik Rusia-Ukraina.

"Dampak ekonomi dari perang menyebar jauh dan luas," kata IMF dalam laporan outlook terbarunya, dikutip dari CNN, Rabu (20/4/2022).

IMF sekarang memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,6 persen pada 2022 dan 2023. Angka baru ini menandai penurunan tajam dari pertumbuhan 6,1 persen pada 2021.

Prakiraan baru itu juga menandai penurunan peringkat masing-masing 0,8 dan 0,2 poin persentase, dari perkiraan Januari.

IMF juga memperkirakan ekonomi Ukraina menyusut 35 persen tahun ini, sementara upaya negara Barat untuk menekan Rusia memungkinkan ekonominya berkontraksi 8,5 persen.

Tetapi karena perang telah menyebabkan lonjakan harga energi dan komoditas lainnya, memperburuk masalah rantai pasokan dan memenuhi ekspektasi inflasi yang lebih persisten, IMF melihat dampaknya akan terlihat lebih luas.

"Perang akan sangat menghambat pemulihan global, memperlambat pertumbuhan dan meningkatkan inflasi lebih jauh," beber IMF, menekankan bahwa ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19 ketika konflik Rusia-Ukraina pecah pada akhir Februari.

Di Eropa, yang sangat bergantung pada pasokan energi dari Rusia, pertumbuhan ekonominya diperkirakan melambat menjadi 2,8 persen pada 2022  turun 1,1 poin persentase dibandingkan Januari.

Sementara ekonomi Amerika Serikat, diperkirakan relatif terisolasi.

Namun kelemahan di antara mitra dagang, serta rencana Federal Reserve untuk segera menarik kembali dukungan era pandemi untuk ekonomi dan menaikkan suku bunga, membebani prospek.

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 3,7 persen pada 2022 dan 2,3 persen pada 2023, turun 0,3 poin persentase sejak perkiraan terakhirnya.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya