Manajemen Rapuh, Pertani & SHS Dilebur ke Pupuk Indonesia

Kementerian BUMN kian mantap untuk menggabungkan PT Pertani (Persero) dan PT Sang Hyang Seri (SHS) di bawah PT Pupuk Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Sep 2013, 10:15 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2013, 10:15 WIB
dahlan-perantau-130820b.jpg
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nampaknya kian mantap untuk menggabungkan PT Pertani (Persero) dan PT Sang Hyang Seri (SHS) di bawah PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Pasalnya, dua BUMN pertanian itu mempunyai sistem manajemen yang rapuh dan sulit dibenahi.

Sejak tiga bulan menjabat sebagai Menteri BUMN, Dahlan Iskan menilai manajemen Pertani dan SHS sangat rapuh. Kelemahan itu terlihat pada kondisi keuangan, pengelolaan aset, sistem penggajian, kepegawaian dan karir yang carut marut.

"Setelah satu tahun ternyata upaya menumbuhkan kekuatan dari dalam (internal) tetap tidak bisa meski sudah diberi suasana dan pembinaan yang baik karena ternyata terlalu rapuh. Padahal membenahi kekuatan dari dalam lebih membanggakan ketimbang dari luar," ungkapnya di Jakarta, Minggu (8/9/2013) malam.

Akhirnya tepat satu bulan lalu, lanjut Dahlan, rapat pimpinan Kementerian BUMN dan pihak-pihak terkait memutuskan untuk mengonsolidasikan kedua perusahaan pelat merah itu ke Pupuk Indonesia.

"Supaya SHS dan Pertani memperoleh kekuatan dari luar karena sudah dibenahi satu tahun dari dalam tetap tidak bisa. Harusnya kami bisa punya BUMN pertanian yang kuat," tukasnya.

Dia menganggap, Pertani dan SHS terlalu banyak bergantung kepada proyek pemerintah sehingga kultur dan etos yang terbangun selama ini adalah mengurus proyek (bukan kerja riil) ketimbang mengembangkan perusahaan.  

Dengan begitu, Dahlan dan Kementerian BUMN sepakat untuk mengganti Direktur Utama lama Pertani Eddy Budiono dengan orang dari Pupuk Indonesia. Sebab Eddy pun menjadi terdakwa dalam kasus korupsi penyaluran benih tanaman hibrida.

"Saya berharap peleburan SHS dan Pertani ke PIHC bisa terlaksana tahun ini. Tapi ini masih kajian dan perlu menunggu legalitasnya," pungkas Dahlan. (Fik/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya