Liputan6.com, Jakarta Sejak 1 Desember 2023, Bayu Krisnamurthi menempati posisi baru sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik atau Bulog. Tak ada yang menyangsikan pengangkatan Bayu menggantikan Budi Waseso karena sosoknya bukan nama baru di sektor pangan.
Dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada 18 Oktober 1964, Bayu menyelesaikan pendidikan sebagai sarjana agribisnis di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1987. Dia kemudian menempuh pendidikan Magister Sains di bidang Ekonomi Pertanian di kampus yang sama dan lulus pada 1991.
Baca Juga
Setelah itu, Bayu menempuh gelar Doktoralnya di bidang Ekonomi Pertanian, masih di IPB, dan lulus pada 1998. untuk kemudian menjadi dosen di almamaternya hingga menjabat Guru Besar Agribisnis FEM IPB.
Advertisement
Pada saat yang sama Bayu juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Pembangunan IPB (2000-2005) untuk kemudian diangkat menjadi Direktur Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB pada periode 2005-2006.
Kariernya di pemerintahan dan korporasi dimulai pada 2005 saat menjadi Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Penanggulangan Kemiskinan. Bayu pun aktif sebagai Pelaksana Harian Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan.
Karier Bayu di pemerintahan terus menanjak ketika dia menjabat sebagai Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Bayu mendampingi Menteri Pertanian (Mentan) Suswono sejak 6 Januari 2010 hingga perombakan kabinet diumumkan pada 18 Oktober 2011.
Dalam perombakan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggeser Bayu menjadi Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) menggantikan Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini yang kala itu dirotasi menjadi Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu).
Jabatan sebagai Wamendag terus dipegang Bayu hingga masa pemerintahan SBY berakhir pada 20 Oktober 2014. Selama periode jabatannya di Kementerian Perdagangan, Bayu Krisnamurthi bahkan sempat ditunjuk beberapa saat sebagai Plt Menteri Perdagangan (Mendag) menggantikan Gita Wirjawan, dan kembali jadi wakil setelah SBY menunjuk Muhammad Lutfi sebagai Mendag hingga akhir periode kekuasaannya.
Sejak masa ini, sebenarnya Bayu sudah mulai bersentuhan dengan Bulog, tepatnya saat menjabat sebagai Anggota Dewan Pengawas Perum Bulog pada periode 2007-2015. Berbekal sejumlah pengalaman tersebut, ia kemudian dipercaya menjadi Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) (2015-2017).
Selanjutnya, Bayu dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada 2021, yang kelak menjadi induk Holding BUMN Pangan dengan corporate brand name ID FOOD. Ia lantas ditugaskan kembali menjadi Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog sejak 4 Juli 2023, sebelum akhirnya dilantik sebagai Dirut Bulog awal Desember lalu.
Menikah dengan Pudjiningsih, Bayu memiliki tiga orang anak.
Lantas apa gebrakan yang tengah dilakukan Bayu di Bulog? Berikut petikan wawancara Bayu Krisnamurthi dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.
Â
Banyak Faktor Beras Mahal dan Langka
Sepak terjang Bapak di dunia pangan sudah sangat panjang, bisa diceritakan, Pak?
Ya, saya S1, S2, S3 semuanya di bidang pertanian, ekonomi pertanian basically. Terus kemudian saya sudah lebih dari 15 tahun di pemerintahan, pernah menjadi anggota kabinet dan berbagai tugas yang lain. Dan sekarang saya ternyata diberi tugas lagi untuk berada di Bulog.
Benar, Bapak pernah menjabat Wakil Menteri Pertanian dan Wakil Menteri perdagangan juga. Nah, apakah cita-cita Bapak dari kecil memang ingin berkutat di bidang ekonomi?
Tidak. Saya cuma ingin jadi dosen. Sebenarnya ingin jadi dosen, tapi memang ada kejadian kecil yang selalu jadi penyemangat ya. Jadi waktu saya masih kecil, masih kelas 2 atau kelas 3 SD gitu, saya sedang jalan-jalan di desa di Jawa Tengah dengan Eyang saya.
Kemudian saya lihat ada petani hanya pakai caping, tidak pakai baju dan hanya pakai celana hitam gitu. Terus saya tanya kenapa dia nggak pakai baju? Terus Eyang saya bilang dia miskin. Kasihan ya dingin dong, nggak pakai baju gitu kan. Terus iya kata Eyang saya.
Saya nanya lagi ke Eyang saya, gimana caranya dia supaya tidak miskin? Nah, pada waktu itu yang saya ingat betul kata-kata Beliau, Beliau mengatakan, ya nanti kamu yang mengusahakan untuk petani itu tidak miskin. Dan itu rasanya seperti doa ya, yang kemudian membuat akhirnya saya jalurnya ke sini.
Sekarang dengan posisi yang baru, bagaimana Bapak membagi waktu antara jadi dosen dengan di Bulog?
Ya karena setelah jadi Dirut Bulog, saya harus sangat mengurangi peran dan tugas saya sebagai dosen, sebagai guru besar di IPB. Ya nanti mudah-mudahan setelah selesai jadi tugas dirut ini, ya mudah-mudahan saya masih bisa kembali lagi ke kampus untuk ngajar lagi.
Nah, sekarang kita ngomongin beras. Di awal tahun 2024 ini, stok beras bagaimana, Pak?
Kalau stoknya Bulog aman ya. Stok Bulog itu sejak awal tahun, sejak pergantian dari 2023 ke 2024 terjaga. Kita selalu berhasil menjaga stok kita lebih dari 1 juta ton sampai dengan hari ini, alhamdulillah kita bisa jaga.
Yang memang sedang menghadapi tantangan adalah kondisi perberasan secara nasional, karena 2 bulan di awal tahun ini, Januari-Februari sebagaimana sudah dilaporkan oleh BPS, oleh berbagai pihak, Indonesia defisit antara 2,7-2,8 juta ton.
Di akhir tahun 2023 itu surplusnya, jadi kita masih surplus 2023 itu sekitar 300-400 ribu ton. Dua bulan ini sudah langsung habis yang surplus tadi dan tentunya masyarakat sudah menggunakan stok yang ada di masing-masing mereka.
Nah itulah yang kemudian membuat harga kemudian menjadi naik dan barangnya atau berasnya jadi seperti langka. Ya karena memang terjadi defisit dari sisi produksi kita. Nah, mungkin saya harus jelaskan juga, kenapa kok terjadi begitu? Itu karena berbagai macam hal dari sisi produksi, tapi yang sangat dominan menurut saya adalah karena musim kering yang panjang.
Artinya cuaca tidak lagi bisa diprediksi?
Biasanya musim hujan itu lazimnya di Indonesia mulai bulan September, Oktober sudah mulai musim hujan. Tapi tahun ini hujan itu baru ada di akhir Desember, awal Januari. Jadi mundur hampir dua bulan, sehingga petani padi nggak bisa menanam kalau tidak ada hujan, mereka membutuhkan hujan.
Jadi mereka mulai menanam di awal Januari dan mudah-mudahan bulan Maret ini kita mulai panen ya, dan sudah mulai terlihat sekarang produksi ada datang dari berbagai daerah.
Kalau impor beras bagaimana, apakah Bulog tetap memberlakukan kebijakan ini?
Ya karena kita memang defisit ya, maka harus ditutupi, harus dipenuhi kan? Jadi ya, mau tidak mau Bulog kemudian melaksanakan tugas pemerintah untuk memperkuat stok, tujuannya adalah memperkuat stok. Kita melakukan importasi, jadi sampai dengan bulan Februari kita sudah melakukan tugas itu.
Dan ini kemudian langsung terbagi karena seperti tahun lalu, tahun ini dimulai lagi kita melakukan kegiatan bantuan pangan yang jumlahnya 220.000 ton. Kalau pakai istilah ilmiahnya, mereka adalah quantile paling rendah. Ini menyasar kelompok masyarakat yang paling membutuhkan. Mereka dibagi 10 kilogram beras per keluarga per bulan secara gratis.
Jadi dengan demikian, paling nggak kelompok masyarakat ini tidak harus panik gitu kalau ada beras yang langka atau harga naik, dia paling nggak sudah punya nih, sebagian. Walaupun mungkin nggak semua ya, nggak bisa memenuhi. Ada yang bisa, ada yang nggak tapi sebagian sudah ada sehingga mereka lebih tenang.
Karena kelompok masyarakat ini yang saya katakan tadi, adalah yang paling resah kalau harga naik. Nah, untuk yang di atas kelompok masyarakat di atasnya, itu Bulog menjual beras, namanya beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Ini beras yang kita jaga harganya tetap murah, tidak naik.
Yang SPHP sampai dengan hari ini kita sudah menyalurkan sekitar 380.000 ton. Jadi ini yang mengisi pada tempat-tempat yang kosong, mengisi ke retail modern, ke pasar-pasar, itu kita isi dengan beras SPHP tadi yang kita jaga murah sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Lantas, kenapa harga beras tetap naik dan di retail modern terjadi kelangkaan?
Pertama, kenapa kok harganya mahal? Tadi sudah saya katakan bahwa karena masalah iklim, panen yang mundur, maka yang sebenarnya paling duluan terjadi itu harga gabah di tingkat petani. Harga gabah di tingkat petani, sebelumnya referensinya kira-kira Rp5.000-Rp5.500, Rp5.200, di antara Rp5.000-Rp6.000. Dalam tiga bulan terakhir naik menjadi Rp8.000 ya.
Naiknya lumayan, itu tapi di tingkat petani ya. Nah kalau pakai, biar sederhana, rumus di ekonomi pertanian itu kalau gabahnya Rp6.000, atau Rp7.000 atau Rp8.000, harga berasnya gampangnya kali dua. Supaya nggak rumit ngitungnya, katakanlah kasarnya kali dua saja. Nah jadi kalau gabahnya Rp8.000, maka berasnya jadi Rp16.000. Pasti itu, mau diapa-apain juga susah, pasti tetap segitu harganya.
Nah, khusus untuk retail modern, saya justru melihat bahwa retail modern kita ini orang atau lembaga-lembaga atau organisasi yang takut sama peraturan. Mereka adalah orang yang berusaha patuh gitu. Ada ketentuan mengenai HET, Harga Eceran Tertinggi.
Harga eceran tertinggi itu adalah harga yang dijual di tingkat eceran. Harganya itu Rp14.000 atau tepatnya Rp13.900, jadi Rp14.000. Jadi pengecer sebenarnya tidak boleh jual beras di atas Rp14.000, tapi tadi yang gabahnya sudah jadi Rp8.000, berasnya Rp16.000, kan si pengrajin penggilingan padinya juga nggak bisa dong jual Rp14.000 kan, jadi dia jual Rp16.000, maka si retail modern nggak beli.
Dia nggak beli dari penggilingan, dia berhenti beli dari penggilingan karena kalau dia beli, masa dia jual rugi? Kan nggak mungkin. Tapi kalau dia jual di atas Rp14.000 dia kena peraturan. Jadi akhirnya ya sudah, mohon maaf kami tidak jualan beras hari ini, ibaratnya begitu.
Solusinya bagaimana?
Nah tentu ini harus diatasi, makanya Bulog diberi tugas SPHP tadi, yang nggak naik harganya tetap Rp13.000-Rp14.000 itu kita juga jual ke retail modern. Sebenarnya tidak, desain dari SPHP tidak untuk retail modern sebenarnya, ya. Jadi kalau dulu dalam keadaan normal, ya nggak ada SPHP di retail modern gitu.
Tapi karena kondisinya ini tidak normal, karena masalah kelangkaan dan panen yang tertunda itu, ya sudah Bulog juga mengisi ke retail modern dan sampai dengan saat ini sudah hampir 11-12 ribu ton. Banyak banget loh itu, kita masukin ke retail modern gitu.
Hanya memang di retail modern itu ada peraturan mereka sendiri. Itu internal mereka, Bulog nggak bisa ikut campur. Jadi kalau Bulog jual, itu harus ke namanya distribution center. Distribution center itulah yang mengirim kepada outlet-outlet, ke masing-masing retail modern yang ada di permukiman, di mana-mana itu.
Jadi memang ada waktu jadinya. Dari Bulog ke distribution center, distribution center ke mereka. Dan memang juga karena Bulog SPHP-nya kalau dibandingkan dengan total market di Indonesia itu relatif sedikit. Begitu datang, habis, begitu datang habis, gitu.
Â
Â
Advertisement
Produksi Beras Dalam Negeri Harus Ditingkatkan
Bapak mengatakan salah satu penyebab kelangkaan dan kurangnya stok karena El Nino atau kekeringan, apakah tidak bisa diantisipasi?
Ya itulah kalau kita punya isu climate change ya, perubahan iklim. Dulu itu dalam sejarah Indonesia, katakanlah saya punya data yang sampai 150 tahun ya. El Nino atau kekeringan panjang itu terjadi biasanya siklusnya 10 tahunan. Tahun 70-an siklusnya menjadi 5 tahunan. Tahun 2000-an ini siklusnya tiga tahunan. Jadi perubahan iklim itu nyata terjadi di sekitar kita dan ini masalah yang sangat serius memang.
Jadi ya kita tidak bisa menyesali yang kemarin, ke depan kita harus antisipasi. Jadi kalau 2023-2024 ini El Nino sekarang ya, wajib diperhitungkan dan diantisipasi, mungkin 2026-2027 nanti akan ada kering panjang lagi, dan itu harusnya kita segera bersiap.
Dan persiapannya apa? Yang paling utama harus punya stok, gitu. Dan menurut saya kita harus punya stok dalam jumlah yang cukup dengan pengadaan dengan cara yang cerdas supaya nanti pada saat dibutuhkan kita bisa melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
Yang pasti untuk Ramadhan serta Lebaran tahun ini stok Bulog mencukupi ya, karena biasanya permintaan meningkat?
Di Indonesia kayaknya memang khas tuh ya. Jadi kalau bulan puasa yang harusnya mengurangi makan, harusnya kan 3 kali jadi 2 kali gitu. Tapi entah kenapa permintaannya justru naik kan? Jadi ya kita sudah bersiap. Kita harus selalu bersiap.
Dan pertama, alhamdulillah-nya pas masuk Ramadhan ini pas masuk panen ya, sekarang sudah mulai. Sehingga kalau kita lihat, paling nggak yang jelas-jelas kelihatan tuh di pasar-pasar grosir itu harga sudah turun Rp1.000, Rp1.500, bahkan udah yang Rp2.000.
Memang sih dari pasar grosir sampai ke rumah tangga itu akan butuh waktu dua mingguan, ya 20 harilah, 3 mingguan. Karena dibeli dulu oleh si pedagang ini, diangkut, kadang-kadang kan mereka jualnya dengan karung-karung yang 50 kiloan, di-rebagging istilahnya dimasukin ke kemasan yang lebih kecil dan seterusnya itu butuh proses.
Mudah-mudahan ini pas kita masuk ke Ramadhan di toko-toko sudah mulai banyak ya, tidak lagi menjadi pembatas. Itu menurut saya kabar baiknya, dan masih akan terus berlanjut perkiraan baik dari Kementerian Pertanian, BPS, semua memperkirakan bahwa panen ini akan berlangsung kira-kira sepanjang bulan Maret sampai bulan April.
Nah, jadi dengan demikian Ramadhan dan Lebaran kita yang bersamaan dengan panen itu adalah kabar baik, gitu. Sehingga harga mudah-mudahan akan lebih terkendali. Hanya memang sekarang yang mulai diberitakan kan produk lain ya, kayak telur, ayam, dan yang lain.
Itu saya kira adalah hal yang juga harus kita antisipasi. Ke depan, setelah Lebaran, kita masuki musim kemarau yang kedua, musim kering yang kedua, Juni-Juli ya kan, itu biasanya musim kering kan panas. Nah jadi kita antisipasi lagi untuk bisa memastikan pada saat seperti itu pun kebutuhan beras masyarakat tetap tersedia.
Di sisi lain, dengan adanya kenaikan harga serta kelangkaan kemarin, bagaimana Bapak melihat sistem tata niaga beras kita?
Saya ambil begini deh perbandingannya ya. Pada waktu Indonesia terakhir mendapat pengakuan FAO, Food and Agriculture Organization, kita berswasembada, pengakuan itu diberikan tahun 1985. Pada waktu itu penduduk Indonesia 175 juta, sekarang penduduk Indonesia sudah 100 juta lebih banyak.
Pada waktu itu jalan tol baru hanya Jagorawi, sekarang seluruh Jawa sudah ada jalan tolnya. Dan kita tidak memungkiri bahwa ya demand-nya naik, terus kemudian sawah kita juga berkurang dengan perumahan, dengan industri, dengan infrastruktur, macam-macam. Kita memang harus menata ulang sistem pangan atau lebih khusus lagi sistem perberasan kita ini.
Contoh data yang lain saya bisa sampaikan. Tadi kan saya katakan bahwa beras itu dikonsumsi lewat retail oleh rumah tangga se-Indonesia. Yang memasoknya itu kira-kira 200.000-an retailer, warung, pasar, segala macam. Yang memasok ke warung-warung ini kira-kira
Kemudian, ada 170.000 penggilingan seluruh Indonesia, banyak sekali. Ini sebenarnya usaha kecil yang banyak sekali di seluruh Indonesia, tapi masalahnya 170.000 penggilingan itu kapasitasnya sudah lebih dari dua setengah kali dari gabah yang tersedia. Jadi, penggilingan ini overcapacity dari gabahnya. Atau boleh dikatakan gabahnya kesedikitan.
Artinya memang kita harus meningkatkan produksi dalam negeri. Ini menurut saya tantangan terbesarnya memang tetap di sana, dan harus kita usahakan dengan cara yang cerdas, memanfaatkan teknologi ya, memanfaatkan ilmu pengetahuan yang terbaik untuk bisa meningkatkan produksi dalam negeri.
Karena kalau tidak, sekarang alhamdulillah kita masih bisa dipercaya oleh teman-teman, saudara-saudara kita di negara lain untuk mereka mau memasok kita. Atau pakai bahasa terangnya, sekarang kita masih bisa impor. Tapi kalau nanti negara-negara itu nggak mau ekspor, nah kita kan jadi kelimpungan. Jadi meningkatkan produksi dalam negeri adalah sebuah keharusan.
Â
Hanya 11 Provinsi yang Menghasilkan Beras
Dari pandangan Bapak, apa langkah besar yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah perberasan kita?
Yang pertama kalau menurut saya adalah kita harus memastikan petani padi masih tetap mau bertani.
Kalau sudah nggak mau bertani?
Nah itu yang repot. Sheila dan saya pasti nggak bisa jadi petani padi. Kalau nanam juga jangan-jangan nggak tumbuh lagi kan? Kita butuh para petani padi itu untuk menanam padi. Kalau demikian yang pertama kita harus bisa pastikan mereka berpendapatan baik dong. Kan mereka juga punya keluarga, punya anak, punya kehidupan yang ingin mereka topang.
Jadi mereka harus bisa mendapatkan pendapatan yang wajar, yang baik. Artinya kesejahteraan petani. Itu menurut saya kritikal. No farmers, no food, no future. Tidak ada petani, tidak ada pangan, tidak ada masa depan. Itu saya sangat yakini.
Kemudian yang kedua, petani kan nanamnya di lahan, di sawah. Jadi bikin sawah baru tuh susah. Maka mari kita jaga sawah yang sudah ada ini. Jangan buru-buru diganti gitu. Jangan cepat-cepat kemudian sawahnya sudah bagus, ada irigasinya, eh langsung diganti jadi perumahan. Kita kalau bikin rumah masih ada alternatif, kita bikin menjadi berkembang ke atas. Kalau sawah mau diapain? Nggak bisa berkembang ke atas kan?
Itu menurut saya nomor dua yang harus dan jangan lupa dalam konteks sawah ini adalah air. Padi nggak bisa tumbuh kalau nggak ada air. Jadi manajemen air kita juga salah satu tantangan terbesar.
Kemudian yang ketiga, kan Indonesia itu kepulauan, dari seluruh provinsi di Indonesia itu hanya 11 provinsi loh produser atau yang menghasilkan beras. Nggak semua provinsi menghasilkan beras. Jadi logistik itu menjadi kunci yang lain ya, logistik itu harus ada dan baik untuk beras.
Kemudian yang keempat adalah stok. Bagaimanapun, manajemen stok itu menjadi kunci. Negara-negara besar seperti seperti China, seperti India, negara yang lain, bahkan Jepang, itu punya sistem stok yang pasti ada, nggak boleh nggak, harus ada. Kita surplus kek, kita nggak surplus, stoknya tetap harus ada. Karena manajemen risiko itu tetap harus diterapkan, gitu kan?
Kemudian yang terakhir menurut saya, ya kita harus terus-menerus mengembangkan diri, mencari ilmu, mencari teknologi untuk supaya kalau misalnya di logistik, gimana caranya mengirim lebih efisien. Di stok, bagaimana caranya menyimpan lebih lama gitu kan, nggak rusak berasnya.
Kalau mafia beras bagaimana, apakah juga menjadi masalah serius?
Kalau menurut saya, pertama saya melihatnya dari dua sisi. Yang pertama, mafia dalam konteks pelanggaran hukum. Maka menurut saya ya ini kita betul-betul serahkan pada aparat hukum untuk jangan ragu-ragu deh, sudah beneranlah diselesain, dibersihin gitu.
Tapi ada juga mungkin lebih dalam konteks administrasi, dalam konteks manajemen di Bulog, atau dimanapun. Nah ini kita terus berusaha tingkatkan supaya manajemen kita sedemikian sehingga tidak ada lagi celah, ruang, untuk melakukan langkah-langkah yang kemudian cenderung bisa merugikan tadi.
Salah satunya apa? Bagaimana kita membangun supaya sistem interaksi antara Bulog dengan katakanlah pemasok atau distributor, itu makin hari makin tidak bertatap muka ya. Makin hari makin tidak perlu pakai kertas. Jadi paperless, kita masuk ke digital dan seterusnya.
Kita sudah punya banyak contoh ya dan Indonesia cukup berhasil sebenarnya menurut saya di berbagai lembaga, termasuk di BUMN yang membuat mekanisme kerjanya menjadi transparan, akuntabel. Misalnya kayak di bank, sekarang kan bank itu luar biasa menurut saya governance-nya bagus banget. Demikian juga di beberapa perusahaan besar.
Bulog harus menuju ke sana juga dan itulah sebabnya salah satu tema setelah saya menjadi Dirut adalah transformasi. Sebenarnya itu sudah dilakukan lama, kita lanjutkan dan kita tegaskan dan kemudian kita percepat proses transformasi Bulog itu supaya betul-betul menjadi perusahaan yang governance-nya bagus, yang GCG-nya jalan istilahnya itu, good corporate governance-nya jalan.
Sehingga yang sifatnya tadi adminstratif lah, manajerial, yang kemudian memungkinkan ada celah itu bisa benar-benar bersih. Tapi kalau sudah sampai pelanggaran hukum ya, kalau sudah sampai manipulasi, penipuan, nah itu kita serahkan ke aparat penegak hukum lah untuk benar-benar dibersihkan.
Â
Advertisement
Mengubah Umbi Jadi Beras
Selain mengurus beras, apa lagi tugas Bulog?
Secara formal yang ditugaskan kepada Bulog adalah padi atau beras ya, jagung, kedelai. Tiga itu yang secara formal dimintakan untuk ditangani oleh Bulog, tetapi secara komersial Bulog juga menangani yang lain. Misalnya daging kerbau, terus kemudian gula, minyak goreng ya.
Nah untuk stok selain padi, beras, dan lain-lain yang tadi Bapak sebutkan itu sekarang aman nggak?
Kalau Bulog tidak diberi tugas untuk menjaga stok untuk yang diluar tiga tadi, bahkan yang sebenar-benarnya disuruh jaga stok itu cuma beras. Kalau yang jagung dan kedelai ada program intervensi untuk menolong targeted kelompok masyarakat gitu, kita nolong seperti misalnya kita bantu para peternak kecil yang butuh pakan dari jagung. Kita bantu pengrajin tempe yang butuh kedelai.
Itu yang kita bantu. Jadi tidak diminta untuk menjaga stok. Demikian juga untuk yang gula, daging kerbau, dan minyak goreng itu pertimbangannya adalah bagaimana mendistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan. Tapi tidak menjaga stok.
Karena terus terang misalnya begini kayak Indonesia itu kan gede banget ya, dari Sangir Talaud sampai Puncak Jaya di Papua, Sangir Talaud di bagian utara dari Sulawesi sampai di ujung-ujung pulau-pulau yang banyak sekali di NTT. Atau di pedalaman Kalimantan, di ujung pulau kayak seperti Pulau Mentawai, itu semua Bulog menjangkau tuh.
Dan tidak selalu bisnis, komersial, pergi ke sana. Nah, itulah yang kemudian disediakan oleh Bulog, mencoba menjangkau daerah-daerah terdepan, terluar dari Indonesia tadi.
Kalau nanti seandainya ada kondisi terburuk beras ini sudah tidak bisa dijaga lagi stoknya, kira-kira orang Indonesia menurut pandangan Bapak sebagai dosen dan guru besar, kita bisa makan apa?
Sebenarnya Indonesia itu kan daerah tropis kepulauan ya. Indonesia itu sangat bagus untuk umbi-umbian. Kita punya banyak sekali umbi-umbian sebenarnya, karena memang itu naturalnya gitu. Jadi sunnatullah-nya gitu kira-kira, memang di kepulauan tropis itu umbi-umbian. Apalagi berkaitan dengan di hutan ya, macam-macam kita punya.
Mulai dari singkong, ubi jalar, kemudian gembili, talas, dan segala macam. Kita juga punya misalnya sagu. Kita punya sukun ya. Itu semua adalah sebenarnya sumber karbohidrat. Dan kalau kita bandingkan, padi itu kita bisa menghasilkan katakanlah 5-6 ton per hektare. Kalau kita tanam singkong di tempat yang sama, maka itu bisa sampai 80-90 ton per hektare.
Jadi per hektare karbohidrat itu banyak altenatif lain. Hanya balik lagi, maukah kita makan rendang ya, atau soto ayam, atau gudeg, yang berhubungan dengan budaya culinary kita itu dengan singkong? Nah, itu yang susah. Menurut saya, ke depan kita benar-benar harus mendayagunakan teknologi. Karena sekarang sudah ada dari umbi-umbian diolah dengan teknologi pangan menjadi beras.
Tapi ini bukan beras dari padi. Misalnya, apa namanya, kemarin ada beras porang. Itu bisa dipakai untuk yang lain. Jadi kita nanti bisa dengan teknologi pangan datang dari umbi yang produktivitas per hektare karbohidratnya lebih besar daripada padi, tapi kemudian diubah menjadi berbentuk beras sehingga cocok dengan budaya kuliner orang Indonesia, budaya makanan orang Indonesia.
Bisa tetap dibikin nasi tumpeng, tapi sebenarnya itu bukan dari padi. Tapi ini menurut saya harus kita lakukan ke depan untuk melakukan investasi itu. Sementara menunggu kan, orang lapar kan nggak boleh menunggu, nggak bisa ya. Ya kita harus tingkatkan juga produktivitas dari padinya supaya bisa lebih banyak kita menghasilkan beras.
Karena saya katakan tadi, produktivitas kita per hektare 5-6 ton. Potensial itu sudah bisa 8-9 ton, jadi naik 2-3 ton per hektare. Itu artinya naik 40-an persen. Jadi kalau yang dengan sawah yang tetap saja, kalau kita pakai teknologi yang benar dan itu bisa ditingkatkan, maka kita akan bisa dapat produksi yang lebih banyak gitu.
Dan ini mudah-mudahan masih bisa ngejar terhadap penambahan penduduk ya, penambahan konsumen Indonesia yang makin hari memang makin banyak.
Â
Harga Beras Itu Tergantung Rasa
Perbedaan harga beras itu dilihat dari apanya, Pak?
Nah ini, Indonesia itu istimewa loh. Yang kita harus juga ingat, ada yang paling ngetop mungkin namanya Cianjur Kepala. Beras Cianjur Kepala atau Beras Pandan Wangi, atau Beras Rojolele, atau kalau orang Jawa Tengah pernah dengar namanya nih juga terkenal banget, namanya Beras Delanggu. Itu beras bagus, beras yang kualitasnya bagus banget gitu dan enak banget.
Kalau beras-beras yang begini biasanya mahal karena ini super premium. Dalam keadaan normal saja mahal gitu. Saya tahu persis, misalnya petani Cianjur yang menghasilkan Beras Cianjur Kepala itu seluruh beras bagusnya dia jual ke Jakarta dengan harga yang mahal, dengan harga yang bagus, buat dia sendiri dia beli beras dari daerah lain yang lebih murah sehingga dia punya untung kan jadinya.
Kan dia harus makan juga, jadi dia punya untung. Inilah yang menjadi income dia. Jadi saat melihat harga beras, harus dilihat juga jenis beras apa ini? Berkualitas premium kah, atau medium kah, atau yang bagaimana gitu. Atau misalnya beras merah, itu harganya sekarang Rp40.000, Rp50.000 per kilo. Ada beras hitam, itu Rp60.000 per kilo.
Tapi itu kan memang beras super premium ya, kita nggak bisa generalisasi gitu, beras-beras kita itu. Yang tadi disebut misalnya Rp8.000, Rp9.000 per liter itu biasanya kalau jadi per kilo mungkin Rp11.000, Rp12.000, itu beras standar. Kita juga sekarang rasanya akan sampai di situ juga, Rp12.000-Rp13.000 buat yang medium standar ini.
Nanti yang yang premium standar kasarnya, itu mungkin akan di Rp14.000, Rp15.000. Tapi yang kalau misalnya dicari, mungkin masih ada. Misalnya kemarin ada yang melapor Mentik Wangi namanya. Itu memang berasnya pulen, wangi, enak banget, harganya Rp21.000, Rp20.000. Biasanya, pada keadaan normal, harganya Rp18.000, Rp19.000 gitu loh.
Jadi Indonesia ini makin advance. Masyarakat kita itu makin beragam, makin tinggi pendapatannya dan sebagainya. Maka selera itu menjadi sesuatu yang nggak bisa dihindari. Sama seperti ada yang senang misalnya gudeg, ada yang senang makanan yang lain, dan sebagainya. Ya, menurut saya itu bagian dari perkembangan masyarakat gitu, yang harus juga kita bisa terima.
Perbedaannya dari padinya atau dari pengolahannya?
Dari padinya. Itu sudah dari padinya, dari jenis padinya ya, nanti dia kan padi ini tanamannya punya genetik tertentu gitu. Sama berbedanya satu padi dengan padi lain. Bahkan kadang-kadang beberapa beras yang premium, super premium, panennya setahun cuma sekali dan sedikit gitu. Jadi ya memang mahal gitu kan? Ada lagi misalnya beras organik, wah lebih mahal lagi.
Seperti beras yang untuk diet?
Nah itu buat diet gitu. Jadi menurut saya ya tadi, kalau pakai istilahnya itu Indonesia is an advanced civilization gitu. Kita budaya yang maju dan keberagaman itu menurut saya suatu kenyataan yang nggak bisa dihindari. Jadi makanya pemerintah lewat Bulog pertama yang kita amankan yang kelompok paling membutuhkan. Katakanlah disebut kelompok miskin ini.
Mereka itu sumber energinya ya tenaga, mereka bekerja dengan mengandalkan tenaganya. Jadi pokoknya mereka tenang, sudah, berasnya sudah tersedia. 22 juta keluarga loh, 22 juta keluarga itu kalau satu keluarga isinya tiga orang saja, itu berarti sudah 60-70 juta orang itu yang diamankan dengan itu.
Kemudian ditambah di atasnya. Satu level di atasnya yang mungkin nggak dapat bagian beras bantuan pangan, tapi lagi kesulitan dapat beras murah. Nah ini ya, ini kita isi dengan SPHP. Tadi sudah saya katakan hampir 400.000 ton, 380.000-an ton sudah disalurkan tahun ini saja.
Jadi mereka juga punya alternatif, ya kalau ada yang protes, Pak rasa beras SPHP nggak terlalu enak, gitu kan. Ya kan ada pepatah katanya, ada rupa ada rasa, ada harga dong, kan gitu ya. Jadi ya, memang yang biasanya dia makan dan enak itu harganya sekarang lagi mahal. Nanti kalau panennya sudah datang kan normal lagi.
Jadi ya ini siklus yang harus kita hadapi, tidak mudah, saya tidak mengatakan, tidak menganggap ini enteng, tidak. Ini banyak saudara-saudara kita yang kesulitan ya. Jadi yang itulah yang kita bantu.
Sejak memimpin Bulog apakah Bapak masih punya waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga?
Saya sudah sering diprotes sama anak-anak. Pak, kapan liburannya? Ya kan saya baru 3 bulanan ya, jadi kita lihatlah. Mudah-mudahan, saya yakin kok nanti akan ada kesempatannya juga.
Kalau akhir pekan kegiatannya apa, Pak?
Paling saya isi dengan olahraga. Saya butuh olahraga, kalau nggak, nggak fit nanti repot gitu kan. Ya saya jalan kaki.***
Â
Advertisement