Liputan6.com, Jakarta Banjir air mata terjadi usai calon anggota Paskibraka mengikuti renungan jiwa. Tradisi yang biasa dilakukan H-3 jelang perayaan HUT RI seperti menyadarkan mereka akan segala dosa dan kesalahan yang mereka perbuat. Baik itu ke orangtua, teman, guru, dan orang-orang sekitar.
Renungan jiwa juga membalikkan ingatan akan perjuangan dan pengorbanan mereka sampai bisa lolos sebagai peserta Diklat Paskibraka 2016. Ada yang rela mengikuti seleksi dalam keadaan sakit yang cukup parah. Ada pula yang sampai harus dirawat karena kelelahan selama mengikuti latihan PBB dan formasi. Dan cerita tentang calon anggota Paskibraka yang hampir mundur lantaran tidak kuat mendengar 'cacian dan makian' dari para senior.
Advertisement
Loly Marissa Pratami, calon anggota Paskibraka tingkat nasional dari Nusa Tenggara Barat, sempat merasakan kasur empuk salah satu kamar rawat inap di Rumah Sakit Olahraga Nasional selama dua hari. Malam hari setelah latihan gabungan bersama ribuan personel gabungan TNI dan Polri, suhu tubuh Loly mendadak panas. Semula ia menolak dibawa ke rumah sakit karena merasa kondisi badan baik-baik saja. Namun, ia harus menyerah setelah hasil pemeriksaan tim medis keluar.
"Saya punya pendirian malam itu bahwa saya harus sehat. Tidak boleh sakit. Yang saya pikirkan adalah saya harus tetap latihan. Tapi ternyata ambruk juga. Alhamdulillah sekarang sudah sembuh," kata Loly.
Menurut cerita Loly, perjuangan tidak tidur siang yang diganti dengan latihan dan olahraga keras berbuah manis. Dua hari lagi ia akan bertugas sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di hadapan Presiden Joko Widodo. Aksinya bersama 67 orang yang lain akan dilihat jutaan pasang mata.
Berbeda dengan Cut Aura Maghfirah Putri dari Aceh. Renungan jiwa ini membuat ia sadar pentingnya peran seorang ibu. Aura ingat omongan sang ibu yang pernah menguatkan dirinya agar tidak menyerah karena seleksi Paskibraka yang tidak mudah. Dukungan dari ayah dan ibu berhasil menguatkan dirinya.
"Yang aku ingat lagi, ketika aku lagi sakit, mama memijat badanku. Padahal, mama juga lagi sakit saat itu. Terus, dia juga yang rutin membangunkan aku jam 4.30 pagi dan mengingatkanku untuk lari pagi," kata Aura.
Aura punya satu harapan yang semoga saja terwujud setelah nanti selesai bertugas pada perayaan HUT RI 71. "Aku ingin mendengar orangtuaku bilang gini 'Mama, papa, bangga punya anak kayak Aura'," katanya.
Renungan jiwa dimulai pukul 07.30 WIB di aula Wisma Soegondo Djojopoespito, PP-PON Menpora, Cibubur, Jakarta Timur. Lampu yang biasa menerangi mereka selama mengikuti kegiatan pemberian materi berganti dengan lilin. Cahaya dari lilin itulah yang mereka pakai untuk membaca buku renungan, yang mengingatkan mereka akan jasa-jasa para Pahlawan. Termasuk melakukan instropeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Subagyo, salah seorang pembina senior di Paskibraka, mengatakan bahwa renungan jiwa merupakan sebuah tradisi dan menjadi hal yang sangat penting selama masa Paskibraka.
"Tujuan utamanya membentuk jiwa nasionalisme mereka," kata Subagyo.
Renungan jiwa juga diharapkan dapat mempertebal spiritual mereka yang sebentar lagi akan bertugas sebagai anggota Paskibraka di Istana Merdeka. Ada pun urutan di dalam renungan jiwa adalah membaca buku, pemasangan kendit (pita atau sabuk yang terbuat dari kain), dilanjutkan mencium bendera merah putih sebagai bentuk kecintaan 68 putra dan putri terpilih dari 34 provinsi di Indonesia terhadap tanah air serta menjunjung tinggi nilai kebangsaan.
Renungan jiwa ditutup dengan pembubuhan tanda tangan seluruh calon anggota Paskibraka tingkat nasional 2016 di atas kain putih. Menandakan bahwa putra dan putri ini telah siap memberikan yang terbaik untuk bangsa saat bertugas pada perayaan HUT RI 71.
"Pokoknya saya harus menampilkan yang terbaik. Saya harus buat bangga orangtua, diri sendiri, sekolah, dan kabupaten," kata peserta Diklat Paskibraka dari Jawa Tengah, Tabriza Aqila Taqiyya.