Tokopedia, Blibli hingga Bukalapak Bakal Ikut Pungut Pajak, Kapan?

Kementerian Keuangan menilai, sejumlah marketplace lokal semisal Tokopedia, Blibli hingga Bukalapak sudah siap untuk jadi agen pemungut pajak.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 04 Okt 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan menilai, sejumlah marketplace lokal semisal Tokopedia, Blibli hingga Bukalapak sudah siap untuk jadi agen pemungut pajak. Adapun ketentuan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, atau UU HPP.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, implementasi Pasal 32A UU HPP sudah dilaksanakan secara bertahap, dengan melakukan uji coba penarikan pajak oleh platform e-commerce lokal melalui bela pengadaan.

"Pertanyaannya, kapan akan diterapkan untuk marketplace lokal? Sejauh ini kalau dari hasil evaluasi kita dengan konsep bela pengadaan, tidak ada masalah yang menjadi catatan, tidak ada masukan dari platform terkait dengan kesulitan. Artinya, ini memang bisa dan dapat diterapkan," ujarnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Namun demikian, Yon menambahkan, pemerintah masih menunggu momentum yang tepat untuk pelaksanaannya. Saat ini, masih dilakukan evaluasi kapan marketplace lokal nantinya bisa diberikan hak untuk memungut pajak.

"Nah, saat ini masih kita lakukan evaluasi. Kita masih coba siapkan konsepnya, kira-kira nanti ya, mungkin masih perlu pertimbangan lah. Karena ini kan tentu masih perlu didiskusikan," tegasnya.

"Tidak hanya internal DJP, tentu kita nanti diskusi karena ini policy kan, kita berbicara dulu dengan berbagai stakeholder yang terkait," kata Yon.

Menimpali pernyataan tersebut, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pemerintah masih terus berdiskusi dengan para pelaku marketplace lokal untuk kesiapan teknisnya.

"Itu yang pasti akan kami lakukan. Jadi sekarang baru dalam tahap diskusi untuk bagaimana pasal 32A UU HPP kita implementasikan," ujar Suryo.

 

Ikut PPS, 2.422 Wajib Pajak Janji Pulangkan Harta dari Luar Negeri

Pemerintah Peroleh Pajak Rp2,48 Triliun dari Program PPS
Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Pemerintah memperoleh PPh senilai Rp2,48 triliun setelah 66 hari pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mendata, ada sebanyak 2.422 wajib pajak (WP) yang sepakat untuk menjadi peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) hingga batas waktu 30 September 2022.

Namun dari jumlah tersebut, DJP mengkonfirmasi masih ada sejumlah wajib pajak yang belum melaksanakan repatriasi harta, meskipun secara angka tidak disebutkan detilnya.

Direktur Jenderal Suryo Utomo memastikan, pihaknya bakal terus memburu wajib pajak yang tidak melakukan repatriasi harta tepat waktu.

"Kalau masalah ternyata yang bersangkutan tidak melakukan repatriasi ya kita kirimkan klarifikasi. Kita tanya yang bersangkutan, kok tidak jadi repatriasi," tegas Suryo dalam sesi media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menambahkan, hingga batas akhir penyampaian repatriasi per 30 September 2022, Kementerian Keuangan sudah mendata adanya 2.422 wajib pajak dalam PPS yang mencontreng untuk mengikuti memulangkan asetnya di luar negeri.

"Atas data tersebut, kita telah lakukan email blast untuk ingatkan segera menyampaikan repatriasinya, realisasikan dengan menyetorkan kepada bank dalam negeri. Dari situ akan dilihat hasilnya seperti apa," ungkapnya.

Wajib Pajak Bandel

Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Setelah itu, ia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemantauan dan menindaklanjuti wajib pajak yang masih membandel belum melaporkan hartanya.

"Bagi yang mengikuti kita sepakat ini akan terus ikut. Bagi yang tidak akan ditindaklanjuti. Kalau tidak, akan diperhitungkan PPh finalnya," tegas Yon.

Adapun secara aturan, bila komitmen repatriasi harta tidak dipenuhi hingga batas waktu, terdapat sanksi berupa tambahan pajak penghasilan (PPh) final. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021.

Peserta PPS pada kebijakan I yang gagal melakukan repatriasi harta akan dikenakan tambahan PPh final 4 persen bila dibayar secara sukarela, dan 5,5 persen jika melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Sementara untuk peserta PPS pada kebijakan II yang gagal melakukan repatriasi harta bakal dikenakan tambahan PPh final 5 persen bila dibayar sukarela, dan 6,5 persen jika melalui penerbitan SKPKB. 

2 Sumber Penerimaan Pajak Terbesar: PPS dan Kenaikan Tarif PPN

Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Realisasi penerimaan pajak negara hingga Agustus 2022 mencapai angka Rp 1.171,8 triliun, naik 58,1 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) jadi pengungkit utama penerimaan pajak tersebut, terutama pada realisasi per Juni 2022.

Khususnya untuk ruang lingkup peraturan UU HPP yang meliputi program pengungkapan sukarela (PPS), serta kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang dimulai per April 2022.

"Program PPS yang berakhir di Juni (2022) dan kemarin terkait dengan penyesuaian PPN, dua itu lah kontribusi terbesar," ujar Suryo dalam sesi media briefing di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

"Juni memang betul-betul paling ini, karena Juni batas waktu PPS. Di bulan lain, apalagi di tiga bulan Juni-Agustus agak melandai lagi, karena harga komoditas fluktuatif," dia menambahkan.

Lebih lanjut, Suryo juga tak memungkiri, kenaikan harga komoditas baik di pasar domestik maupun internasional turut memberikan dampak besar terhadap penerimaan pajak hingga Agustus 2022.

"Harga komoditas betul-betul berefek di Agustus sampai September (2022). Tren harga komoditas refleksinya di PPh. Ada semacam pemerataan dari setoran pajak dari waktu ke waktu karena peningkatan harga komoditas," bebernya.

Suryo pun optimistis target penerimaan pajak hingga akhir tahun ini, seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1,6 triliun bisa dicapai.

"Kita usahakan semaksimal mungkin. Untuk menerapkan target ya kita pasti menghitung ekspektasi dan segala macam, kalkulasi pasti ada," pungkas dia.  

Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022, Naik 55,7 Persen

NIK Resmi Menjadi NPWP
Ilustrasi pengisian formulir pembayaran pajak. (Sumber foto: Pexels.com).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.

Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).

Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.

Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.

Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.

  

Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya