Sejarah Sritex, Produsen Seragam Militer NATO yang Kini Diputus Pailit

Sritex didirikan pada 1966 oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.

oleh Arthur Gideon diperbarui 24 Okt 2024, 11:52 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2024, 11:50 WIB
Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)
Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex) 

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Perusahaan tekstil di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.

Sritex adalah perusahaan yang sangat besar dan pernah berjaya di tahun 1990-an. Mereka memproduksi berbagai jenis pakaian militer dari berbagai negara.

Sri Rejeki Isman diputus pailit setelah di Januari 2022 perusahaan tersebut digugat oleh CV Prima Karya, yang merupakan debiturnya. Prima Karya mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan dikabulkan oleh pengadilan.

Menengok ke belakang, Sritex didirikan pada 1966 oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.

Perusahaan tersebut terus berkembang dan Membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solopada 1968. Kemudian terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas pada 1978.

Terus melakukan ekspansi, perusahaan mendirikan pabrik tenun pertama di 1982 dan memperluas pabrik dengan 4 lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana dalam satu atap.

Masa kejayaan Sritex mulai di 1994 saat menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Tentara Jerman.

Kejayaan perusahaan garmen tersebut tak berhenti. Bahkan Sritex selamat dari Krisis Moneter di tahun 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada tahun 1992.

Masuk Bursa

PT Sri Rejeki Isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) pada Bursa Efek Indonesia pada 2013.

Setahun kemudian, Iwan S. Lukminto menerima penghargaan sebagai Businessman of the Year dari majalah Forbes Indonesia dan sebagai EY Entreprenuer of the Year 2014 dari Ernst & Young.

Perusahaan juga sempat menerima sejumlah penghargaan seperti penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar Dalam Perusahaan.

Penghargaan Intellectual Property Rights Award 2015 dalam kategori piala IP Enterprise dari WIPO (World Intellectual Property Organization).

Kemudian dianugerahi sebagai Top Performing Listed Companies in Textile and Garment Sector pada tahun 2015 dari Majalah Investor.

Sritex Pailit, Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara

Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)
Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)

Kabar tidak menggembirakan datang dari sektor manufaktur. Produsen tekstil dan produk tekstil, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.

Keputusan pailit setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.

Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, membenarkan putusan yang mengakibatkan PT Sritex pailit.

Menurut dia, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. "Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," katanya.

Dalam putusan tersebut, kata dia, ditunjuk kurator dan hakim pengawas. "Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur," tambahnya.

Sebelumnya, pada bulan Januari 2022 PT Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.

Sempat Bantah

Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex sempat buka suara terkait isu yang menyebut perseroan tengah mengalami kebangkrutan.

Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam menjelaskan perseroan tidak mengalami kebangkrutan dan masih beroperasi.  “Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Welly dalam keterangan resmi pada keterbukaan informasi, dikutip Selasa (25/6/2024).

Meskipun begitu, Welly mengakui kinerja perseroan saat ini sedang mengalami penurunan pendapatan secara drastis yang disebabkan berbagai faktor yaitu akibat dari COVID-19 hingga adanya perang.

Hal ini membuat persaingan ketat di industri tekstil global. Kemudian, adanya over supply tekstil di China menyebabkan terjadinya penurunan harga. 

“Produk dumping tersebut menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia,” jelasnya. 

Minta Relaksasi

Akibat kondisi ini, Welly mengungkapkan perseroan telah memohon relaksasi kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan. Restrukturisasi ini melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah selesai dilakukan.

"Restrukturisasi lewat PKPU sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PKPU tertanggal 25 Januari 2022 atas perkara PKPU No. 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang," lanjutnya Welly.

Welly menambahkan, perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha dan operasional dengan menggunakan kas internal hingga dukungan sponsor.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya