Aturan Rokok Kemenkes Ancam Kelangsungan Industri Iklan

Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan memperparah kondisi akibat ancaman penurunan permintaan iklan brand produk tembakau pada Media Luar-Griya.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Sep 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 20:30 WIB
Ilustrasi Industri Rokok
Ilustrasi Industri Rokok

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia dan Periklanan menyatakan komitmen penolakan terhadap kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi percaya, edukasi kreatif mengenai bahaya rokok jauh lebih efektif daripada kebijakan pelarangan yang sulit diimplementasikan.

Di sisi lain, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi perokok anak dan berkomitmen pada tanggung jawab sosial dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Namun, Fabianus keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024, yang melarang penempatan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak pada Media Luar-Griya. Serta batasan waktu penayangan iklan pukul 22.00-05.00 waktu setempat di Media Luargriya, sekaligus adanya aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam draft RPMK.

"AMLI menilai bahwa ketentuan ini akan sulit diimplementasikan karena kurangnya kejelasan definisi mengenai satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta potensi timbulnya pemahaman yang berbeda di masyarakat, penegak hukum, dan pelaku usaha," ujarnya, Rabu (18/9/2024).

Menurut dia, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan memperparah kondisi akibat ancaman penurunan permintaan iklan brand produk tembakau pada Media Luar-Griya.

"Implementasi zonasi radius 500 meter mustahil untuk diimplementasikan, terlebih tidak ada kejelasan terkait definisi dan metode pengukuran. Untuk itu kami tidak dapat mematuhi dan melaksanakan," tegas dia.

 

Banyak Perusahaan Terdampak

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Berdasarkan hasil survei yang melibatkan 57 perusahaan dari 29 kota dan daerah di Indonesia terkait dampak kebijakan inisiatif Kemenkes tersebut, menunjukkan 86 persen perusahaan media luar-griya diperkirakan akan terdampak oleh PP Nomor 28/2024. Terutama karena pengiklan rokok merupakan sponsor utama dalam industri ini akan dibatasi secara ketat.

Dampak dari peraturan baru ini diperkirakan akan sangat berat, dengan 44 persen perusahaan Media Luar-Griya terancam gulung tikar akibat penurunan pendapatan signifikan dari iklan sponsor rokok.

Rinciannya, 21 persen perusahaan akan kehilangan 50-75 persen dari pendapatan, sementara 23 persen lainnya akan kehilangan 75-100 persen dari pendapatan. Selain itu, 59 persen lebih dari tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, berisiko terkena pemutusan hubungan kerja.

"Dikhawatirkan dampak ini akan menyebabkan PHK massal dan potensi kebangkrutan yang dapat memperburuk kondisi ekonomi di sektor ini. Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun, dan ancaman PHK mencapai 59 persen. Mirisnya, mayoritas dari persentase tersebut merupakan pengusaha kecil dengan skala bisnis menengah ke bawah," ungkapnya.

 

Usulan

Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menyoroti pemberlakuan pasal 449 ayat 2 dalam PP 28/2024 mengenai larangan tayang iklan produk tembakau pada Media Luar-Griya videotron dari pukul 22.00 hingga 05.00 waktu setempat.

Apalagi, berdasarkan beberapa peraturan daerah (perda), terutama videotron diluar Jabodetabek telah berhenti beroperasi pada waktu tersebut, sehingga ketentuan ini pada praktiknya sama dengan larangan total iklan produk tembakau.

DPI juga mengusulkan agar pasal-pasal terkait standardisasi kemasan, tulisan, dan desain kemasan produk tembakau dan rokok elektronik yang mengatur kemasan polos dalam RPMK dihapus.

"Kemasan rokok polos tanpa merek akan menghilangkan identitas brand dan mengurangi efektivitas promosi produk, karena semua produk akan terlihat serupa tanpa ada perbedaan yang jelas," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya