Aspakrindo Usul Tarif PPh Transaksi Kripto 0,05 Persen, Bakal Dikabulkan?

Di industri kripto PPn dan PPh berlaku lantaran kripto dikategorikan sebagai komoditas.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Jan 2023, 17:56 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2023, 17:56 WIB
Ilustrasi bitcoin (Foto: Vadim Artyukhin/Unsplash)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Vadim Artyukhin/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) getol mengusulkan penyesuaian tarif PPh transaksi kripto menjadi 0,05 persen. Secara garis besar, Ketua Umum Aspakrindo, Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, penerapan pajak jangan sampai memberatkan pelaku perdagangan.

Sebagai perbandingan, pria yang akrab disapa Manda itu menyinggung adanya pemberlakuan PPh di Bursa saham, tetapi tanpa pengenaan PPn. Sementara di industri kripto kedua pajak itu berlaku lantaran kripto dikategorikan sebagai komoditas.

"Harapannya dengan PPSK dan OJK, kalau kita bicara hal yang berkaitan dengan finance tidak akan ada PPN, akan berbeda mekanismenya. Tapi seperti apa kita tunggu ada di PP atau di POJK berikut," kata Manda di Auditorium gedung Bappebti, Kamis (5/1/2023).

Kendati begitu, Asprindo mendukung pemberlakukan pajak untuk industri kripto. Pengenaan pajak kripto sangat memungkinkan dan memberi dampak positif pada industri yang sudah berjalan baik saat ini. Sehingga ekosistem industri aset kripto dapat berkontribusi terhadap pemasukan negara. Hanya saja, perlu ada penyesuaian yang sekiranya tidak memberatkan kripto sebagai industri baru.

"Sudah audiensi dengan DJP, request diturunin pajak. Kita minta industri baru lebih diberikan insentiif.Kita enggak nolak penerapan pajak, tapi minta yang efektif. Soalnya capital outflow yang dirugikan indonesia juga. Kita juga minta yang ilegal atau tidak terdaftar didobel pajaknya,” imbuh Manda.

Pemerintah meraup pajak dari transaksi aset kripto senilai Rp 246,45 miliar sepanjang 2022. Pungutan pajak dari aset kripto ini merupakan pungutan pajak baru yang diberlakukan pada 1 Mei 2022.

 

                                 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Peraturan

Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen. Jika perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.

Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang. Untuk pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).

Penjual ini dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1 persen. Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen. Bagi penambang, Pasal 30 ayat (1) mengatur adanya pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1 persen. Bagi penambang, PPh Pasal 22 harus disetorkan sendiri.


Pemerintah Pungut Pajak Kripto Rp 246,45 Miliar pada 2022

Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Sebelumnya, Pemerintah telah meraup pajak dari transaksi aset kripto senilai Rp 246,45 miliar di 2022. Pungutan pajak dari aset kripto ini merupakan pungutan pajak baru yang diberlakukan pada 1 Mei 2022.

"Untuk transaksi kripto meng-collect R 246,45 miliar," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (4/1/2022).

Sri Mulyani menjelaskan, angka tersebut terdiri dari PPh atas Transaksi Aset Kripto melalui PPMSE DN dan penyetoran sendiri sebesar Rp 117,44 miliar dan PPN DN atas pemungutan oleh non-bendaharawan sebesar Rp 129,01 miliar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.

Jika perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.

Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.

Untuk pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).

Penjual ini dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1 persen. Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.

Bagi penambang, Pasal 30 ayat (1) mengatur adanya pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1 persen. Bagi penambang, PPh Pasal 22 harus disetorkan sendiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

 


Parlemen Italia Setujui Pajak 26 Persen untuk Keuntungan Kripto

Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)

Sebelumnya, Parlemen Italia menyoroti pajak baru untuk cryptocurrency pada 29 Desember, sebagai bagian dari undang-undang anggarannya untuk 2023. 

Dilansir dari Bitcoin.com, Selasa (3/1/2023), senator menyetujui dokumen yang menyetujui rencana pengenaan pajak 26 persen untuk keuntungan cryptocurrency di atas 2.000 euro atau sekitar USD 2.060 (Rp 32 juta) selama masa pajak.

Pajak keuntungan modal untuk kripto telah diusulkan sejak 1 Desember, ketika rancangan undang-undang anggaran disajikan. 

Dokumen yang disetujui mencakup serangkaian insentif bagi pembayar pajak untuk mengumumkan kepemilikan cryptocurrency mereka, mengusulkan amnesti atas keuntungan yang dicapai, membayar "pajak pengganti" sebesar 3,5 persen, dan menambahkan 0,5 persen sebagai denda untuk setiap tahun.

Insentif lain yang termasuk dalam undang-undang anggaran akan memungkinkan pembayar pajak untuk membatalkan pajak keuntungan modal mereka sebesar 14  persen dari harga mata uang kripto yang dipegang pada 1 Januari 2023, yang akan jauh lebih rendah daripada harga yang dibayarkan saat mata uang kripto dibeli.

Namun, undang-undang tersebut menyebutkan pertukaran antara aset kripto yang memiliki karakteristik dan fungsi yang sama bukan merupakan peristiwa kena pajak. Ini berarti pengguna harus menerima panduan untuk mempresentasikan laporan pajak mereka, karena aset yang memiliki karakteristik dan fungsi yang sama belum ditentukan dalam badan hukum.

Italia, yang tidak memiliki regulasi cryptocurrency yang komprehensif, mengikuti jejak Portugal. Negara Eropa memasukkan pajak keuntungan modal serupa dengan tarif 28 persen sebagai bagian dari undang-undang anggarannya untuk 2023, sebuah keputusan yang mungkin membahayakan status negara tersebut sebagai surga bagi perusahaan dan pemegang cryptocurrency.

 

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya