Liputan6.com, Jakarta - Standard Chartered Bank memperingatkan penurunan Bitcoin baru-baru ini di bawah USD 60.000 atau setara Rp 971,2 juta (asumsi kurs Rp 16.187 per dolar AS) bisa menjadi awal dari kerugian yang lebih signifikan dalam waktu dekat.
Kepala penelitian valas dan aset digital di Standard Chartered Bank, Geoffrey Kendrick menyatakan keprihatinannya tentang lintasan harga mata uang kripto terkemuka tersebut.
Baca Juga
Kendrick menyatakan pelanggaran level dukungan USD 60.000 membuka jalan bagi potensi penurunan ke kisaran USD 50.000 atau setara Rp 809,3 juta hingga USD 52.000 atau setara Rp 841,7 juta.
Advertisement
Kendrick mengaitkan tekanan penurunan pada Bitcoin dengan kombinasi beberapa faktor. Pertama, dia menunjukkan ada arus keluar selama lima hari berturut-turut dari dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin spot AS.
Selain itu, peluncuran spot Bitcoin dan Ether ETF di Hong Kong mendapat respons yang kurang baik, sehingga berkontribusi terhadap sentimen negatif secara keseluruhan.
“Arus keluar dari ETF Bitcoin spot AS, dikombinasikan dengan harga pembelian rata-rata saat ini di bawah USD 58.000, meningkatkan risiko likuidasi untuk beberapa posisi ETF,” kata Kendrick dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (5/5/2024).
Dia mencatat lebih dari separuh posisi ETF spot berada di bawah, sehingga semakin memicu potensi likuidasi. Kendrick juga menyoroti faktor makroekonomi yang lebih luas yang berdampak pada dinamika harga Bitcoin.
Memburuknya ukuran likuiditas, khususnya di Amerika Serikat sejak pertengahan April, telah mempengaruhi berbagai aset, termasuk mata uang kripto. Ketika likuiditas semakin ketat, hal ini memberikan tekanan pada aset-aset berisiko seperti Bitcoin.
Meskipun Standard Chartered Bank sebelumnya menaikkan target prediksi harga Bitcoin untuk 2024 dan 2025 masing-masing menjadi USD 150.000 atau setara Rp 2,4 miliar dan bahkan USD 250.000 atau setara Rp 4,04 miliar, Kendrick mempertahankan target tersebut.
Dia percaya pemulihan harga mungkin memerlukan waktu tetapi mengantisipasi potensi kenaikan menjelang pemilihan presiden AS.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Jumlah Investor Kripto Capai 19,75 Juta hingga Maret 2024
Sebelumnya, data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan jumlah investor kripto di Indonesia masih dalam tren peningkatan. Hingga Maret 2024, tercatat terdapat 19,75 juta investor kripto.
Angka ini bertambah sekitar 570.000 orang atau naik 2,97% dibandingkan Februari 2024 yang sebanyak 19,18 juta orang.
Tak hanya jumlah investor yang alami peningkatan, nilai transaksi kripto di Indonesia mengalami lonjakan signifikan pada Maret 2024. Angkanya mencapai Rp 103,58 triliun, melonjak 207,5% dibandingkan Februari 2024 yang sebesar Rp 33,69 triliun.
Menurut CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis peningkatan jumlah investor dan nilai transaksi kripto di tanah air disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kenaikan harga Bitcoin dan meningkatnya minat masyarakat terhadap aset kripto.
"Salah satu alasan kuatnya kinerja pasar kripto pada bulan Maret lalu adalah pemulihan harga Bitcoin yang mencapai harga tertinggi baru sepanjang masa,” kata Yudhono dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (3/5/2024).
Seperti diketahui, harga Bitcoin sempat mencapai level tertinggi baru pada Maret 2024 yaitu sekitar USD 74.000 atau setara Rp 1,19 miliar (asumsi kurs Rp 16.192 per dolar AS).
Advertisement
ETF Bitcoin
Selain itu, minat institusional terhadap ETF Bitcoin di Amerika Serikat masih tetap kuat, sehingga mendorong harga BTC dan meningkatkan minat masyarakat untuk masuk ke pasar dan investasi di kripto.
Selain itu, Yudhono juga memperhatikan lonjakan harga aset kripto pada Maret lalu masih mencerminkan tingginya optimisme pasar terhadap kebijakan The Fed yang berencana menurunkan suku bunga tiga kali pada tahun ini, meskipun inflasi lebih tinggi.