Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Anggawira meyakini, kenaikan peringkat daya saing Indonesia tentu memberikan sinyal positif kepada investor.
Menurut dia, capaian itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki iklim bisnis yang lebih kondusif, infrastruktur yang membaik, dan kebijakan ekonomi yang lebih stabil. Diharapkan itu dapat meningkatkan kepercayaan investor dan menarik lebih banyak investasi.
Baca Juga
Kendati begitu, ia meminta pemerintah tidak terbuai kenaikan peringkat daya saing. "Meskipun peringkat daya saing Indonesia meningkat, terdapat beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan untuk menggenjot pemasukan investasi," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (19/6/2024).
Advertisement
Anggawira mengingatkan, meskipun peningkatan peringkat daya saing penting, ada beberapa upaya lain yang perlu didorong untuk menarik lebih banyak investasi.
Pertama, melalui stabilitas hukum dan kebijakan. Dengan menciptakan lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi bagi investor melalui regulasi yang konsisten dan kebijakan yang jelas.
"Ini termasuk perlindungan terhadap investasi asing dan penyelesaian sengketa yang adil," imbuh dia.
Ia pun menuntut adanya infrastruktur yang memadai untuk mengurangi biaya logistik dan mendongkrak efisiensi bisnis. Dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi, seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan telekomunikasi.
Beberapa strategi lainnya, semisal melakukan reformasi birokrasi dengan mengurangi proses perizinan berbelit-belit dan mendorong digitalisasi. Lalu, menggenjot pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta kemitraan antara pemerintah dan pihak swasta.
Kemudian, melakukan promosi investasi yang proaktif, memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk menarik investor potensial, hingga fokus terhadap pengembangan sektor-sektor dengan potensi tinggi seperti teknologi informasi, manufaktur berteknologi tinggi, pariwisata, dan energi terbarukan.
"Dengan kombinasi upaya peningkatan daya saing dan langkah-langkah strategis lainnya, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai tujuan investasi utama di ASEAN, sehingga pemasukan investasi dapat meningkat secara signifikan," pungkasnya.
Peringkat Daya Saing Indonesia Naik 7 Peringkat ke Posisi 27 Dunia, Lampaui Malaysia hingga Inggris
Peringkat daya saing Indonesia naik ke posisi 27 dunia dalam riset IMD World Competitiveness Ranking (WCR) 2024. Pada 2024, peringkat Indonesia berhasil naik signifikan hingga tujuh peringkat dari posisi 34 dunia pada 2023.
Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi tiga besar setelah Singapura dan Thailand. Sementara daya saing Singapura berhasil menempati peringkat pertama.
"Dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara seperti Tiongkok, India, Brasil, Indonesia, dan Turki mengalami pertumbuhan dan pembangunan pesat. Imbasnya kini mereka memegang peranan penting dalam perdagangan, investasi, inovasi, dan geopolitik,” tutur Direktur World Competitiveness Center (WCC) IMD Arturo Bris, yang meluncurkan laporan WCR 2024 yang pertama kali dirilis pada 1989 seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (18/6/2024).
Untuk rincian lengkap peringkat 67 negara dunia bisa diakses lewat tautan ini. Berikut peringkat lima besar negara dengan daya saing terbaik di kawasan Asia Tenggara menurut laporan WCR 2024.
Singapura (1)
Thailand (25)
Indonesia (27)
Malaysia (34)Filipina (52).
Advertisement
Jepang Turun
Pada 2024, Indonesia dan Malaysia bertukar posisi. Peringkat Malaysia jatuh ke posisi 34 dari peringkat 27 pada 2023. Bris menilai, jebloknya performa Malaysia tahun ini lantaran pelemahan mata uang, dan ketidakstabilan politik dan ketidakpastian kebijakan pemerintah. Sementara Indonesia naik dari peringkat 34 tahun lalu, menempati takhta Malaysia di posisi 27.
“Daya saing Indonesia didongkrak oleh peningkatan performa ekonomi, kemampuan menarik kapital, dan pertumbuhan PDB. Tahun ini performa ekonomi Asia Tenggara amat baik, kecuali untuk Malaysia yang turun peringkat,” ujar dia.
Secara keseluruhan, peringkat Indonesia bahkan hanya terpaut tipis dengan Inggris (28), hingga berhasil melampaui daya saing Jepang (38) dan India (39). Peringkat daya saing Inggris anjlok setelah Brexit lantaran terisolasi dari negara Eropa lain. Peringkat Inggris baru membaik tahun ini.
Sementara penurunan daya saing Jepang lantaran negara ini kurang agresif melakukan transformasi digital. Indikasinya adalah penurunan ekspor teknologi, padahal sebelumnya Jepang sempat mendominasi perusahaan teknologi dunia. Namun, belakangan Jepang tak lagi memiliki perusahaan multinasional yang menawarkan layanan teknologi baru antara lain AI, mikrocip, pengelolaan data, komputasi awan (cloud), dan sebagainya.