Jakarta Posisi striker biasanya mendapat sorotan lebih besar di kancah sepak bola berkat gol-gol yang banyak lahir dari mereka. Semakin banyak gol yang tercipta, posisi penyerang makin banjir pujian.
Posisi yang penting tapi terkadang terpinggirkan dari sorotan adalah bek sayap. Bahkan, biasanya posisi ini kalah bersinar dibanding bek tengah.
Advertisement
Posisi bek sayap juga terkadang berada di bawah bayang-bayang gelandang sayap. Padahal peran bek sayap sangat vital, baik saat bertahan maupun mengawali serangan balik, terutama dari sisi lapangan.
Advertisement
Peranan bek sayap bisa berbeda-beda, karena tergantung karakteristik pelatih dan taktik yang diterapkan. Ada pelatih yang pilih meminta para bek sayapnya fokus menjaga daerah pertahanan, alias jangan terlalu sering merangsek ke depan atau ke daerah pertahanan lawan.
Tapi, ada juga pelatih yang malah mendorong bek sayap menusuk dan mengawali skema serangan balik yang cepat. Terkadang ada bek yang terus bergerak naik-turun di sisi lapangan tanpa kenal lelah karena harus menjaga daerah pertahanan sekaligus membantu serangan.
Sepanjang sejarah sepak bola modern mencuat beberapa pasangan full-back yang solid, kukuh dalam bertahan, dan mahir mengawali serangan.
Berikut ini lima di antara pasangan bek sayap yang solid sepanjang masa, seperti dilansir dari Sportkeeda, Selasa (5/5/2020).
5. Trent Alexander-Arnold – Andrew Robertson (Liverpool)
Kebangkitan Liverpool dalam beberapa musim terakhir tak lepas dari taktik ultra-attacking football ala sang pelatih, Jurgen Klopp. Ada dua elemen penting penunjang dari keberhasilan taktik tersebut, yaitu serangan dengan tekanan tinggi dan full back yang tak lelah menyisr sisi lapangan.
Dalam urusan full-back andal Liverpool punya duo andalan Trent Alexander-Arnold (kanan) dan Andrew Robertson (kiri). Sejak 2017 mereka perlahan menjadi bagian penting transformasi klub.
Pada musim 2017-2018, Liverpool mulai menyuguhkan permainan dengan banyak gol dan menyusahkan lawan dengan permainan cepat. Alexander-Arnold dan Robertson berperan signifikan dengan tak lelah berlari selama 90 menit di setiap laga. Musim itu, The Reds melangkah hingga final Liga Champions tapi digagalkan Real Madrid untuk naik podiu tertinggi.
Kolaborasi Alexander-Arnold dan Robertson di sisi kanan dan kiri makin matang pada musim 2018-2019. The Reds berhasil merengkuh trofi Liga Champions, tapi gagal menjuarai Premier League karena kalah bersaing dengan Manchester City.
Musim itu Arnold-Robertson menyuguhkan permainan ala full-back modern. Arnold membukukan 12 assist pada musim itu, sedangkan Robertson 11 assist.
Apa keunggulan kedua pemain? Mereka sama-sama fit, berani menyerang setiap ada kesempatan, dan tak terlalu khawatir timnya kebobolan. Mereka juga punya kemampuan umpan silang yang mumpuni dan sangat cepat.
Pada musim ini Alexander-Arnold membukukan 12 assist (posisi kedua di Premier League), sedangkan Roberton mengukir 7 assist. Mereka merupakan pemain yang tak punya rasa takut, agresif, kejam, dan lahir sebagai pemenang.
Advertisement
4. Gary Neville – Denis Irwin (Manchester United)
Denis Irwin, yang mencatatkan total 368 laga bersama Manchester United, mengawali perjalanan di Old Trafford pada 1990 dan menjadi panutan sempurna untuk dua calon full-back MU, Gary Neville dan Phil Neville.
Manajer MU saat itu, Sir Alex Ferguson, melakukan transisi di skuadnya dengan memasukkan beberapa pemain muda pada periode 1992-1994. Beberapa pemain jebolan Class of 92 perlahan menjadi starter. Gary Neville dipercaya menempati posisi bek kanan, sedangkan bek kiri dikuasai Irwin.
Gary Neville dalam beberapa kesempatan memuji Irwin sebagai full-back terbaik yang pernah dimiliki Setan Merah. Neville bahkan berterima kasih kepada Irwin yang mau membimbing para pemain muda.
Yang membuat duet Neville-Irwin sangat kompak adalah kemampuan mereka untuk memilih momen menyerang dari sisi sayap. Biasanya saat pertandingan akan berakhir dan MU memburu kemenangan atau hasil imbang, Neville dan Irwin sama-sama bergerak cepat di sisi sayap.
Duet full-back antara Neville dan Irwin adalah satu di antara yang tersukses dalam sejarah Premier League. Kedua pemain total memenangi sembilan gelar Premier League, serta menjadi bagian tim yang meraih treble pada 1999.
3. Dani Carvajal – Marcelo (Real Madrid)
Duet Carvajal-Marcelo merupakan satu di antara pondasi kesuksesan Real Madrid di era modern. Selama satu dekade terakhir, trisula penyerang Real Madrid kerap mendominasi pemberitaan di media. Tapi, efektivitas klub kerap datang dari kinerja bek sayap yang tak egois serta tidak kenal lelah, yaitu pasangan Dani Carvajal dan Marcelo.
Marcelo gabung Real Madrid pada 2007. Namun, dia harus menunggu enam tahun untuk menemukan pasangan di posisi bek kanan yang ideal saat El Real merekrut Carvajal sebelum musim 2013-2014. Dengan mudah kedua pemain bertransformasi menjadi salah satu duet full-back terbaik di era modern.
Bukan kebetulan juga, ketika Carvajal dan Marcelo mulai bermain bersama, Real Madrid kembali mendominasi di Eropa. Los Blancos merengkuh empat dari lima titel Liga Champions antara musim 2013-2014 dan 2017-2018. Keputusan Zinedine Zidane membebaskan Marcelo dan Carvajal melaju di sisi saya mengangkat permainan Real Madrid ke level yang benar-benar baru.
Faktor kesuksesan duet Marcelo dan Carvajal adalah kecepatan. Selain itu mereka juga kuat dalam bertahan ketika mendapat serangan balik serta mahir memberikan umpan matang ke kotak penalti. Duet kedua pemain menghasilkan lebih dari 100 assist.
Marcelo, yang berusia 31 tahun, kini harus berjuang merebut tempat di tim utama, sedangkan Carvajal masih menjadi pilihan utama Zidane.
Advertisement
2. Cafu-Roberto Carlos (Brasil)
Selama lebih dari satu dekade Cafu dipuja sebagai bek kanan terbaik di dunia. Seringkali publik lupa bahwa kekuatan baja Cafu dalam bertahan disebabkan kehebatannya dalam menyerang.
Mantan kapten Timnas Brasil itu mampu naik turun di sisi sayap sepanjang laga tanpa terlihat kelelahan. Cafu mungkin tidak seflamboyan Roberto Carlos saat mendribel bola, tapi dia terkenal karena konsistensinya.
Cafu merupakan satu di antara kesuksesan Timnas Brasil pada era 1990-an dan 2000-an. Mantan bek kanan AS Roma dan AC Milan itu menjadi bagian Timnas Brasil yang menjuarai Piala Dunia 1994. Yang jelas, duetnya dengan Roberto Carlos di sisi bek sayap Timnas Brasil akan selalu diingat publik sepak bola dunia.
Roberto Carlos pemain yang lebih flamboyan. Dia lebih berani mengambil risiko dan siap menghancurkan lawan yang mengadangnya. Nama Carlos makin berkibar setelah bergabung ke Real Madrid pada 1996. Ia memenangi empat gelar La Liga dan tiga trofi Liga Champions bersama Real Madrid, serta menjuarai Piala Dunia 2002 bersama Timnas Brasil.
Selain berani dalam menyerang, duet Cafu dan Roberto Carlos dikenal bisa menghentikan berbagai serangan yang datang dari sayap. Aura mereka kadang sudah cukup membuat lawan minder.
1. Paolo Maldini – Mauro Tassotti (AC Milan)
Duet Paolo Maldini-Mauro Tassotti mencatatkan 58 laga beruntun tanpa kekalahan pada periode 1991-1993. Mereka menjadi bagian skuad legendaris AC Milan yang menguasai Italia dan Eropa mulai 1987 hingga 1995.
Dipimpin oleh Franco Baresi dan Paolo Maldini, skuad AC Milan pada akhir era 1980-ann hingga awal 1990-an layak disebut sebagai tim terbaik di Eropa sepanjang sejarah.
Mauro Tassotti gabung AC Milan pada 1980 pada usia 20 tahun dan total tampil dalam 429 pertandingan untuk Rossoneri. Ia bek kanan yang tak kenal kompromi dan menyuguhkan seni yang hampir sempurna dalam melakukan tekel. Mantan pemain Lazio itu dipasangkan dengan Paolo Maldini muda yang gabung tim senior AC Milan pada musim 1884-1985.
🎂 - Mauro Tassotti. Terrific right back who played more than 400 matches for Milan & made up one of the games great defences alongside Maldini, Baresi & Costacurta. Incredibly he only played 7 times for the Azzurri. pic.twitter.com/CrYT3V9TgL
— Culture of Football Classics (@CFclassics) January 19, 2020
Duo Maldini-Tassotti dengan cepat berkibar menjadi pasangan yang menakjubkan karena punya gaya bermain yang saling melengkapi. Pada saat Baresi dan Alessandro Costacurta menahan pergerakan striker lawan, Maldini dan Tassotti ahli dalam mengarsiteki jebakan offiside.
Tasotti terkenal sebagai yang mumpuni dalam menekel. Adapun Maldini punyua keahlian menembus permainan lawan dan mengawali serangan balik. Kehebatan mereka sangat membantu AC Milan memenangi 17 trofi dalam delapan tahun, termasuk lima gelar Serie A, dan tiga Piala Champions.
Sumber: Sportkeeda
Disadur darii Bola.com (penulis Yus Mei, Pubslished 6/5/2020)
Advertisement