Gaji Karyawan Dipotong Iuran Tapera, DPR: Pekerja Makin Terhimpit

Masyarakat kembali ramai dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satunya soal pemotongan gaji karyawan sebesar 3% untuk iuran Tapera.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Mei 2024, 11:48 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2024, 11:48 WIB
FOTO: Target Bantuan Rumah Subsidi 2021
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Rabu (16/6/2021). Bantuan terdiri dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan, Subsidi Bantuan Uang Muka, dan Tabungan Perumahan Rakyat. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat kembali ramai dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Edy Wuryanto, menilai berbagai kekhawatiran yang dilontarkan masyarakat ini merupakan hal yang wajar, karena berkaitan dengan pemotongan gaji pegawai untuk iuran Tapera di saat kebutuhan hidup makin menghimpit.

“Pekerja dan pengusaha wajib ikut Tapera, namun pekerja tidak otomatis mendapat manfaat Tapera,” kata Edy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/5/2024).

Hal ini mengacu pada Pasal 38 ayat 1b dan 1c yang menyebut syarat pekerja yang akan mendapatkan manfaat adalah yang termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah.

Lalu pada Pasal 39 ayat 2c yang menyatakan pemberian manfaat berdasarkan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah yang dinilai oleh BP Tapera.

"Ini artinya BP Tapera akan menentukan juga akses ke manfaat Tapera yang berupa KPR, pembangunan rumah, atau renovasi rumah," ujarnya.

Melihat ini, menurutnya Tapera berbeda dengan BPJS yang mengutamakan asas gotong royong dan dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh pesertanya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga melihat dana yang dikumpulkan di Tapera tidak mendapatkan kepastian timbal hasil. Edy pun membandingkan dengan Jaminan Hari Tua (JHT) pada BPJS Ketenagakerjaan yang imbal hasilnya minimal dengan rata-rata suku bunga deposito di bank pemerintah. Bahkan selama ini rata-rata imbal hasil yang dikembalikan pada peserta JHT di atas rata-rata suku bunga bank.

“Saat ini sudah ada fasilitas di BPJS Ketenagakerjaan yang memberikan manfaat yang sama dengan UU Tapera. Ada program namanya Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan program JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Edy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Maksimalkan MLT Perumahan

Rumah KPR
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Ia melihat akan ada overlapping antara MLT Perumahan dan UU Tapera. Dia pun meminta agar memaksimalkan MLT perumahan untuk pekerja, sehingga pekerja dan pengusaha swasta tidak diwajibkan ikut Tapera.

“Dengan diwajibkan membayar iuran Tapera 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha maka akan menggangu upah buruh dan cash flow perusahaan,” imbuhnya.

Edy mengusulkan agar pemerintah sebaiknya fokus saja untuk pemenuhan kebutuhan rumah untuk ASN dan masyarakat miskin. Pembiayaan perumahan rakyat miskin diberikan dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) seperti di Program JKN. Sumber dananya bisa dari Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang berasal dari APBN..

“Yang terjadi di lapangan itu harga bahan pokok mahal, harga properti tidak dapat dijangkau. Masyarakat benar-benar dihimpit,” pungkas Edy.


Potong Gaji 2,5%, BPJS Watch Sebut Program Tapera Tekan Daya Beli Buruh

2.000 Rumah Subsidi Laku Terjual dalam Kurun 2 Bulan
Sebanyak 2.000 unit rumah bersubsidi di wilayah Jabodetabek dan Serang, Provinsi Banten, laku terjual dalam event Vista Pora 5.5 2024 Vista Land Group.

Sebelumnya, BPJS Watch mengkritisi Program Tabungan  Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong gaji pekerja sebesar 2,5 persen per bulan dan perusahaan 0,5 persen.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyampaikan potongan iuran gaji pekerja sebesar 2,5 persen per bulan dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mengganggu arus kas (cash flow) perusahaan. Padahal, kebutuhan rumah pekerja bisa dijawab oleh Manfaat Layanan Tambahan (MLT) BPJamsostek  sehingga pekerja dan pengusaha tidak perlu lagi membayar iuran.

"Dengan diwajibkan membayar iuran 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha maka akan menggangu kebutuhan konsumsi buruh dan cash flow perusahaan," ujar Timboel dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Selanjutnya, dana yang dipupuk di Tapera tidak mendapatkan kepastian imbal hasilnya, yang nanti ditentukan secara subyektif oleh BP Tapera. Hal ini berbeda dengan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan yang imbal hasilnya minimal sama dengan rata-rata deposito bank pemerintah. 

"Dan selama ini rata-rata imbal hasil yang dikembalikan kepada peserta JHT adalah di atas 1 hingga 2 persen di atas rata-rata suku bunga deposito pemerintah," bebernya.

 


Fasilitas Perumahan

FOTO: Target Bantuan Rumah Subsidi 2021
Suasana perumahan subsidi di kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021). Bantuan pembiayaan perumahan subsidi sebagai upaya memenuhi kebutuhan hunian layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kemudian, saat ini sudah ada fasilitas perumahan bagi pekerja formal swasta dan BUMN/D di BPJS Ketenagakerjaan yang diatur dalan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 17 Tahun 2021 (junto Permenaker no. 35 Tahun 2016) tentang Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan program JHT. Program ini  memberikan manfaat yang sama dengan UU Tapera yaitu KPR, Pembangunan rumah, atau Renovasi rumah.

Oleh karena itu, dia  mengusulkan agar kewajiban kepesertaan pekerja swasta/BUMN/D diubah menjadi kepesertaan sukarela. Sehingga bila ada perusahaan swasta/BUMN/BUMD yang tidak ingin mengikuti program Tapera. 

"Pemerintah sebaiknya fokus saja untuk pemenuhan kebutuhan rumah untuk ASN dan masyarakat mandiri termasuk Masyarakat miskin," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya