Liputan6.com, Jakarta China dipastikan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen pada tahun 2024.
Hal itu diungkapkan oleh Wang Yiming, penasihat kebijakan bank sentral China, People’s Bank of China.
Baca Juga
Mengutip US News, Selasa (19/12/2023) Wang Yiming menyebutkan bahwa perekomonian China kemungkinan akan tumbuh 5 persen tahun depan, jika investasi meningkat 4-5 persen, konsumsi meningkat 6-7 persen, dan ekspor kembali tumbuh.
Advertisement
Dalam sebuah forum di Beijing, dia menyampaikan bahwa China mempunyai ruang untuk meningkatkan dukungan terhadap perekonomian, mengingat beban utang pemerintah pusatnya relatif rendah dan harga konsumen juga rendah.
Pada November 2023, China mencatat kenaikan tingkat tercepat dalam tiga tahun.
Wang mengungkapkan, China juga dapat menurunkan suku bunga karena Federal Reserve kemungkinan telah berhenti menaikkan suku bunganya, meskipun kesenjangan suku bunga yang besar antara kedua negara ekonomi besar dan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap perbankan dapat menjadi kendala.
Pada konferensi tahunan Central Economic Work yang diadakan pada 11-12 Desember, para pejabat China menyatakan untuk menyesuaikan kebijakan guna mendukung pemulihan ekonomi pada tahun 2024.
Optimisme Pemerintah
Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan akan mencapai target pemerintah sekitar 5 persen tahun ini.
Diwartakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti ekonomi China masih dalam kondisi pelemahan ekonominya dan belum menujukkan tanda-tanda berakhir.
Berbagai faktor struktural yang bersifat jangka menengah, antara lain demografi, labour atau tenaga kerja, aging dan krisis properti masih menjadi faktor pemberat ekonomi negara tersebut.
Selanjutnya, perekonomian di kawasan Eropa melemah cukup tajam. Bahkan di Jerman dan Inggris sempat mengalami kontraksi.
"Defisit fiskalnya tinggi, inflasinya core inflation juga masih tinggi. Dan ini menyebabkan Eropa alami kondisi tekanan suku bunga belum tunjukan tanda-tanda sampai titik puncak. Selain ekonomi, kondisi geopolitik menunjukkan risiko yang makin tinggi," kata dia, dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Jumat (15/12).
Kebijakan Makroekonomi Berjalan Baik, Ekonomi China Dipastikan Pulih di 2024
Perekonomian Tiongkok diperkirakan akan mencapai pemulihan dan lebih banyak peluang dibandingkan tantangan pada tahun 2024. Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat negara tersebut.
Pejabat itu, dalam Konferensi Kerja Ekonomi Pusat tahunan yang diadakan pada 11-12 Desember mengatakan bahwa kebijakan makroekonomi akan terus memberikan dukungan bagi pemulihan ekonomi Tiongkok.
Konferensi tersebut mengumpulkan para pejabat utama Tiongkok untuk menetapkan target ekonomi untuk tahun berikutnya.
"Harga (komoditas) di Tiongkok mulai rendah, tingkat utang pemerintah pusat tidak lagi tinggi, dan terdapat kondisi untuk memperkuat implementasi kebijakan moneter dan fiskal," kata pejabat tersebut dalam laporan Xinhua, mengutip kantor Komisi Urusan Keuangan dan Ekonomi Pusat.
Namun, hambatan dalam siklus ekonomi domestik masih terjadi karena permintaan, konsumsi, dan investasi perusahaan masih lemah.
Tahun depan, para pejabat Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa negara itu akan berupaya beralih dari pemulihan pascapandemi ke pertumbuhan konsumsi yang berkelanjutan.
Pada November 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi 5,4 persen tahun ini, dan mengaitkan revisi tersebut dengan pemulihan pasca-COVID-19 yang kuat.
Tiongkok sendiri telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen.
Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini juga akan mengembangkan area pertumbuhan konsumsi baru seperti rumah pintar, rekreasi dan pariwisata serta acara olahraga.
Dampak dari penerbitan obligasi negara, pemotongan suku bunga, pemotongan pajak dan biaya serta kebijakan lainnya tahun ini akan berlanjut hingga tahun depan, kata laporan itu.
Tiongkok juga akan terus memantau pasar real estate yang sedang dihadapi krisis dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang wajar bagi perusahaan real estate.
"Dengan upaya bersama dari semua pihak, tujuan kebijakan pencegahan risiko real estat dan stabilisasi pasar dapat tercapai sepenuhnya," demikian pernyataan pejabat Tiongkok dalam laporan Xinhua.
Advertisement
Xi Jinping Sebut Pemulihan Ekonomi China Masih di Titik Kritis
Presiden China Xi Jinping mengakui bahwa pemulihan ekonomi negaranya masih berada pada tahap kritis.
Sebagai informasi, pelemahan ekonomi China didorong oleh aktivitas domestik yang lesu dan permasalahan sektor properti yang belum pulih.
Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini mengalami pertumbuhan moderat sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023, sedikit di bawah target 5 persen yang ditetapkan Beijing, yang merupakan salah satu target terendah dalam beberapa tahun terakhir.
"Saat ini, pemulihan ekonomi negara ini masih berada pada tahap kritis," kata Xi Jinping pada pertemuan Politbiro Partai Komunis China, dikutip dari Channel News Asia, Senin (11/12/2023).
Laporan media pemerintah China, CCTV membeberkan, Xi Jinping mendesak langkah-langkah untuk meningkatkan perekonomian.
"Situasi pembangunan yang dihadapi negara ini rumit, dengan meningkatnya faktor-faktor buruk dalam lingkungan politik dan ekonomi internasional," ujar Xi Jinping.
"Penting untuk fokus pada percepatan pembangunan sistem industri modern, memperluas permintaan domestik, (dan) mencegah dan mengurangi risiko," tambahnya.
Selain itu, Presiden China juga menekankan perlunya memperkuat kemandirian di sektor-sektor utama ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mempercepat pembangunan tata letak baru.
Seperti diketahui, para pejabat China telah berjuang untuk mempertahankan pemulihan dari dampak pandemi COVID-19, bahkan setelah menghentikan tindakan pembatasan pada akhir tahun 2022.
Ekspor China telag naik pada bulan November 2023 untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, para pejabat mengumumkan pada hari Kamis.
Ekspor China, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan sebagian besar telah mengalami penurunan sejak Oktober lalu, kecuali pemulihan jangka pendek pada bulan Maret dan April 2023. Penurunan impor yang mengejutkan di bulan November menunjukkan lemahnya aktivitas konsumen di dalam negeri.