Boeing Hadapi Denda Rp 3 Triliun Terkait Pernyataan Sesat Kecelakaan Pesawat 737 Max

Boeing menghadapi denda senilai Rp 3 triliun terkait pernyataan yang menyesatkan investor soal kecelakaan fatal pesawat 737 MAX yang digunakan Lion Air dan Ethiopian Airlines.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Sep 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 14:00 WIB
Ilustrasi pesawat Boeing 737 MAX (AFP Photo)
Ilustrasi pesawat Boeing 737 MAX (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Boeing akan membayar dana ganti rugi sebesar USD 200 juta atau setara Rp 3 triliun atas tuduhan menyesatkan investor tentang dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat jenis 737 MAX.

Dilansir dari BBC, Jumat (23/9/2022) mantan CEO Boeing yakni Dennis Muilenburg juga disebut akan membayar denda sebesar USD 1 juta (Rp 1 miliar) terkait tuduhan terkait pesawat Boeing 737 Max tersebut. 

Regulator pasar saham AS, Securities and Exchange Commission (SEC) mengatakan raksasa penerbangan itu dan Muilenburg membuat pernyataan palsu tentang masalah keselamatan.

"Pada saat krisis dan tragedi, sangat penting bahwa perusahaan publik dan eksekutif memberikan pengungkapan penuh, adil, dan jujur ke pasar," kata Ketua SEC Gary Gensler dalam sebuah pernyataan.

Boeing dan Muilenburg juga "gagal dalam kewajiban paling mendasar ini," tambahnya.

Pernyataan SEC juga menyebut Boeing dan Muilenburg tidak mengakui atau menyangkal temuan regulator.

Sementara itu, menanggapi pernyataan SEC, Boeing mengatakan bahwa pihaknya telah membuat perubahan mendalam terkait keamanan sebagai tanggapan atas dua kecelakaan yang melibatkan pesawat 737 MAX.

"Kami tidak akan pernah melupakan mereka yang hilang di Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302, dan kami telah membuat perubahan luas dan mendalam di seluruh perusahaan kami sebagai tanggapan atas kecelakaan itu," jelas Boeing.

"Perubahan mendasar memperkuat proses keselamatan dan pengawasan kami terhadap masalah keselamatan, dan telah meningkatkan budaya keselamatan, kualitas, dan transparansi kami," tambah perusahaan itu. 

Sekilas Isu Keselamatan Terkait Kecelakaan Boeing 737 Max

Ilustrasi pesawat Boeing 737 Max 8 (AFP/Stephen Brashear)
Ilustrasi pesawat Boeing 737 Max 8 (AFP/Stephen Brashear)

Pada 29 Oktober 2018, pesawat maskapai Lion Air Penerbangan 610 jatuh di Laut Jawa 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta. Kecelakaan ini menewaskan 189 penumpang dan awaknya.

Saat itu, Lion Air 610 terbang dengan pesawat Boeing jenis 737 Max. 

Kurang dari lima bulan kemudian, Ethiopian Airlines Penerbangan 302 dengan jenis pesawat serupa, jatuh enam menit setelah meninggalkan ibu kota Ethiopia, Addis Ababa. Semua 157 penumpang di dalamnya tewas.

Kecelakaan itu terkait dengan sistem kendali penerbangan yang disebut "Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver" (MCAS) di Boeing 737 MAX.

SEC mengatakan bahwa "setelah kecelakaan pertama, Boeing dan Muilenburg mengetahui bahwa MCAS menimbulkan masalah keselamatan pesawat yang sedang berlangsung, tetapi meyakinkan publik bahwa 737 MAX aman untuk terbang.

Kecelakaan itu telah merugikan Boeing lebih dari USD 20 miliar atau setara Rp 300,7 triliun, termasuk pembayaran kepada keluarga korban yang tewas dalam kecelakaan itu.

Setelah insiden tersebut, Kongres AS mengesahkan undang-undang baru yang mereformasi bagaimana regulator penerbangan negara itu, Federal Aviation Administration (FAA), mensertifikasi pesawat baru.

Sejumlah kecil uji coba diharapkan akan dimulai tahun depan untuk menyelesaikan klaim yang belum terselesaikan.

Garuda Indonesia Bisa Bebas Utang Rp 10 Triliun dari Boeing, Kok Bisa?

Komut dan Dirut Paparkan Semangat Baru Garuda Indonesia
Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra saat berkenalan kepada media di Jakarta, Jumat (24/1/2020). Dalam perkenalan tersebut Triawan dan Irfan memaparkan program program baru untuk pembenahan Garuda Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkap perusahaan pesawat Boeing tak mendaftarkan jumlah piutangnya. Padahal, 30 hari pasca putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah jauh terlewat.

Mengacu lini masa proses PKPU, putusan disampaikan pada 27 Juni 2022. Kemudian, ada waktu selama 30 hari, bagi kreditor Garuda Indonesia yang belum menyetorkan jumlah piutang, untuk memberikan datanya.

Namun hingga batas waktu itu selesai, Boeing menjadi salah satu yang belum melakukan klaim jumlah utang Garuda Indonesia.

"Boeing tidak mengikuti proses, tidak mendaftar dalam kesempatan 30 hari tentu saja by law Indonesian law kita sesama warga negara indonesia kita akan follow apa yang sudah disepakati dalam ranah payung PKPU," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (12/8/2022).

Sekira sebulan lalu, Irfan pernah menyebut angka utang Garuda Indonesia kepada Boeing sekitar USD 822 juta atau setara Rp 10 triliun. Jumlah ini, secara hukum tak perlu dibayar oleh maskapai tersebut, jika Boeing tak melakukan verifikasi jumlahnya.

"Ini tentu saja tidak berarti bahwa kita memutuskan hubungan dengan boeing, pembicaraan kita dengan boeing tentu saja masih kita lanjutkan, tetapi dalam kapasitas PKPU, saya ingin menyampaikan boeing tidak mendaftar sehingga masih dalam klasifikasi kreditor terindentifikasi tak terverifikasi dan tidk juga mendaftar dalam 30 hari," bebernya.

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya