Citizen6, Jakarta Salah satu desa tertua atau sering disebut desa adat di kabupaten Maluku Barat Daya adalah Desa Ketty Letpey yang terletak di Kecamatan Pulau Lakor. Desa ini berdiri sejak tahun 1317 Masehi dan memiliki Raja yang dikenal dengan bahasa setempat dengan sebutan Rierha Marna. Rierha Marna ini adalah orang yang memiliki kedudukan sebagai Raja dan hanya keturunannya saja yang berhak memjadi Kepala Desa ( Raja).
Baca Juga
Bangsa Portugis menguasai Kepulauan Selatan Daya Maluku termasuk Desa Ketty Letpey pada tahun 1550 Masehi, sebelum wilayah ini di ambil alih oleh bangsa Belanda tahun 1925. Belanda menyebut kota ini dengan sebutan Zuid Wester Einlanden atau Kepulauan Selatan Daya.
Advertisement
Â
Maka sejak Tahun 1550 pemimpin Portugis bernama Joory Pau mengangkat dan mengukuhkan raja pertama negeri Ketty (saat itu bernama Kyetti) kepada ahli warisannya bernama Utanmeru Sairitroma dari mata rumah Sorsery maka dari situlah negeri Kyetti yang saat ini dikenal dengan nama Desa Ketty Letpey dipimpin oleh keturunan dari Utanmeru Sairitroma hingga saat ini. ‎
Â
Masyarakat desa Ketty Letpey sangat menghormati adat istiadat mereka, dimana saat pemilihan kepala desa, mereka langsung mengukuhkan secara adat orang atau keturunan yang berhak menduduki jabatan Raja atau kepala desa.
Karena menurut mereka itu adalah hak asal usul desa dan merupakan garis keturunan yang diakui oleh leluhur, sehingga apabila ada yang melanggar maka akibatnya akan fatal di tengah jalan.
Beberapa waktu lalu dilakukan pengukuhan adat yang dipimpin oleh tokoh adat setempat bernama Alexander Laumaly didepan rumah raja desa Ketty Letpey dan dihadiri oleh seluruh masyarakat desa Ketty Letpey dan bupati Maluku Barat Daya beserta rombongan.
Sebelumnya dilakukan pelantikan pemerintahan definitif kepala desa dari keturunan ke-9 raja negeri Kyetti (Desa Ketty Letpey) atas nama Ibu Maria Paliaky-Radiena oleh Bupati Maluku Barat Daya Drs. Barnabas N.Orno di halaman eks SD Kristen Sera Kecamatan Pulau Lakor.
Peristiwa ini berlangsung setiap 6 tahun setelah masa jabatan kepala desa berakhir, dan akan dipilih lagi untuk periode berikutnya. Prosesi pengukuhan adat ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia pariwisata di Kabupaten Maluku Daya, sehingga menjadi khazanah budaya indonesia yang menarik bagi para wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Penulis:
Tora Radiena