Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada pembukaan perdagangan di awal pekan ini. Nilai tukar rupiah melemah tersengat sentimen eksternal yaitu tingginya kenaikan inflasi di Amerika Serikat (AS).
Pada Senin (13/6/2022), rupiah bergerak melemah 97 poin atau 0,66 persen ke posisi 14.650 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.553 per dolar AS.
Baca Juga
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah bisa melemah terhadap dolar AS hari ini karena sentimen The Fed.
Advertisement
Sentimen The Fed menguat lagi setelah data inflasi konsumen AS bulan Mei yang dirilis pada Jumat 10 juni 2022 menunjukkan kenaikan inflasi tertinggi selama 40 tahun di 8,6 persen.
"Inflasi AS yang masih belum menurun menjadi alasan bagi bank sentral AS untuk menjalankan kebijakan pengetatan moneter yang lebih agresif," ujar Ariston.
Penguatan sentimen The Fed itu tercermin di kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Yield tenor 10 tahun kembali mendekati level 3,2 persen yang merupakan level tinggi tahun ini yang terjadi pada Mei lalu.
Ariston menambahkan, sentimen pasar terhadap aset berisiko juga terlihat negatif. Indeks saham Asia dibuka negatif. Bitcoin juga bergerak menurun dan sudah bergerak di bawah USD 30 ribu.
Menurutnya, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi global bakal menekan pertumbuhan ekonom, juga menjadi pemicu sentimen negatif pasar terhadap aset berisiko.
"Perekonomian Indonesia juga akan mendapatkan dampak negatif karena harga-harga pangan dan komoditi yang terus naik," kata Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak melemah ke level 14.650 per dolar AS dengan support di level 14.550 per dolar AS.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gubernur BI: Rupiah Melemah 1,2 Persen di Mei 2022 Dampak Ketidakpastian Global
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan nilai tukar rupiah terDepresiasi atau melemah 1,2 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) untuk periode awal akhir April 2022 hingga saat ini. Perry mengungkap pelemahan nilai tukar rupiah itu disebabkan oleh aliran modal asing keluar.
Keluarnya aliran modal asing itu akibat dari ketidakpastiannya pasar keuangan global. Ia juga mengungkap terdepresiasinya nilai tukar rupiah ini sejalan dengan mata uang regional lainnya.
“Nilai tukar rupiah terdepresiasi sejalan dengan mata uang regional lainnya dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah pada 23 mei 2022 terdepresiasi 1,2 persen dibanding dengan akhir April 2022,” katanya dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (24/5/2022).
Depresiasi tersebut disebabkan oleh aliran modal asing keluar seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah terjaganya pasokan valas domestik. Khususnya,kata dia, dari korporasi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian indoneisa.
“Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai 23 Mei 2022 terdepresiasi sekitar 2,87 persen year-to-date dibandingkan dengan tingkat akhir 2021,” kata dia.
Kendati demikian, Perry Warjiyo menyebut tingkat depresiasi ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di beberapa negara tetangga. Contohnya, India yang mengalami depresiasi sebesar 4,11 persen, Malaysia 5,1 persen, dan Korea Selatan 5,97 persen.
Advertisement
Tetap Terjaga
Lebih lanjut, Perry memprediksi kedepannya stabilitas nilai tukar rupiah akan tetap terjaga. Ini didukung oleh kondisi fundamental ekonomi indonesia yang tetap terjaga.
“Tercermin dari rendahnya defisit transaksi berjalan, memadainya pasokan valas dari korporasi yang terus berlanjut serta komitmen dari Bank Indonesia,” ujarnya.
“Dalam hal ini Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi Indoneisa,” terangnya.