Pakai BBM Pertalite Dibatasi Mulai 17 Agustus 2024, Apa Persiapan Pertamina?

Pemerintah berencana menerapkan pembatasan BBM subsidi seperti Pertalite mulai 17 Agustus 2024. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menko Luhut.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 10 Jul 2024, 14:45 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2024, 14:45 WIB
20160315-Hore, Harga BBM Pertamina Turun Rp 200 Per Liter-Jakarta
Mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir mengaku masih menunggu kepastian dari Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 terkait pembatasan BBM bersubsidi. Aturan itu akan menjadi landasan bagi PT Pertamina (Persero) melakukan pembatasan konsumsi BBM subsidi nantinya.

Ini sekaligus menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menko Luhut mengatakan pembatasan konsumsi BBM subsidi akan dimulai pada 17 Agustus 2024 mendatang.

"Ya kita sedang menunggu (revisi) Perpres 191, di mana BBM tepat sasaran. Jangan sampai BBM ini digunakan oleh orang yang mampu, tetapi mendapatkan BBM bersubsidi," ujar Erick, ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Erick menegaskan, revisi Perpres 191/2014 itu akan menjadi acuan untuk implementasinya di lapangan. Menurutnya, Kementerian BUMN dan Pertamina sebagai BUMN penyalur BBM adalah korporasi dan bukan pembuat kebijakan terkait hal itu.

"Saya tunggu aja, karena itu kan harus ada kebijakan. Kan inget loh, bahwa BUMN ini kan korporasi, bukan pengambil kebijakan. Jadi kita sangat mendukung Perpres 191 untuk segera didorong," ucapnya.

LPG Juga Dibatasi

Dia berharap, pembatasan penerima nantinya bukan sebatas pada BBM subsidi seperti Pertalite, tapi juga menyasar konsumsi LPG bersubsidi 3 kilogram. Dia ingin para penggunanya tepat sasaran

"Tidak hanya buat BBM, tapi kita berharap juga buat gas, karena LPG impornya tinggi sekali sekarang, dan ini yang kita harus benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran," tegas dia.

"Sama, jangan sampai listrik juga salah sasaran, di rumah-rumah besar, di perusahaan-perusahaan besar, ya sama dengan yang rumahnya kurang baik," sambung Erick Thohir.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Genjot Penggunaan Bioetanol

Jadi Lebih Boros Kualitas BBM Pertalite Jadi Pertanyaan
Ilustrasi pemotor mengisi bahan bakar di SPBU (Pertamina)

Tak berhenti disitu, Erick juga mendorong penguatan penggunaan bioetanol. Ini merujuk pada regulasi yang tertuang dalam Perpres Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

"Kita juga mendorong Perpres 40 kalau nggak salah, mengenai bioetanol, supaya menjadi nature-based ini bisa menjadi solusi," ucap dia.

Hal ini berkaitan dengan upaya menurunkan volume impor minyak mentah sebagai bahan baku BBM. Kemudian, ada kebijakan penggunaan kendaraan listrik dan kendaraan dengan BBM ramah lingkungan.

"Karena ke depan, Indonesia kan policy (kebijakannya) tidak mau terlalu banyak import crude oil, tetapi dengan ada 50 persen market-nya EV, dan 50 persen combustion engine atau mobil yang kita kenal, tetapi disitu lebih friendly penggunaan BBM-nya, apalagi kita punya gula, punya sawit, itu kan sesuatu yang bagus," bebernya.

Dia menjelaskan, dengan adanya pembatasan konsumsi BBM subsidi hingga penguatan penggunaan bioetanol akan menghemat anggaran. Alhasil, dana itu bisa digunakan untuk sesuatu yang dinilai lebih bermanfaat.

"Karena itu, kami dari BUMN sangat mendorong rencana jangka panjang pemerintah dari seluruh kementerian, apakah Perpres 191, 40, dan lain-lain, supaya tadi kita bisa lebih efisien, tepat sasaran, dan sisa-sisa dana ini bisa digunakan untuk program lain yang bisa membantu juga pengembangan manusianya kita," urai Erick Thohir.

 


Bocoran Luhut

Rapat koordinasi terkait Persiapan Penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan selaku Ketua Panitia Nasional. (Dok kemenko Marves)
Rapat koordinasi terkait Persiapan Penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan selaku Ketua Panitia Nasional. (Dok kemenko Marves)

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Dia memyebut pembatasan itu akan dimulai pada 17 Agustu 2024 mendatang.

Diketahui, ada rencana untuk membatasi penggunaan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Namun, kebijakan ini masih menunggu rampungnya regulasi, yang merujuk pada revisi Perpres 191/2014.

Dia mengatakan, pembatasan menjadi salah satu cara untuk mengurangi konsumsi dan polusi yang dihasilkan. Menurutnya, hal itu sejalan dengan peralihan dari BBM ke bioetanol.

"Kemudian masalah penggunaan bensin, kita kan sekarang berencana ini mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin," ujar Menko Luhut melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan, dikutip Rabu (10/7/2024).

Tujuannya, untuk mengurangi jumlah polusi yang mencemari udara. Dia mengatakan, pada konteks ini akan tercipta sebuah efisiensi anggaran.

"Supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat, karena sulfur yang ini kan lebih dari 500 ppm ya, kita mau sulfurnya itu 50 ppm lah. Nah ini sekarang lagi diproses dikerjakan oleh Pertamina. Nah kalau ini semua berjalan dengan baik dari situ saya kira kita bisa menghemat lagi," ungkapnya.

Menko Luhut mengatakan, PT Pertamina (Persero) sudah mulai menyiapkan penerapan pembatasan itu. Dia berharap pada 17 Agustus 2024 ini, orang yang tak termasuk penerima subsidi tak bisa lagi menggunakannya.

"Pemberian subsidi yang tidak pada tempatnya, sekarang Pertamina sedang menyiapkan dan saya berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai dimana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi, kita hitung disitu," kata dia.

Dengan pembatasan tadi, dia mengaku akan menurunkan tingkat sulfur yang jadi polusi udara. Alhasil, ikut juga mengurangi banyaknya orang yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

"Dan itu juga akan menghemat (biaya) kesehatan sampai Rp 38 triliun ekstra pembayaran BPJS. Jadi sebenarnya banyak sekali efisiensi di negeri ini yang bertahap sekarang sedang dibereskan," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya