Selain Tambah Anggaran Militer, China Incar Ekonomi 2023 Tembus 5 Persen

China juga akan memperluas anggaran pertahanannya sebesar 7,2 persen menjadi sekitar USD 224 miliar tahun ini.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Mar 2023, 14:58 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2023, 14:58 WIB
Selain Tambah Anggaran Militer, China Incar Ekonomi 2023 Tembus 5 Persen
Selain Tambah Anggaran Militer, China Incar Ekonomi 2023 Tembus 5 Persen(AP Photo/Kanis Leung)

Liputan6.com, Jakarta China mematok menetapkan target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen untuk tahun 2023. Sebelumnya, negara ini juga menambah anggaran pertahanan.

Seperti diketahui, negara itu sedang berusaha untuk menghidupkan kembali ekonominya setelah lebih dari setahun melemah karena pembatasan pandemi.

Melansir CNN Business, Rabu (6/8/2023) China juga akan memperluas anggaran pertahanannya sebesar 7,2 persen menjadi sekitar 1,55 triliun yuan (USD 224 miliar) tahun ini menandai sedikit peningkatan dari pertumbuhan tahun sebelumnya.

Kedua angka untuk tahun mendatang dirilis pada pembukaan pertemuan tahunan National People’s Congress (NPC), badan legislatif negara itu, yang menarik hampir 3.000 delegasi ke Beijing selama delapan hari ke depan.

"Ekonomi China sedang melakukan pemulihan yang stabil dan menunjukkan potensi dan momentum yang besar untuk pertumbuhan lebih lanjut," kata Perdana Menteri China Li Keqiang kepada para delegasi saat menyampaikan laporan kerja pemerintah pada pembukaan kongres.

Perekonomian China telah menambahkan lebih dari 12 juta pekerjaan perkotaan pada tahun lalu, dengan tingkat pengangguran perkotaan turun menjadi 5,5 persen.

China fokus yang menekankan fokus China untuk memastikan pertumbuhan, lapangan kerja dan harga yang stabil di tengah inflasi global dan menetapkan target PDB.

"Angkatan bersenjata harus mengintensifkan pelatihan dan kesiapsiagaan militer secara menyeluruh, mengembangkan panduan strategis militer baru, mencurahkan energi yang lebih besar untuk pelatihan dalam kondisi pertempuran dan melakukan upaya terkoordinasi dengan baik untuk memperkuat kerja militer di semua arah dan wilayah," ujar PM Li Keqiang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mulai Pulih

Kekeringan Picu China Putus Listrik ke Pabrik-Pabrik dan Rumah
Seorang pria mengenakan masker berjalan di dekat spanduk bertuliskan "Toko Sejahtera Disewakan" tergantung di sebuah toko kosong di Beijing, Rabu, 17 Agustus 2022. Pabrik-pabrik di barat daya China telah ditutup dan sebuah kota memberlakukan pemadaman bergilir setelah waduk yang digunakan untuk menghasilkan tenaga air mulai menipis akibat kekeringan yang memburuk, menambah ketegangan ekonomi pada suatu waktu ketika Presiden Xi Jinping mencoba untuk memperpanjang posisinya dalam kekuasaan. (AP Photo/Andy Wong)

Seperti diketahui, PDB China meningkat hanya 3 persen pada tahun 2022, jauh meleset dari target resmi sekitar 5,5 persen terutama karena pembatasan terkait Virus Corona yang berkepanjangan.

Itu adalah tingkat pertumbuhan tahunan ekonomi China terendah kedua sejak 1976, setelah tahun 2020 – ketika wabah Covid awal hampir melumpuhkan perekonomian.

Data resmi menunjukkan pabrik-pabrik di China suah mengalami bulan terbaiknya dalam hampir 11 tahun pada bulan Februari, menggarisbawahi seberapa cepat aktivitas ekonomi bangkit kembali setelah berakhirnya gelombang Covid. Industri jasa dan konstruksi juga menunjukkan kinerja terbaiknya dalam dua tahun.

Moody's Investors Service sejak itu menaikkan perkiraan pertumbuhan China menjadi 5 perse untuk tahun 2023 dan 2024, naik dari 4 persen sebelumnya, mengutip rebound yang lebih kuat dari perkiraan dalam jangka pendek.

Namun, analis masih memperkirakan jalur yang sulit untuk pemulihan China di tengah hambatan global, yang mungkin juga tercermin dalam target konservatif 2023 "sekitar 5%".

Ekonomi global di diprediksi bakal melemah tahun ini karena kenaikan suku bunga dan perang Rusia Ukraina terus membebani aktivitas, menurut perkiraan Dana Moneter Internasional pada bulan Januari. Pertumbuhan global kemungkinan akan melambat dari 3,4 persen pada 2022 menjadi 2,9 persen pada 2023.


Indonesia Bisa Jatuh Resesi Lagi, tapi Tergantung Ekonomi China

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Akan Meningkat
Anak-anak dengan latar gedung bertingkat menikmati minuman di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus memasang mata terhadap situasi perekonomian dunia yang masih belum menentu. Ia mewaspadai potensi terjadinya resesi global, yang tentu akan turut berimbas terhadap ekonomi Indonesia.

Menurut dia, kondisi perekonomian global, terutama negara maju masih mengalami tantangan yang sangat berat. Pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan lebih lambat dari 2022, apalagi 2021 yang jadi momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi.

"Sehingga tren melemahnya ekonomi di negara maju ini masih berlanjut. Dan, kemungkinan terjadi resesi global juga masih ada. Oleh karena itu, peranan dari pertumbuhan ekonomi global melambat," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023).

"Terutama disumbangkan perekonomian Amerika, Eropa, meskipun Tiongkok akan maju tapi masih di bawah target yang diharapkan Pemerintah Tiongkok itu sendiri. Ini tentu akan menjadi pengaruh yang akan sangat menentukan perekonomian Indonesia juga," ujarnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani lantas melihat beberapa indikator, seperti global commodity index naik 15 persen secara tahunan (year on year). "Ini merupakan titik tertinggi, naik 33 persen pada bulan Mei 2022," imbuhnya.

 

 


Ancaman Inflasi

Realisasi Pendapatan Negara Naik 18,2 Persen
Anak-anak saat bermain dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (23/11/2021). Kenaikan pendapatan negara mengindikasikan pemulihan ekonomi terus berlanjut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Namun, tingkat inflasi di berbagai negara jadi yang tertinggi dalam jangka waktu 40 tahun terakhir. Begitu juga kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang kiat menguat meski Negeri Paman Sam tengah berjibaku dengan lonjakan inflasi.

"Sehingga dari sisi kebijakan moneter di Amerika Serikat yang diperkirakan masih akan bertahan dengan suku bunga tinggi cukup lama, menyebabkan dolar Amerika mengalami penguatan," sebut Sri Mulyani.

Catatan lainnya, stok saham untuk negara-negara berkembang mengalami penurunan 20 persen, disebabkan oleh interest rate tinggi yang membuat harga saham mengalami tekanan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya