Harga Batubara Acuan Indonesia Amblas Jadi USD 308,2 per Ton

Disebutkan, kondisi pasokan gas Eropa punya pengaruh besar dalam menentukan fluktuasi besaran Harga Batubara Acuan ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Nov 2022, 19:03 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2022, 18:50 WIB
FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten. Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia pada November 2022 tercatat mengalami penurunan(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia pada November 2022 tercatat mengalami penurunan sebesar USD 22,77 per ton atau 7,39 persen dibanding HBA Oktober ke angka USD 308,2 per ton.

Disebutkan, kondisi pasokan gas Eropa punya pengaruh besar dalam menentukan fluktuasi besaran Harga Batubara Acuan ini.

"Meningkatnya pasokan gas di Eropa membuat harga gas melandai, kondisi ini berdampak juga pada harga batubara yang ikut merosot," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Kamis (3/11/2022).

Faktor lain yang turut mempengaruhi penurunan HBA adalah produksi batubara Tiongkok serta kondisi perekonomiannya.

"Selain itu, peningkatan produksi batubara dan perlambatan ekonomi Tiongkok turut menjadi salah satu penyebab menurunnya harga batubara secara global," ungkap Agung.

Adapun pergerakan HBA sejak awal tahun 2022 sempat menyentuh nilai tertinggi pada bulan Oktober, dimana HBA terkerek hingga menyentuh level USD330,97 per ton.

Faktor kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia - Ukraina yang menyebabkan fluktuasi harga gas Eropa menjadi faktor pengerek utama.

Produksi batubara Tiongkok yang mengalami peningkatan namun perlambatan perekonomiannya menjadi faktor lain menurunnya HBA bulan ini.

 

Sebab 2 Faktor

Tambang Batubara
Pertambangan batu bara di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).

Banyak Bank Masih Danai PLTU Batu Bara, Mengapa?

Simak Strategi PLN Amankan Pasokan Batu Bara ke PLTU
PLN mendorong skema kontrak jangka panjang dengan penambang. Hal terjadi dijadikan strategi jitu untuk mengamankan pasokan batu bara bagi pembangkit milik perseroan.

Sejumlah bank di Indonesia bahkan di dunia masih terus memberikan kucuran kredit atau pembiayaan kepada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan baku batu bara. Padahal banyak pihak meminta bank tidak mendanai PLTU demi menjaga bumi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira pun menjelaskan alasan dari bank ini. Salah satunya adalah rate of return atau laju pengembalian dana pinjaman yang masih tinggi.

"Imbal hasilnya masih tinggi ya dibandingkan rata-rata pasar," ujar Bhima kepada wartawan, Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Selain itu, sebagian besar PLTU dianggap bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Padahal hal tersebut merupakan persepsi yang salah karena memang sebagian besar PLTU mendapat bantuan dari pemerintah sebagai penjaminnya. Termasuk PLN di Indonesia.

"Dan ini persepsi yang salah yang perlu kita luruskan, dianggapnya PLN tidak pernah bangkrut. Jadi selalu ada APBN yang akan membackup," terang Bhima.

"Tapi kita lihatlah bagaimana subsidi negara yang kemudian keluar, PLN tiap tahunnya keluar, bahkan pas Covid-19 kemarin pengeluaran untuk membantu PLN juga tidak kecil.Kemudian, proyek yang dikerjakan pemerintah saja yang sifatnya jelas komersil bukan subsidi seperti kereta cepat - jakarta bandung misalnya," lanjut dia.

Padahal ini ini sebenarnya sangat berbahaya. Ia pun menjelaskan saat PLN mengalami krisis energi di awal tahun ini. Pemerintah pun kemudian turun tangan dengan pelarangan ekspor batu bara.

Sejauh ini banyak juga bank yang berkilah telah membiayaan proyek PLTU baru bara. Mereka mengatakan bahwa pembiayaan bukan ke proyek tetapi ke perusahaan.

"Kita nggak membiayai kok soal PLTU, kita membiayai korporasinya karena di dalam korporasi itu ada banyak sekali unit bisnis yang salah satu diantaranya pembangkit listrik berbahan fosil. Itu salah satu trik mereka sehingga mereka terkesan sebenarnya maju kepada energi bersih, karena mereka tidak membiayai secara spesifik perusahaan batu bara," tandas dia.

Infografis SKK MIgas
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya