Tantangan Teman Tuli, Banyak Pekerja di Sektor Layanan Publik Tak Bisa Bahasa Isyarat

Tantangan yang masih dihadapi teman-teman Tuli saat ini salah satunya yaitu tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat, sehingga mereka jadi terbatas untuk berkomunikasi/berekspresi, mengakses informasi, layanan, hingga keadilan.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 05 Jun 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 07:00 WIB
Nissi Taruli Felicia dalam diskusi bertema “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli”
Nissi Taruli Felicia dalam diskusi oleh FeminiThemis dengan tema “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” Rabu, 29 Mei 2024. (Dok. FeminisThemis)

Liputan6.com, Jakarta Bahasa Isyarat merupakan alat komunikasi bagi teman Tuli. Melalui gerakan tangan, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh, Bahasa Isyarat membantu dalam berkomunikasi dan mengekspresikan pikiran serta perasaan.

Namun, tantangan yang masih dihadapi teman-teman Tuli saat ini salah satunya yaitu tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat, sehingga mereka jadi terbatas untuk berkomunikasi/berekspresi, mengakses informasi, layanan, hingga keadilan.

Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis, Nissi Taruli Felicia mengatakan bahwa tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat bagi Disabilitas Tuli ini mengakibatkan mereka memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi.

"Hak Bahasa Isyarat bagi Disabilitas Tuli yang tidak terpenuhi ini mengakibatkan pengetahuan dan akses informasi menjadi terbatas, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi," kata Nissi dalam diskusi oleh FeminiThemis dengan tema “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” pada Rabu, 29 Mei 2024, di Jakarta.

Nissi memberikan contoh tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat pada layanan kesehatan seperti akses layanan kesehatan di rumah sakit itu tidak semua dokter menggunakan Bahasa Isyarat.

"Jadi, teman tuli dituntut untuk membawa juru bahasa isyarat sendiri agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, yang mana akan mengeluarkan biaya tambahan. Tidak hanya pada layanan kesehatan, tetapi juga di setiap aspek kehidupan," jelas Nissi.

Maka dari itu, Nissi berharap Bahasa Isyarat Indonesia bisa dijadikan bahasa resmi dan perlu dipelajari oleh semua orang agar bisa menghubungkan komunikasi dan mendukung hak-hak serta kesejahteraan teman Tuli.

Semua Orang Perlu Belajar Bahasa Isyarat

Bahasa Isyarat perlu dipelajari oleh semua orang, apapun pekerjaan yang ditekuninya, baik itu tenaga kesehatan, layanan publik, termasuk di pendidikan, dan lain sebagainya perlu belajar Bahasa Isyarat.

"Apalagi orang-orang yang bekerja di sektor pelayanan, mereka wajib belajar Bahasa Isyarat, karena kita tidak tahu kapan kita ketemu sama orang-orang Tuli," ujar Nissi.

Selain itu, Nissi menambahkan bahwa Bahasa Isyarat ini bukan untuk orang tuli saja, karena ini adalah alat untuk berkomunikasi, suatu bahasa, sama seperti belajar bahasa Inggris.

Dengan memahami bahasa Isyarat, akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, memungkinkan orang dengan disabilitas tuli untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, dan interaksi sosial.

Bahasa Isyarat Harus Diajarkan Langsung oleh Orang tuli

Nissi menyebutkan pembelajaran bahasa isyarat harus diajarkan langsung oleh teman Tuli. Hal ini karena apabila belajar dari YouTube atau media sosial lainnya itu tidak semuanya benar, bahkan bisa jadi salah.

"Bahasa Isyarat punya variasi yang beragam di tiap-tiap daerah, jadi Bahasa Isyarat di seluruh Indonesia ini tidak sama," jelasnya.

Nissi berharap di silabus atau kurikulum pendidikan Indonesia, Bahasa Isyarat Indonesia ini bisa dimasukkan, karena jika tidak, ke depannya orang-orang dengar menjadi tidak mengenal Bahasa Isyarat.

Terpisahnya pembelajaran Bahasa Isyarat seperti yang terjadi saat inilah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak bagi teman Tuli yang terjadi hingga sekarang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya