India Setop Ekspor Beras, Cuaca Buruk Rusak Panen

India sendiri dikenal sebagai pengekspor beras terbesar di dunia

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 21 Jul 2023, 13:22 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2023, 11:21 WIB
Mimpi Beli Beras
India telah melarang ekspor beras putih non-basmati dalam upaya menahan lonjakan harga dalam negeri. Foto: Freepik.com

Liputan6.com, Jakarta India telah melarang ekspor beras putih non-basmati dalam upaya menahan lonjakan harga dalam negeri.  Hujan lebat telah merusak panen di India dan harga beras naik lebih dari 11 persen selama 12 bulan terakhir.

Beras putih non-basmati saat ini menyumbang sekitar seperempat dari ekspor beras India, menurut keterangan Kementerian Urusan Konsumen India, saat mengumumkan perubahan kebijakan tersebut.

"Wajar untuk mengatakan ini akan berdampak cukup besar pada harga pangan global," kata Emma Wall, Kepala Analisis dan Penelitian Investasi di Hargreaves Lansdown, melansir BBC, Jumat (21/7/2023).

Pasokan pangan di berbagai negara kini sudah di bawah tekanan, setelah penarikan Rusia pekan ini dari kesepakatan yang menjamin pengiriman biji-bijian Ukraina, termasuk gandum.

India sendiri dikenal sebagai pengekspor beras terbesar di dunia, menyumbang lebih dari 40 persen pengiriman global. Beras non-basmati terutama diekspor ke negara-negara di Asia dan Afrika.

Tahun lalu, pemerintah India mengenakan pajak ekspor sebesar 20 persen untuk mencegah penjualan asing. Langkah ini juga membatasi pengiriman gandum dan gula.

Di sisi lain, ekspor bisa lebih menguntungkan bagi petani India daripada menjual di dalam negeri.

Meski ada larangan ekspor beras, Pemerintah India mengatakan bahwa petani masih dapat mengekspor beras jenis lain, termasuk beras basmati berbiji panjang, memastikan mereka "mendapatkan manfaat dari harga yang menguntungkan di pasar internasional".

Selain itu, India juga akan mempertimbangkan untuk mengizinkan pengiriman ke negara lain berdasarkan kebutuhan ketahanan pangan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Cuaca Buruk Picu Masalah Pangan di India

Gandum
Ilustrasi tanaman gandum. (Sumber foto: Pexels.com)

Perang di Ukraina tahun lalu menyebabkan harga pangan global melonjak.

Sementara tekanan tersebut telah mereda di tingkat internasional, di India, cuaca buruk telah merusak panen di banyak negara bagian utara, mendorong harga banyak barang - termasuk tomat dan bawang - meningkat tajam.

Harga sayuran di India telah melonjak 12 persen dari bulan Mei hingga Juni, berkontribusi pada kenaikan biaya hidup. Inflasi naik menjadi 4,8 persen bulan lalu, yang lebih tinggi dari yang diharapkan sebagai akibat dari naiknya biaya pangan.

Meningkatnya biaya hidup juga mendorong tekanan politik pada pemerintah di India, menjelang pemilihan nasional tahun depan. Negara itu juga akan melihat pemilihan tingkat negara bagian dalam beberapa bulan mendatang.

Devinder Sharma, seorang ahli kebijakan pertanian di India, mengatakan pemerintah sedang berusaha mengantisipasi kekurangan produksi, dengan daerah penanaman padi di wilayah selatan juga terkena risiko hujan kering karena musim El Nino melanda akhir tahun ini.

"Pemerintah mengambil pendekatan yang sangat, sangat hati-hati," ungkapnya.


Mitigasi Dampak El Nino, BULOG Jamin Pasokan Beras Nasional Aman

FOTO: Panen Padi Rutin di Kawasan Ujung Menteng
Petani memanen padi dari Sawah Abadi di kawasan Ujung Menteng, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Padi hasil panen tersebut tidak dijadikan beras, tapi dijadikan benih untuk dibagikan kepada kelompok tani yang ada di wilayah Jakarta. (merdeka.com/Imam Buhori)

Perum Badan Urusan Logistik (BULOG) menjamin pasokan beras yang tersebar di seluruh gudang penyimpanan di Indonesia dalam memitigisi dampak El Nino berada pada jumlah yang aman. Bulog juga memastikan, penyediaan stok pangan dengan melakukan penyerapan beras secara masif terus dilakukan.

Direktur Bisnis Perum BULOG, Febby Novita menegaskan bahwa Perum BULOG telah melakukan upaya mitigasi dengan menyerap sebanyak-banyaknya beras guna memastikan pasokan beras nasional dalam jumlah aman.

"Masyarakat tidak perlu khawatir, stok beras yang dikuasai BULOG saat ini ada sebanyak 750 ribu ton, di samping itu hingga hari ini BULOG sudah menyerap lebih dari 700 ribu ton beras petani dalam negeri dan akan terus menyerap selama produksi masih ada dan sesuai ketentuan," ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (19/7/2023).

"BULOG juga terus menjamin kebutuhan pangan khususnya beras akan terus tersedia, terutama dalam kondisi rawan seperti saat ini," imbuh Febby.


Maksimalkan Seluruh Instrumen

5000 Ton Beras Impor Asal Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
Aktivitas pekerja saat melakukan bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selain itu, Febby mengatakan bahwa BULOG terus memaksimalkan seluruh instrumen yang ada sebagai langkah antisipasi bersama menghadapi El Nino serta untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan dengan melibatkan kelompok tani, penggilingan tradisional, serta para stakeholder lainnya.

"BULOG juga terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun daerah guna menjaga pemerataan ketersediaan stok," katanya.

"Tidak hanya memastikan seluruh gudang BULOG dipenuhi oleh stok, namun BULOG juga menyediakan kebutuhan beras di tingkat lokal baik secara offline maupun online dan melalui outlet-outlet binaan Perum BULOG seperti RPK (Rumah Pangan Kita) yang tersebar di seluruh Indonesia, serta jaringan retail modern yang ada," jelas Febby.

Febby menyebut, berbagai upaya yang dilakukan BULOG saat ini, di samping untuk memupuk stok cadangan beras pemerintah, juga sebagai penggerak roda perekonomian, terutama dalam menjaga stabilisasi dan inflasi beras yang mungkin terjadi.

"Selain itu, BULOG juga ditugaskan menambah pasokan dari importasi. Hingga kini, BULOG sudah merealisasikan penugasan impor untuk tahun 2023 sebanyak 500 ribu ton di tahap pertama dan tahap kedua sebesar 300 ribu ton," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya