Ferdy Hasan dan Safina Berbagi Pengalaman Mengasuh Anak dengan Autisme, Dukungan Keluarga Bantu ABK Berkembang

Pembawa acara dan penyiar radio, Ferdy Hasan dan istri Safina Hasan, membagikan kisah perjuangan mereka dalam membesarkan Fasha, anak kedua dengan autisme.

oleh Benedikta DesideriaRahil Iliya Gustian diperbarui 06 Mei 2024, 12:53 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2024, 12:53 WIB
Awet Muda, Ini 6 Potret Terbaru Presenter Ferdy Hasan Bareng Sang Istri
Potret terbaru presenter Ferdy Hasan bareng istri dan keluarga. (Instagram/@ferdyhasan)

 

Liputan6.com, Jakarta Pembawa acara dan penyiar radio, Ferdy Hasan beserta istrinya, Safina Hasan dianugerahi tiga anak. Anak kedua yakni Fasha mereka didiagnosis dengan autisme.

Kilas balik saat Fasha baru berumur beberapa bulan, Ferdy dan Safina merasa ada yang tidak sama dengan perkembangan anak pertama yang juga mereka asuh sendiri. Hal itulah yang membuat keduanya mencari tahu kondisi Fasha. 

"Di usia 4 bulan responsnya kurang. Dia sangat tenang, diteriakin diam saja, pintu ditutup dengan keras pun dia diam saja," jelas Ferdy mengingat kenangan lampau. 

Saat itu, informasi tentang anak berkebutuhan khusus tak sebanyak sekarang. Maka dari itu mereka memilih langsung membawa anak keduanya itu dokter anak.

Ferdy dan Safina mulai melakukan terapi dan konsultasi ke Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi, pada usia Fasha yang menginjak 4 bulan.  

Safina dan Ferdy ingin anaknya mendapatkan penegakan diagnosis terkait kondisi sang anak. 

"Karena memang macam-macam anak-anak yang berkebutuhan khusus itu, tidak hanya autisme saja, ada ADHD dan lain sebagainya, jadi kita pun bingung harus seperti apa dan nantinya akan seperti apa," kata Ferdy.

Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dan pengecekan dokter mengatakan bahwa Fasha memiliki autisme. 

Menerima Anak dengan Autisme

Safina mengatakan pada saat pertama kali sadar bahwa anaknya berkebutuhan khusus, yang penting itu pertama adalah acceptance atau penerimaan.

"Dengan menerima dan kita terbuka, itu akan mempermudah. Itu yang saya dan Ferdy rasakan, karena kami menerima dengan cepat dan sangat terbuka akan hal ini membuat informasi yang saat itu masih sangat minim dan sangat susah didapat justru lebih mudah," kata Safina.

Ketika bisa menerima dan terbuka dengan kondisi anak, maka dengan begitu orang tua bisa cepat mengambil sikap yang tepat agar anak mendapatkan penanganan dari dokter.

"Intervensi yang lumayan cepat, alhamdulillah Fasha progress nya baik sekali. Jadi Fasha ini bisa dibilang diuntungkan dengan intervensi dini, lingkungan yang sangat mendukung, dan support dari keluarga sangat membantu," jelas Safina.

 

Dukungan Keluarga Amat Penting untuk ABK

Setelah belasan tahun membersamai anak dengan autisme baik Ferd dan Safina sadar bahwa peran keluarga dalam mendukung dan memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus sangatlah penting.

"Sebagai keluarga dengan anak yang memiliki autisme, kami mengerti betapa pentingnya peran keluarga dalam mendukung dan memahami kebutuhan anak. Dukungan keluarga bukan hanya tentang memberikan cinta dan kasih sayang, tetapi juga tentang mendidik diri sendiri sebagai orang tua, berkolaborasi dengan para profesional, dan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak," kata Ferdy.

Keduanya kompak mengatakan bahwa omunikasi yang terbuka, pemahaman, dan penerimaan adalah kunci untuk membantu anak-anak dengan kebutuhan khusus merasa diterima dan dicintai.

Dikarenakan Anak pertama mereka yang dirawat sendiri tanpa bantuan pengasuh anak, Ferdy dan Safina menjadi lebih paham jika ada hal yang berbeda dari tumbuh kembang anaknya tersebut.

 

Mengalami Pengalaman Tidak Menyenangkan di Sekolah Reguler

 

Mengenai acceptance dan sosialisasi, Ferdy mengatakan bahwa dari Fasha kelas satu sampai dengan kelas enam SD, progres nya sangat luar biasa. Ferdy dan Safina merasa takjub.

"Anaknya sangat riang dan happy sekali," tambahnya.

"Saya melakukan psikotes untuk melihat apakah Fasha sudah siap untuk sekolah di sekolah biasa, kemudian kita sekolahkan di sekolah biasa (reguler). Tetapi ternyata lingkungannya yang tidak siap," jelas Ferdy.

Hal yang tidak terduga dialami Fasha di lingkungan sekolah barunya, Ia mendapatkan perundungan dari teman-temannya, sampai membuat Fasha hingga saat ini terpaksa mengonsumsi obat antidepresan.

Dukungan dari Keluarga Membuat Anak yang Berkebutuhan Khusus Bisa Lebih Percaya Diri

Setelah 3 bulan di sekolah reguler dan mendapat pengalaman tidak menyenangkan, Fasha kemudian disekolahkan lagi di sekolah inklusi sampai dengan lulus SMA.

"Saat ini kondisi Fasha berangsur-angsur membaik, dan sedang kuliah," kata Ferdy.

Pasangan ini sempat terpikirkan untuk mengarahkan Fasha ke salah satu skill nya supaya bisa mandiri setelah lulus SMA, tetapi ternyata Fasha menginginkan untuk kuliah.

"Akhirnya kita putuskan untuk ambil perhotelan karena menurut saya semua bisa diterima ramah, belajar masak bisa, jadi receptionist, housekeeping, dan lain sebagainya. Ternyata anaknya suka dan dia nya pun mau," ungkap Ferdy.

Saat ini, Fasha sedang magang di salah satu hotel. 

"Dengan komitmen dan dukungan dari keluarga serta kesadaran masyarakat yang meningkat, individu dengan autisme dan kebutuhan khusus lainnya dapat hidup dengan lebih mandiri, percaya diri, dan merasa diterima dalam lingkungan mereka." tutup Ferdy.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya