Ajari Anak Berpikir Kritis agar Mahir Mendeteksi Hoaks

Keterampilan membaca dan critical thinking atau berpikir kritis dapat membantu anak-anak menentukan informasi yang benar atau Hoaks.

oleh Anasthasia Yuliana Winata diperbarui 19 Apr 2023, 19:30 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2023, 19:30 WIB
Ilustrasi Design Thinking
Ilustrasi design thinking. (dok. Unsplash.com/@freegraphictoday)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini internet semakin digandrungi masyarakat karena kemudahan dan kepraktisannya. Internet juga memudahkan aktivitas manusia untuk berkomunikasi dan menyelesaikan pekerjaan. Tidak heran, laporan We Are Social juga menunjukkan pada Januari 2023 pengguna internet di Indonesia tembus 212,9 juta jiwa atau sama dengan 77% populasi.

Pengguna internet juga bervariasi, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lansia. Tentunya setiap golongan usia memiliki kecakapan dan keterampilan berinternet yang berbeda. Remaja atau generasi Z mungkin lebih familiar dengan internet beserta fitur-fiturnya dibandingkan orang tuanya.

Di sisi lain, golongan usia anak-anak menjadi perhatian dalam menggunakan internet. Pasalnya, anak-anak perlu peran dan pendampingan dari orangtuanya agar terhindar dari efek negatif internet seperti hoaks, misinformasi, phishing, penipuan, dan lainnya.

Melansir dari themayor.eu, UNICEF memaparkan bahwa pelatihan keterampilan membaca dan critical thinking atau berpikir kritis dapat membantu anak-anak menentukan informasi yang benar. Lebih lanjut, UNICEF menyarankan anak-anak untuk mengembangkan keterampilan membaca dan critical thinking baik dalam konteks digital (internet) maupun non digital

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Membentuk Anak Menjadi Warga Digital yang Bertanggung Jawab

Tidak Memaksa Anak
Ilustrasi Anak Belajar Matematika Credit: pexels.com/Olia

Tidak hanya sebagai pembaca, saat ini Internet memberikan peluang pengguna untuk berpartisipasi membuat konten. Mungkin akan timbul perasaan takut dan tidak aman bagi orangtua sehingga melarang anaknya menggunakan jejaring sosial.

Alih-alih melarang dan menimbulkan rasa takut, lebih baik orangtua memberikan kesempatan pada anak-anak untuk belajar dan explore (dalam pengawasan). Dengan ini, orangtua dapat membentuk anak menjadi warga digital yang bertanggungjawab, mampu mendeteksi hoaks, misinformasi, serta secara aktif melakukan verifikasi dari konten yang mereka konsumsi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya