Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkolaborasi dengan Pajakind menggelar webinar 'Edukasi Perpajakan” pada Selasa (20/9/2022).
Dalam acara tersebut, CEO Pajakind, M. Arif R. Said Putra mengatakan, sektor UMKM merupakan tulang punggung perekonomian kita. Karena itu, sudah sewajarnya mendapatkan insentif dan dispensasi di bidang pajak.
Baca Juga
"Tujuannya agar UMKM bisa terus tumbuh dan berkembang di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19," kata Arif.
Advertisement
Webinar yang mengupas tentang Implementasi PP Nomor 23 Tahun 2018 (Pajak UMKM) pasca berlakunya UU Ciptaker dan UU HPP ini, Arif bilang bahwa Pajakind akan terus berkolaborasi dengan DJP dan stakeholders lain dalam rangka mencapai visi perusahaan yakni menjadi mitra terpercaya wajib pajak/masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memperoleh hak- haknya serta mitra terpercaya pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan negara.
"Mengingat pajak merupakan tulang punggung APBN kita dan sumber pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan," imbuh Arif.
Kegiatan yang digelar secara daring ini diikuti lebih dari 600 peserta, mulai dari Aceh, Gorontalo, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, Maluku dan lainnya. Antusiasme peserta sangat dinamis terbukti banyaknya peserta dan ragam pertanyaan yang mengemuka dalam webinar itu.
Lebih lanjut Arif mengatakan, kegiatan ini tentu sangat dinanti oleh masyarakat luas dan wajib pajak khususnya UMKM. Pasalnya, mereka bisa langsung mendengar paparan dari ahlinya, yaitu para tenaga penyuluh dari DJP.
Fitur bagi Wajib Pajak
PajakInd sendiri merupakan aplikasi bidang perpajakan berbasis mobile apps pertama di Indonesia. Saat ini user PajakInd mencapai 300 ribu lebih yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.
PajakInd mempunyai fitur-fitur yang bisa membantu masyarakat atau wajib pajak dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Misalnya berita perpajakan terkini, simulasi untuk menghitung PPh Pasal 21 dan Pajak Impor, Update Kurs setiap minggu sesuai PMK, pembuatan e-billing untuk membayar pajak, hingga konsultasi online melalui chat maupun video call dengan konsultan pajak berpengalaman.
Wajib pajak juga dapat menggunakan konsultasi dan pendampingan offline dengan konsultan pajak bersertifikasi. Bahkan ada fitur 'Catat Kas' yang khusus dipersembahkan bagi UMKM dalam mencatat transaksinya dan langsung terintegrasi dengan pembuatan billing serta pembayaran pajaknya.
Advertisement
Sri Mulyani Hitung Ulang Waktu Tepat Terapkan Pajak Karbon
Pemerintah menunda penerapan pajak karbon. Rencana awal, pajak karbon akan diterapkan pada 1 Juli 2022. Ini merupakan penundaan kedua penerapan pajak karbon di tahun ini setelah sebelumnya juga ditunda pada April 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah masih menghitung eaktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon guna mendorong seluruh kegiatan ekonomi rendah emisi.
“Rencana ini perlu terus dikalibrasi ulang, mengingat keadaan masih rentan, pemulihan ekonomi kita masih sangat rapuh, terutama karena pandemi dan sekarang dilanda krisis energi dan pangan,” katanya dikutip dari Belasting.id, Rabu (14/9/2022).
Sri Mulyani menjelaskan instrumen atau kebijakan pajak karbon tidak berdiri sendiri, melainkan terbentuk dari paket kebijakan yang komprehensif.
Itu mencakup aturan pelaksanaan perdagangan karbon, tarif karbon, serta metode pengenaan pajak karbon. Tujuannya sama, untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong lebih banyak ekonomi hijau.
Kendati pajak karbon belum diterapkan, Sri Mulyani menuturkan pemerintah telah menyediakan kebijakan yang relevan untuk menciptakan lingkungan hijau rendah karbon bagi sektor manufaktur.
Dia mencontohkan ada peraturan pemerintah (PP) No.73/2019 stdd PP No.74/2021 yang mengatur tentang pajak penjualan atas barang mewah berupa kendaraan bermotor.
Melalui aturan itu, kata Sri Mulyani, pajak dikenakan pada kendaraan sesuai kapasitas silinder atau CC. Dimana semakin tinggi CC-nya dianggap semakin mewah dan pajak yang dikenakan lebih tinggi.
Menkeu menambahkan tidak hanya menilik kapasitas mesin kendaraan, apabila kendaraan tersebut semakin berpolusi maka tarif yang dikenakan juga semakin tinggi. Berbeda dengan kendaraan listrik atau battery electric vehicle (BEV) yang dikenakan pajak penjualan 0 persen.
Sekedar informasi, penerapan pajak karbon dituangkan dalam UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang seharusnya sudah dieksekusi pada bulan Juni 2022.
Usai PLTU, Pajak Karbon Bakal Menyasar Sektor Transportasi
Pajak karbon yang tadinya bakal diterapkan pada 1 Juli 2022 kembali ditunda untuk kedua kalinya. Pemerintah melihat adanya faktor ketidakpastian di tingkat global dan menimbang kembali kesiapan pelaku industri dalam menerapkan pajak karbon.
Kementerian ESDM menyatakan bahwa dalam penerapan pajak tersebut, pemerintah akan memfokuskan PLTU berbasis batu bara untuk tahap pertama. Ke depan setelah PLTU batu bara, pajak karbon bakal menyasar ke sektor transportasi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif pun meminta masyarakat menggunakan sumber energi bersih untuk kebutuhan transportasi dengan berevolusi dalam kendaraan bermotor. Jika saat ini dominasi kendaraan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan akan didorong bergeser menggunakan sumber energi listrik.
Pergeseran pola transportasi dibutuhkan dalam jangka panjang. Pasalnya, harga energi fosil akan makin mahal dan ditambah potensi bertambahnya beban pajak untuk penggunaan energi tidak terbarukan.
"Inilah evolusi kendaraan bermotor, yang tadinya bermotor bakar menjadi berlistrik. Apabila tetap menggunakan bahan bakar fosil, akan semakin mahal. Belum lagi ke depannya nanti kena pajak karbon. Jadi memang kita harus beralih ke energi bersih terbarukan yang memang sumbernya di alam," katanya dikutip dari Belasting.id, Selasa (6/9/2022).
Oleh karena itu, Menteri ESDM mendukung penuh upaya transisi kendaraan bermotor menjadi berbasis baterai listrik.
Menurutnya, pemerintah membuka kesempatan kepada semua pihak dalam upaya transisi energi ramah lingkungan. Hal tersebu berlaku pada sektor transportasi seperti mobil listrik atau motor listrik.
"Jadi memang siapa pun bisa ikut, bagaimana kita bisa mendorong demand kendaraan listrik," terangnya.
Advertisement