Januari: Drama Bangkrutnya Batavia Air

Mengawal 2013, Indonesia kehilangan salah satu maskapai penerbangannya akibat bangkrut. Lakon drama penutupan Batavia Air pun berlangsung.

oleh Syahid Latif diperbarui 12 Des 2013, 18:00 WIB
Diterbitkan 12 Des 2013, 18:00 WIB
batavia-130409c.jpg
Tak terasa penghujung tahun 2013 bakal segera menyongsong. Berbagai isu dan kabar seputar ekonomi dan bisnis yang menarik membanjiri masyarakat khususnya pelaku bisnis di Tanah Air.

Topik utama 2013 hampir seluruhnya mengerucut pada permasalah krisis ekonomi dunia yang menjadi topik paling diperbincangkan pelaku ekonomi dan bisnis.

Tak hanya bicara masalah krisis ekonomi dunia, berbagai isu menarik baik yang bersifat lokal maupun global menghiasi berita-berita ekonomi.

Menyongsong 2014, terhitung mulai hari ini, Liputan6.com akan memberikan kaleidoskop ekonomi dan bisnis yang paling banyak menyita perhatian masyarakat Indonesia selama 2013.

Pada edisi Januari, kaleidoskop bisnis 2013 akan memulai isu-isu yang menyita perhatian masyarakat sepanjang Januari. Dari ratusan artikel yang dimuat, Januari menjadi bulan kelabu bagi industri penerbangan nasional. Salah satu maskapai penerbangan nasional, Batavia Air, terpaksa mengandangkan seluruh armadanya.

Pemicunya, keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit dari International Lease Finance Corporation (ILFC) terhadap PT Metro Batavia, perusahaan pemilik maskapai penerbangan Batavia Air.

Berikut kisah berakhirnya kepak saya Batavia Air dalam industri penerbangan nasional:

batavia-air-posko130201b.jpg

Maskapai yang Lahir dari Agen Perjalanan

Tutupnya Batavia Air menjadi kabar menyedihkan di awal tahun yang terpaksa harus didengar pelaku usaha. Padahal Batavia Air telah cukup lama mengarungi langit Indonesia.

Lewat tangan dingin Yudiawan Tansari, Batavia Air lahir dan menjelma menjadi maskapai penerbangan yang cukup diperhitungkan. Namun tak banyak masyarakat yang tahu jika Yudiawan merintis bisnis yang sarat modal ini dari sebuah perusahaan jasa travel, PT Setia Sarana Tour & Travel yang berdiri 1973.

Dari pengalamannya berkecimpung dalam dunia penerbangan lewat bisnis travel itu, Yudiawan memberanikan diri merintis sebuah perusahaan maskapai penerbangan.

Batavia Air yang semula bernama Metro Batavia beroperasi penuh pada Januari 2002 setelah mengantongi Air Operator Certification (AOC). Di awal kelahirannya, Batavia Air menggunakan satu buah pesawat Fokker F28 yang merupakan pinjaman dari Sempati Air dan dua unit Boeing 737-200. Jasa penerbangan Jakarta-Pontianak menjadi rute terjadwal pertama yang dilayani Batavia.

batavia-air-130716b.jpg

Tumpukan Utang Hempaskan Batavia Air

Seiring berlalunya waktu dan makin ketatnya persaingan bisnis penerbangan. Batavia Air perlahan-lahan mulai digerogoti setumpuk masalah. Puncaknya terjadi pada Rabu, 30 Januari 2013.

Menanggung utang US$ 4.688.064,07 yang jatuh tempo sejak 13 Desember 2013, Batavia Air terpaksa harus masuk meja hijau. Pemicunya, perusahaan leasing internasional, International Lease Finance Corporation (ILFC), mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga. Batavia juga menanggung utang US$ 4,9 juta kepada Sierra Leasing Limited.

Gugatan bermula dari perjanjian ILFC dan Batavia yang bersepakat untuk terikat perjanjian sewa atas pesawat berbedan besar jenis Airbus A330-202 dengan nomor seri pabrikan 205. Pesawat tersebut juga disewakan bersama dua mesin General Electrik
CFG-80EIA4, untuk jangka waktu enam tahun.

Namun sejak dilakukannya perjanjian sewa, hingga tanggal jatuh tempo 13 Desember 2012, Batavia Air dituding tidak pernah sekalipun membayar cicilan. Jumlah utang yang belum dibayar tersebut, terdiri dari uang sewa sebesar US$ 2,2 juta, biaya tambahan atas cadangan mesin sebesar US$ 2,3 juta, dan biaya bunga sebesar US$ 159.231.

Ketuk palu hakim pun dijatuhkan. Riwayat Batavia Air dalam bisnis penerbangan nasional pun berakhir. (Baca juga: Kronologis Pemailitan Batavia Air)

demo-batavia-air130311b.jpg

Kekacauan pun Muncul

Putusan mengejutkan pailit Batavia Air pun memicu munculnya sejumlah kekacauan di maskapai tersebut. Pihak yang pertama menjadi korban tentu saja berasal dari internal perusahaan. Sebanyak 3.500 karyawan pun harus bersiap menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pesangon menjadi harapan pegawai untuk menyambung hidup sebelum mendapat pekerjaan baru.

Tak hanya pegawai, para calon penumpang pun harus menerima imbas dari tutupnya Batavia Air. Tiket-tiket yang terlanjur dibeli harus dibayar perusahaan.

Belum lagi tagihan yang harus dilunasi Batavia Air kepada agen perushaaan penjual tiket penerbangan. Uang senilai Rp 22 miliar harus dikembalikan kepada para agen.

Di lapangan, kepanikan melanda para calon penumpang yang sudah berharap bisa terbang menuju kota tujuan. Bandara Soekarno-Hatta pun disibukan dengan tumpukan para penumpang yang terlantar karena batal terbang. Begitu pula dengan kantor pusat Batavia Air yang dikerumuni pemilik tiket.

batavia-air130201b.jpg

Pemerintah Berang

Kekisruhan yang terjadi usai putusan pailit pun memaksa pemerintah turun tangan. Langkah sigap dibuat untuk mengantisipasi masalah yang muncul. Salah satunya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menginstruksikan perusahaan menghubungi para calon penumpang agar tak datang ke Bandara.

Sayang, harapan tinggal harapan. Batavia tak melaksanakan perintah Kemenhub. Kesal sudah pasti menghinggapi perasaan pejabat Kemenhub.

"Batavia Air telah melanggar instruksi Dirjen Perhubungan Udara. Tidak menangani calon penumpang sebagaimana instruksi Dirjen," tegas Kasubdit Angkutan Udara, Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub Hemi Pamuraharjo.

Sebelum Kemenhub menggalang aksi, Pengadilan Niaga sebetulnya telah mengambil langkah antisipasi. Tim kuartor dibentuk untuk menyelesaikan berbagai permasalahan usai pembangkrutan perusahaan. Andrea Reinhart Pasaribu, Permata Nauli Dauly, Alba Sukma Hadi, dan Turman M Hutapea terpilih menjadi tim dengan tugas yama menyelesaikan pembangkruta Batavia.

batavia-air-1301314.jpg

Batavia Air Hanya Bisa Minta Maaf

Satu hari usai penutupan, salah satu tokoh utama dari drama penutupan maskapai penerbangan nasional ini pun muncul ke publik. Direktur HRD PT Batavia Air, Cahya Subrata beralasan pailit terpaksa ditempuh karena perusahaan mengalami kegagalan bisnis. (Baca juga: Ini Penyebab Banyak Maskapai Tutup di Indonesia)

Ucapan maaf pun meluncur dari mulut Cahya bagi para penumpang dan seluruh mitra kerjasama Batavia. "Saya meminta maaf kepada seluruh partner dan penumpang Batavia Air atas keputusan pailit ini. Ini adalah murni dari kegagalan bisnis," ujar Cahya satu hari setelah keputusan  pailit diterima Batavia.

Kini kasus pemailitan Batavia Air masih terus bergulir. Perdebatan soal pesangon para mantan pegawai tak kunjung menemui kata sepakat. Namun berhentinya operasional Batavia Air yang sempat.

(Shd/Igw)

* Peristiwa bisnis apa lagi yang ramai di bulan Februari 2013. Nantikan kelanjutan Kaleidoskop Bisnis 2013 di Bisnis.Liputan6.com Jumat esok.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya