Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memberikan penjelasan terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dalam transaksi melalui QRIS.
DJP menjelaskan transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran. Atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Advertisement
Baca Juga
“Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru. Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” kata DJP dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (22/12/2024).
Advertisement
Contoh Kasus
Adapun sebagai contoh, ilustrasinya sebagai berikut, pada Desember 2024, Pablo membeli TV seharga Rp 5.000.000. Atas pembelian tersebut, terutang PPN sebesar Rp 550.000, sehingga total harga yang harus dibayarkan oleh Pablo adalah sebesar Rp 5.550.000.
Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pablo tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya. Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru.
Langganan Platform Digital
Selain itu, untuk biaya berlangganan platform digital seperti Netflix, Spotify, Youtube Premium, dan sebagainya merupakan objek pajak PPN PMSE sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
“Selama ini, platform digital tersebut telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE. Artinya, atas biaya berlangganan platform digital bukan merupakan objek pajak baru,” jelas DJP.
Advertisement
Catat, Pembayaran Pakai QRIS Tak Kena PPN
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Payment sistem hari ini ramai, QRIS itu tidak dikenakan PPN sama seperti debit card dan transaksi lain,” kata Airlangga dalam pembukaan acara Launching of EPIC SALE di Alfamart Drive Thru Alam Sutera, Minggu (22/12/2024).
Airlangga menambahkan pihaknya selalu memantau perkembangan apa yang sedang ramai di masyarakat. Ia menambahkan, PPN hanya dikenakan pada barangnya bukan pada sistem transaksinya.
Menko Perekonomian itu juga menekankan bahan pokok penting dan turunanya tidak akan dikenakan PPN. Selain itu untuk sektor transportasi, pendidikan, dan kesehatan juga tidak dikenakan PPN kecuali hal yang khusus.
“Berita akhir-akhir ini banyak yang salah. Pertama urusan bahan pokok penting tidak kena PPN termasuk turunannya turunan tepung, terigu turunan minyak kita, turunan gula. Bayar tol juga tak kena PPN,” jelas Airlangga.
Transaksi Uang Elektronik
Sebelumnya Beredar isu di masyarakat bahwa transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberikan klarifikasi.
“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dikutip dari Antara, Jumat (20/12/2024).
UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.
Advertisement