Liputan6.com, Jakarta Piala Dunia tak hanya menghadirkan pertandingan yang seru, tapi juga kisah tentang perjuangan pemain, wasit dan ofisial. Salima Mukansanga misalnya tak hanya menjadi salah satu wasit wanita yang akan memimpin pertandingan Piala Dunia 2022 Qatar, tapi juga perjalanan hidupnya yang bisa jadi inspirasi.
Di usianya yang baru 15 tahun Salima harus melepaskan mimpinya, menjadi pemain basket profesional. Usia yang belum cukup untuk menjadi bagian dari Timnas Basket U-17 Rwanda.
Baca Juga
Ia harus menunggu untuk itu. Dan dalam penantiannya itu, suatu keputusan besar diambilnya : bermain sepakbola.
Advertisement
"Saya berusia 15 tahun dan diberitahu 'kamu masih muda, mungkin kamu akan mendapatkan kesempatan dalam dua tahun lagi.' Jadi, saya mencoba sepak bola. Saya tidak pernah bermain sepak bola. Tapi saya bilang biarkan saya fokus pada hal lain," kata Salima kepada DW.
Tak hanya itu, perempuan bernama lengkap Salima Rhadia Mukansanga itu juga mengambil keputusan lain yang akan merubah jalan hidupnya : menjadi wasit wanita. Itu dilakukannya setelah menemukan sebuah iklan tentang pelatihan wasit sepakbola.
Sebuah keputusan yang menempatkannya di jalur untuk menjadi pionir: wanita pertama dari Rwanda yang memimpin Piala Dunia Wanita FIFA, dan wanita pertama yang memimpin laga Piala Afrika putra di Kamerun.
Salima memimpin pertandingan penyisihan grup antara Guinea dan Zimbabwe di Stadion Ahmadou Ahidjo di Yaounde.
Pujian
Dia tampak percaya diri, tenang dan mampu mengontrol emosi dalam permainan yang berakhir 2-1 untuk kemenangan Zimbabwe. Dari beberapa pelanggaran yang terjadi dia mengeluarkan enam kartu kuning, termasuk satu untuk pemain bintang Guinea yang juga gelandang Liverpool, Naby Keita.
Laga itu juga menjadi lebih bersejarah dengan tiga Wanita hebat lainnya yang bertindak sebagai asisten wasit. Mereka adalah Fatiha Jermoumi dari Maroko dan Carine Atemzabong dari Kamerun. Sedangkan Bouchra Karboubi dari Maroko ditugaskan di bagian VAR.
"Kami ingin tunjukkan kepada dunia, kami bisa melakukan sesuatu," kata Salima kepada ESPN usai laga itu.
Kiprah Salima juga membuat bangga ketua komite wasit Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF), Eddy Maillet. Ia menilai bahwa wanita yang akrab dipanggil Salima itu telah bekerja keras untuk sampai tahapan ini.
"Kami tahu bahwa, bagi seorang wanita, dia harus mengatasi rintangan serius untuk mencapai level ini dan dia pantas mendapatkan banyak pujian," katanya.
Advertisement
Jadi Ikon
"Momen ini bukan hanya untuk Salima tetapi untuk setiap gadis muda di Afrika yang memiliki hasrat untuk sepak bola dan yang melihat dirinya sebagai wasit di masa depan," Maillet menambahkan.
"Setelah pertandingan saya begitu emosional, menangis di ruang ganti. Saya sangat senang, sangat senang dan bersemangat karena mimpi saya menjadi kenyataan," katanya.
Kini Salima telah menjadi ikon bagi kaum wanita di negaranya. Ia menjadi inspirasi bagi anak-anak dan remaja perempuan untuk menjadi pemain sepakbola.
Salima yang pernah memimpin pertandingan sepakbola Wanita Olimpiade 2020 dan Piala Bangsa-Bangsa Afrika Wanita 2016, menilai bahwa dirinya seorang Wanita yang beruntung.
"Saya berasal dari negara yang memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk melakukan apa yang mereka inginkan yang menguntungkan mereka sesuai dengan kemampuan dan komitmen mereka. Itu yang mendorong saya untuk lebih aktif dan bekerja keras dalam karir saya."
Tekanan
Tentang tekanan yang ada Salima tak menampik bahwa itu ada. Ia mencoba mengelola tekanan itu.
"Saya memiliki rekan-rekan saya di sekitar saya.. Mereka terus berkata: 'lupakan tekanan, tunjukkan kepada dunia bahwa Anda siap sehingga para wanita yang menonton dapat berkata,”ya, dia melakukannya karena dia percaya diri, dia membuat keputusan sesuai dengan hukum permainan, dan dia memberikan apa yang dia miliki.”
Perempuan kelahiran 25 Juli 1988 itu berharap perjalanannya dapat menerangi jalan bagi wanita di seluruh dunia yang ingin terjun ke sepakbola profesional.
"Jika Anda memiliki gairah, apapun rintangan yang ada, anda akan menyingkirkannya. Dan kemudian memiliki orang-orang yang mendukung Anda. Saya memiliki banyak orang yang mendukung saya; negara saya, rakyat saya, FA saya, rekan-rekan saya, mereka mendukung saya. .
Rintangan itu, tambahnya, termasuk bagaimana beradaptasi dengan cuaca. Meski sudah terbiasa dengan cuaca panas di Rwanda, dan itu tak berbeda di Piala Dunia 2022 Qatar, Salima tidak mau menganggap hal itu sebagai sesuatu yang mudah.
Advertisement
Proses
Ketenaran Salima makin meroket setelah terpilih Bersama Stephanie Frappart dari Prancis dan Yoshimi Yamashita dari Jepang sebagai tiga wasit perempuan yang akan memimpin laga Piala Dunia 2022 Qatar.
Ini merupakan sejarah baru bagi kompetisi nomer wahid di dunia itu setelah selama 92 tahun didominasi oleh wasit laki-laki.
"Ini mengakhiri proses panjang yang dimulai beberapa tahun lalu dengan penempatan wasit wanita di turnamen junior dan senior FIFA," kata Pierluigi Collina, ketua Komite Wasit FIFA, dalam sebuah pernyataan. “Dengan cara ini, kami dengan jelas menekankan bahwa kualitaslah yang penting bagi kami dan bukan gender.”
Memang belum ada kepastian bahwa semua wasit perempuan itu akan menjalani pertandingan di Qatar. Ke-129 kandidat harus melalui proses pemeriksaan akhir menjelang Piala Dunia, yang dimulai 21 November.
“Mereka yang memimpin pertandingan harus dalam kondisi terbaik,” kata Direktur Wasit FIFA, Massiomo Busacca.
Selangkah
Hal itu juga diamini oleh Collina. Semua wasit yang sudah ditunjuk harus bekerja keras, dan FIFA terus memantau dalam beberapa bulan hingga tiba saatnya Piala Dunia 2022 bergulir.
“Pesannya jelas: Jangan berpuas diri, terus bekerja keras dan persiapkan diri Anda dengan sangat serius untuk Piala Dunia,” kata Collina.
Kini selangkah lagi Salima bersama Stephanie Frappart dari Prancis dan Yoshimi Yamashita dari Jepang akan menorehkan sejarah baru : memimpin Piala Dunia 2022 di Qatar. Mendobrak dominasi wasit pria yang sudah berjalan selama 92 tahun.
Ketiganya tak sendirian, ada tiga asisten wasit Wanita juga yakni Neuza Back dari Brasil, Karen Diaz Medina asal Meksiko, dan Kathryn Nesbitt dari Amerika Serikat.
Semoga langkah Salima menjadi inspirasi dan penerang jalan bagi semua perempuan yang ingin menjadi bagian dari sepakbola.
Advertisement