Respons LPEI Terkait Dugaan Korupsi Pembiayaan Senilai Rp 2,5 Triliun

Direktur Eksekutif LPEI, Riyani Tirtoso menanggapi dugaan fraud debitur LPEI yang telah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Mar 2024, 12:55 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2024, 12:55 WIB
Respons LPEI Terkait Dugaan Korupsi Pemberian Pembiayaan Senilai Rp 2,5 Triliun
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) buka suara mengenai dugaan fraud debitur LPEI yang telah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).(Nanda Perdana Putra).

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) buka suara mengenai dugaan fraud debitur LPEI yang telah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Direktur Eksekutif LPEI, Riyani Tirtoso menuturkan, LPEI sepenuhnya mendukung langkah Menteri Keuangan dan Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan hukum yang diperlukan terhadap debitur LPEI yang bermasalah secara hukum.

"LPEI menghormati  proses hukum yang berjalan, mematuhi peraturan perundangan yang berlaku, dan siap untuk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan aparat penegak hukum lainnya dalam penyelesaian kasus debitur bermasalah,” ujar Riyani seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (19/3/2024).

Riyani mengatakan, pihaknya senantiasa menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik, berintegritas dalam menjalankan seluruh aktivitas kegiatan operasi lembaga dan profesional dalam menjalankan mandatnya mendukung ekspor nasional yang berkelanjutan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan dugaan fraud di LPEI kepada Kejaksaan Agung. Hal ini berkaitan dengan kredit bermasalah yang terindikasi fraud debitur.

“Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip dari Antara, Senin, 18 Maret 2024.

Sri Mulyani mengatakan, terdapat empat debitur yang terindikasi fraud dengan nilai outstanding Rp2,5 triliun. Keempat debitur yang dimaksud yaitu PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS.

Laporan tersebut merupakan hasil penelitian kredit bermasalah yang dilakukan LPEI bersama dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, atau yang bergerak di bawah tim terpadu.

Sri Mulyani meminta jajaran direksi dan manajemen LPEI untuk terus meningkatkan peran dan tanggung jawab, terutama dalam membangun tata kelola yang baik.

Tak Ada Toleransi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Sri Mulyani mengatakan, LPEI tidak boleh menoleransi segala bentuk indikasi pelanggaran hukum, korupsi, dan konflik kepentingan serta harus menjalankan mandat sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

“Kami mendorong LPEI melakukan inovasi dan koreksi bersama-sama dengan tim terpadu untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh dan neraca LPEI,” kata dia.

Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menuturkan, laporan tersebut merupakan tahap pertama dari hasil temuan. Masih ada temuan tahap kedua yang diduga memiliki nilai outstanding fraud sebesar Rp3 triliun.

“Nanti ada tahap kedua, ada enam perusahaan. Yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, saya minta tolong segera ditindaklanjuti agar tidak kami lanjutkan dengan tindak pidana,” kata dia.

Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Rp 2,5 Triliun sejak 2019

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan empat debitur perusahaan, yang sudah terdeteksi sejak lama, yakni sekitar 2019.

"Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang mana sebenarnya tindakan ini sudah cukup lama," kata Burhanuddin usai bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kejaksaan Agung dikutip dari Antara, Jakarta, Senin (18/3/2024).

Dugaan tindak pidana korupsi pada LPEI itu resmi dilaporkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung pagi tadi. Total ada empat debitur yang dilaporkan dengan nilai kredit macet total Rp2,505 triliun.

Daftar Empat Debitur

Keempat debitur tersebut, yakni:

PT RII senilai Rp1,8 triliun

PT SMS sebesar Rp216 miliar

PT SPV sebesar Rp144 miliar 

PT PRS sebesar Rp305 miliar

Selain itu, ST Burhanuddin menuturkan, laporan ini baru tahap pertama. Akan ada tahap kedua yang melibatkan enam perusahaan dengan nilai kredit mencapai Rp3 triliun.

 

 

4 Debitur LPEI Terindikasi Fraud Berkecimpung di Sektor Batu Bara, Nikel hingga CPO

Konferensi pers pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung Burhanuddin, Senin (18/3/2024). (Foto: Merdeka/Siti RA)
Konferensi pers pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung Burhanuddin, Senin (18/3/2024). (Foto: Merdeka/Siti RA)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati membeberkan empat debitur yang terindikasi fraud senilai Rp2,5 triliun terkait kasus dugaan korupsi terkait pemakaian dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Keempat perusahaan yang terindikasi korupsi antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS Rp216 miliar, PT SPV Rp144 miliar dam PT PRS Rp305 miliar. Sehingga jumlah secara keseluruhan hingga Rp2.504 triliun

"Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (18/3/2024).

Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menuturkan empat perusahaan tersebut terdiri dari sektor yang bergerak di bidang batu bara, nikel, kelapa sawit, dan perkapalan. 

"Empat perusahaan ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan," kata Ketut.

Sebelumnya,Menteri Keuangan Sri Mulyani mendatangi kantor Kejaksaan Agung untuk Jakarta, Senin, 18 Maret 2024 untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengunaan dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Dia menuturkan, pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredir yang bermasalah di LPEI. 

"Pada kesempatan yang baik pagi ini kami bertandang ke Kejaksaan. Dan Jaksa Agung Burhanuddin sangat baik hati menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terutama terhadap kredit permasalahan yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur,” ujar Sri Mulyani.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya