Liputan6.com, Jakarta - Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengusulkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sepenuhnya ditanggung pekerja sebesar 3 persen. Dengan demikian, perusahaan tidak dilibatkan dalam iuran program Tapera.
"Seyogyanya, iuran Tapera ini tidak melibatkan pengusaha. Jadi melibatkan kesadaran pekerja untuk masuk sebagai kepesertaan Tapera," ujar Yeka dalam konferensi pers di Kantor Badan Pengelola Tapera, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Advertisement
Baca Juga
Yeka menuturkan, manfaat program Tapera akan lebih banyak diperoleh oleh karyawan. Antara lain bantuan DP rumah hingga nilai bunga KPR yang lebih murah bekisar 5 persen. "Kalau ikut KPR lainnya bunganya tinggi-tinggi bisa 11 persen," ujar dia.
Advertisement
Selain itu, pengenaan iuran bagi perusahaan untuk program Tapera juga berpeluang menganggu arus keuangan (cash flow). Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) besaran iuran bagi perusahaan ditetapkan sebesar 0,5 persen per bulan.
"Regulasi ini memang harus dipikirkan oleh pemerintah sebaiknya tidak melibatkan pengusaha," kata Yeka.
Dia optimistis pelaksanaan program Tapera akan dilakukan secara hati-hati oleh pemerintah. Dengan demikian, bergulirnya program Tapera tidak akan membebani keuangan perusahaan.
"Begini masalahnya 3 persen (iuran) itu nanti seperti apa ini sekarang sedang disimulasikan, nanti pengusaha akan dicek dulu, kalau pengusaha bermasalah, apalagi mengganggu cashflow-nya perusahaan, saya yakin Tapera tidak berani memaksakan seperti ini," ujar dia.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kebijakan pemotongan gaji bagi para pekerja swasta maupun ASN/PNS sebesar 3 persen untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memberatkan perusahaan. Selain itu, pemangkasan gaji karyawan tersebut juga akan membebani pekerja.
"Apindo menilai aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru, baik baik pemberi kerja maupun pekerja," tulis Apindo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2024.
Beban Pungutan
Apindo mencatat, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja saat ini sebesar berkisar 18,24 persen sampai 19,74 persen. Rinciannya, pungutan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) masing-masing yakni Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24 sampai 1,74 persen, dan Jaminan Pensiun 2 persen.
Selanjutnya, pungutan program Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) berkisar 4 persen. Lalu, tanggungan program Cadangan Pesangon berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Apa Itu Tapera?
Sebelumnya, Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat merupakan dana simpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahaan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Dana program Tapera juga dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Perincian tugas dan wewenang BP Tapera juga diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.
Melansir dari situs Tapera dana yang diperoleh BP Tapera dari peserta akan dilakukan pengelolaan berupa pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan. Lebih jelasnya seperti berikut ini:
Pengerahan dana Tapera merupakan kegiatan menghimpun Simpanan Peserta.
Pemupukkan dana Tapera merupakan upaya untuk memberikan nilai tambah atas dana Tapera melalui investasi.
Pemanfaatan dana tapera adalah kegiatan pemanfaatan dana Tapera untuk pembiayaan bagi peserta untuk memiliki rumah pertama.
Advertisement
Apa Manfaat Tapera?
Tabungan Perumahan Rakyat merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Singkatnya Tapera menjadi salah satu solusi yang diberikan pemerintah atas pembiayaan tempat tinggal bagi pekerja. Sehingga Tapera juga bisa disimpulkan sebagai iuran yang dibayarkan peserta untuk membiayai perumahan.
Mengutip dari situs BP Tapera tujuan Tapera untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.
Meskipun mempunyai tujuan yang baik kehadiran Tapera saat ini menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat. Pasalnya dengan adanya potongan Tapera para pekerja mengeluh adanya tambahan jumlah potongan yang harus ditanggung para pekerja.
Sebagai informasi saat ini sebagian besar pekerja sudah dipotong oleh beragam iuran mulai dari BPJS Kesehatan, BP Jamsostek, Pajak Penghasilan, dan jaminan-jaminan lainnya.
Moeldoko: Tapera Diberlakukan Paling Lambat 2027
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan masih ada waktu bagi semua pihak untuk memberikan masukan terkait pemberlakuan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga tahun 2027.
Hal itu disampaikan Moeldoko menyusul keputusan pemberlakuan iuran Tapera, dari sebelumnya tahun ini, menjadi paling lambat tahun 2027.
“Tapera ini diberlakukan paling lambat nanti tahun 2027. Sampai 2027 masih ada waktu untuk saling memberi masukan, konsultatif dan sebagainya,” ujar Moeldoko ditemui usai menunaikan shalat Jumat di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Jumat (7/6/2024), yang dikutip dari Antara.
Moeldoko mengatakan peraturan mengenai iuran Tapera bagi aparatur sipil negara (ASN) maupun bagi pekerja mandiri juga belum terbit, baik dari Menteri Keuangan maupun Menteri Ketenagakerjaan.
Menurut Moeldoko, persoalan Tapera bukan masalah ditunda atau tidak ditunda, melainkan persoalan mendengarkan aspirasi berbagai pihak, sehingga akan ada perbaikan melalui peraturan menteri yang akan diterbitkan nantinya.
Di sisi lain, Moeldoko menjelaskan, semangat pemberlakuan kebijakan iuran Tapera dilandasi adanya backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta yang harus ditangani negara.
Dia menjelaskan negara sudah memberikan subsidi agar bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dapat ditekan di angka 5 persen, namun kebijakan itu hanya mampu mendorong kepemilikan rumah 300.000 per tahun. Sehingga, perlu skema baru untuk mengatasi backlog kepemilikan rumah.
Dia mengatakan, sebelumnya sudah ada Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) untuk membantu ASN dalam memiliki rumah. Namun pemerintah merasa perlu ada cakupan skema yang lebih luas, hingga muncul skema Tapera ini.
Advertisement