Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan menyoroti perlambatan negara-negara ekonomi terbesar di dunia dalam beberapa waktu terakhir, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok, yang dapat berdampak pada perdagangan global.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi memaparkan, berbagai organisasi internasional memproyeksikan ekonomi negara maju tumbuh hanya 1,5 persen di sisa 2023 dan kembali turun ke 1,4 persen di 2024 mendatang.
Baca Juga
Advertisement
“Kalau di negara maju, ekspansi ekonomi itu lebih kecil lagi pertumbuhannya. Ini akan berpengaruh khususnya pada perdagangan global. Dengan adanya berbagai dinamika global kita sebetulnya bukan pesimis, tapi ini merupakan tantangan buat kita,” ujarnya.
Pertumbuhan Ekonomi
Didi melanjutkan, pertumbuhan ekonomi suatu negara tak lepas dari demand (permintaan) dalam perdagangan global.
“Kalau ekonomi turun yang linearnya biasanya akan turun. Ini akan mempengaruhi performa perdagangan kita, khususnya di sektor ekspor,” ungkap Didi.
Sejauh ini, melihat angka di periode Januari-Oktober 2023, ekspor Indonesia mencatat performa yang cukup baik, lanjut Didi.
“Memang ada turun dari sisi nilai, karena tren harga-harga di seluruh dunia ini sedang menurun khususnya di harga komoditas yang masih menjadi tumpuan ekspor Indonesia,” bebernya, merujuk pada harga CPO, batu bara, dan hasil tambang lainnya.
Didi menilai, kebijakan Pemerintah untuk melakukan hilirisasi merupakan kebijakan yang tepat, karena akan mendorong nilai tambah barang itu sendiri.
Termasuk Indonesia, 8 Negara Berkembang Ini Kebut UMKM Naik Kelas
Sebelumnnya, Kementerian Koperasi dan UKM bersama organisasi 8 negara berkembang (Developing 8 Countries/D-8) gandengan untuk meningkatkan kapasitan koperasi dan UMKM. Ada sejumlah program prioritas yang dikebut agar usaha tersebut bisa naik kelas.
Sekretaris Kemenkop dan UKM Arif Rahman Hakim menerangkan kerja sama ini diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan bagi masyarakat khususnya pelaku UMKM dan koperasi negara anggota D-8.
“Ini sangat baik untuk kita tindaklanjuti. Karena ini akan memberikan banyak manfaat bagi negara anggota D-8. Masing-masing negara mempunyai keunggulan dan potensi,” kata dia dalam keterangannya, Senin (20/11/2023).
Turut hadir delegasi dalam pertemuan tersebut, Director I Administrative, Legal and Internal Issues D-8 Ahmar Ismail, Director II Economy Implementation and External Relations D-8 Punjul Nugraha dan Diplomat Ahli Pertama Kementerian Luar Negari Pragusdiniyanto Soemantri.
Kelompok D-8 Negara Berkembang (disingkat D-8, Developing 8 Countries) mencakup delapan negara berkembang yang memiliki mayoritas penduduk beragama Islam yang berkeinginan mempererat kerja sama dalam pembangunan. Anggotanya mencakup Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki.
“Kami memiliki beberapa program prioritas. Untuk usaha mikro kami memperkuat legalitas usaha, UKM memperkuat rantai pasok, sedangkan koperasi kami dorong untuk menjadi koperasi modern dan untuk wirausaha, kami menargetkan terciptanya 1 juta wirausaha baru,” ujar Arif.
Maka, kata Arif, menjadi penting dalam kerja sama yang akan dijajaki oleh organisasi D-8, untuk bertukar informasi mengenai pemberdayaan koperasi dan UMKM, yang telah dilakukan oleh negara anggota D-8.
“Menjadi penting dalam hal ini untuk sharing knowledge, bertukar informasi untuk memajukan UMKM dan koperasi bagi para negara anggota D-8. Saya meyakini masing-masing negara punya pengalaman yang sangat baik dalam mengimplementasikan kebijakan,” ucapnya.
Advertisement
Libatkan Indonesia
Pada kesempatan yang sama, Sekjen D-8 Isiaka Abdulqadir Imam mengatakan, organisasi D-8 juga akan fokus pada pengembangan UMKM dengan melibatkan seluruh anggota D-8 termasuk Indonesia.
“UMKM memiliki peranan penting dalam pengembangan ekonomi di seluruh negara D-8. Bahkan di Indonesia, 99 persen pelaku usaha didominasi pelaku UMKM. Saya menyambut baik untuk segera menyelenggarakan pertemuan pertama pada tahun 2025,” kata Isiaka Abdulqadir Imam.
Ia juga menargetkan, pada tahun 2030 perdagangan produk UMKM antar negara D-8 dan di pasar global dapat menyentuh angka 500 miliar dolar AS.
“Pengembangan UMKM pada anggota D-8 menjadi sektor yang penting untuk ditingkatkann, dan ini menjadi penting untuk menyejahterakan masyarakat,” ujar Isiaka Abdulqadir Imam.