Kisah Tragis Sumarti dan Mujiasih di Hong Kong

Rekonstruksi pembunuhan 2 WNI ini, akan digelar Jumat 7 November besok di apartemen milik Rurik Jutting, J Residence, Wan Chai, Hong Kong.

oleh Elin Yunita KristantiRizki GunawanAndreas Gerry Tuwo diperbarui 05 Nov 2014, 02:40 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2014, 02:40 WIB
Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih
Rekonstruksi pembunuhan 2 WNI ini, akan digelar Jumat 7 November besok di apartemen milik Rurik Jutting, J Residence, Wan Chai, Hong Kong.

Liputan6.com, Jakarta - Memakai kemeja hitam dan kaca mata gelap, Rurik Jutting, bankir asal Inggris yang tak sempat mencukur janggutnya itu berbicara hanya dua kali untuk mengonfirmasi bahwa ia mengerti dakwaan jaksa. Sesekali ia terlihat mengetuk dadanya dengan jari.

Jutting yang dikawal ketat kepolisian Hong Kong itu, mulai menjalani sidang di pengadilan wilayah timur Hong Kong Senin 3 November. Alumnus salah satu perguruan tinggi ternama di Inggris, Universitas Cambridge itu terlihat tenang saat mendengarkan dakwaan. Usai sidang, ia kembali ditahan menjalani persidangan 10 November 2014 mendatang.

Jutting didakwa terkait peristiwa pada Sabtu 1 November dini hari. Sekitar pukul 03.04 waktu setempat, polisi menggerebek sebuah unit apartemen mewah J Residence, Wan Chai, Hong Kong, berdasarkan panggilan ke sebuah apartemen di distrik yang dekat pusat finansial Hong Kong itu. Di dalamnya terpampang adegan sadis.

Para penyelidik Hong Kong menemukan seorang perempuan tak bernyawa, dalam kondisi telanjang dengan luka tusuk di leher dan bokongnya di ruang tengah sebuah flat di lantai 31 kompleks apartemen. Awalnya, ia ditemukan hidup di apartemen itu, namun wanita malang itu meninggal tak lama kemudian di lokasi kejadian.

Sementara jasad wanita lainnya yang juga mengalami luka parah di leher ditemukan membusuk di sebuah koper di balkon. Ada belatung ditemukan di sana. Bau busuk menyeruak dari unit apartemen itu. Polisi menduga, para korban adalah pekerja seks komersial yang diduga berasal dari Indonesia.

Kepolisian Hong Kong menemukan sebuah pisau dari unit apartemen J Residence yang terletak di area elite dan populer sebagai kawasan permukiman para profesional yang bekerja di sektor keuangan itu. Saat itu polisi juga menahan Jutting, yang tercatat sebagai pemilik unit apartemen. Pria 29 tahun itu pernah bekerja di Bank of America Merrill Lynch.

Koresponden BBC di Hong Kong, Juliana Liu melaporkan 2 korban diduga warga Indonesia, yang akrab dipanggil Jesse Lorena dan Alice. Keduanya sosok terkenal di distrik hiburan Wan Chai. Seorang manajer bar, Robert van den Bosch, mengaku kenal kedua wanita itu lebih dari 4 tahun. Menurut dia, sekitar 2 lusin polisi mengunjungi bar-bar dan kelab malam Sabtu lalu untuk mencari identitas kedua korban.

Van den Bosch kenal dekat salah satu korban, Jesse. Ia juga mempertanyakan mengapa perempuan itu jadi korban pembunuhan sadis itu. "Dia memang 'gila' dan suka berkelahi, namun kenapa dia (yang jadi korban)? Setahuku dia seorang yang selalu gembira."

Media Hong Kong, South China Morning Post melaporkan, polisi juga menemukan sebungkus kokain dan sex toys atau mainan seks di apartemen Jutting. Mereka juga memeriksa ponsel milik pria bernama lengkap Rurik George Caton Jutting itu, dan menemukan sekitar 2 ribu foto dan video, di antaranya foto selfie Jutting bersama Jesse dan Alice.

Belakangan keduanya dipastikan Warga Negara Indonesia (WNI). Sosok Alice diketahui bernama asli Sumarti Ningsih yang diduga asal Cilacap dan Jesse Lorena bernama Seneng Mujiasih asal Muna, Sulawesi Tenggara. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong memastikan, Seneng Mujiasih alias Jesse Lorena, yang merupakan korban kedua yang diduga tewas dibunuh Jutting berasal dari Muna, Sulawesi Tenggara.

Kemenlu RI juga telah menghubungi keluarga dari kedua korban. Saat ini KJRI Hong Kong tengah mengupayakan untuk segera memulangkan jenazah kedua WNI tersebut ke Tanah Air. "KJRI Hong Kong akan memonitor proses hukum terkait kasus pembunuhan ini," ujar pejabat Konsul Muda Pensosbud KJRI Hong Kong, Sam Aryadi dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa 4 November 2014.

Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi. Ia berjanji, Konjen RI di Hong Kong akan mengawal aktif kasus pembunuhan 2 wanita tersebut. "Tim kami sudah komunikasi dengan otoritas setempat, terus berlanjut hingga persidangan ke depan Tim Komjen RI di Hongkong akan terus awal kasus ini. Sehingga tak ada satupun hak-hak WNI yang terkurangi," tandas Retno.

Pesawat di Depan Rumah

Tim dari Kemlu mengunjungi keluarga Sumarti Ningsih alias Alice, di Desa Gandrungmangu, Kecamatan Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah.

"Kedatangan kami ke sini untuk mendengar permintaan keluarga korban. Dari ayah dan ibu Sumarti Ningsih, mereka minta agar jasad anaknya dikembalikan dan pembunuhnya dihukum seberat-beratnya. Tentu saja, Kemenlu melalui KJRI di Hong Kong akan mengawal kasus ini," kata staf Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kemenlu Tumirin, Cilacap, Selasa 4 November 2014.

Dia memastikan, KJRI di Hong Kong akan mengawal proses hukum yang berlangsung di Hong Kong, sebagai bentuk perlindungan negara terhadap buruh migran di luar negeri. "Kami akan menindaklanjuti permintaan keluarga, terutama pemulangan jenazahnya. Namun, harus melalui proses, apalagi saat ini tengah dalam proses hukum," ujar Tumirin.

Ayah Sumarti, Ahmad Kaliman, mengungkapkan 2 permintaan utama. Yakni pembunuh anaknya dihukum mati dan jenazah putrinya segera dipulangkan ke Tanah Air. "Saya mohon bantuan Pemerintah Indonesia dan Hong Kong agar bisa membantu secepatnya memulangkan jenazah anak saya. Saya ingin jenazahnya dikubur di Cilacap," ujar pria berumur 58 tahun itu.

Perempuan berumur 23 itu berencana pulang ke Indonesia pada 2 November lalu. Tapi rencana itu tinggal kenangan karena nyawa Sumarti lebih dulu melayang di tangan Jutting. Ibu Sumarti, Suratmi menceritakan anaknya telah bekerja di Hong Kong sejak 2011.

Menurut ibu berumur 49 itu, pada 2013 Suratmi sempat pulang ke Indonesia tapi berangkat lagi ke Hong Kong. "Keberangkatan terakhir sepekan setelah Lebaran. Dia berangkat dengan visa turis. Sumarti Ningsih bekerja di restoran tiga bulan lalu," jelas Suratmi.

Sumarti terakhir menghubungi keluarganya pada 15 Oktober lalu. Dia memberikan kabar di Hong Kong bekerja di restoran. Bahkan, anaknya mengirimkan uang pada 22 Oktober 2014. "Dia mengirimkan kabar juga, jika berencana pulang ke Indonesia pada 2 November, karena visa habis. Namun ternyata setelah di-SMS tidak masuk dan malah ada kabar tersebut (kematian Sumarti)," ujar Suratmi.

Menurut Ahmad, Sumarti pergi ke Hong Kong melalui PT Arafah Bintang Perkasa pada 2011. Wanita berusia 23 tahun itu bekerja di Hon Kong selama 2 tahun 8 bulan. Pulang dari Hong Kong, ia tak lantas bekerja di Gandrungmangu, tapi memilih kursus disk jockey (DJ) di Yogyakarta. Selama 5 bulan kursus di Doperspinners mendapat sertifikat Basic DJ Mixing Course, dengan grade Good.

"Baru 1 bulan di rumah, dia pergi ke Hong Kong lagi, tapi kali ini pakai visa wisata --yang juga dikonfirmasi Kemenlu. Saya sudah larang, tapi dia pingin nyari uang dan ingin nabung untuk masa depan anaknya, maka kami silakan saja," ujar Ahmad.

Kabar kematian Sumarti pun membuat orangtuanya terguncang. Saat si pelaku Jutting digelandang ke pengadilan, Senin 3 November 2014, kabar duka itu datang. Petugas kepolisian datang ke rumah duka. "Saya terkejut sekali memang, dan saya diminta tabah. Dari agen bilangnya kalau anak saya meninggal sudah dibungkus," kata Ahmad. "Ini takdir."

Pria sepuh itu mengaku mendapat firasat. "Sabtu malam saya mimpi lihat pesawat di depan rumah, di jendela pesawat kok saya melihat anak saya itu. Mungkin itu pas kejadian anak saya meninggal," beber Ahmad. Kini, ia hanya berharap, jasad putrinya segera dipulangkan dan pelakunya dihukum mati.

Hingga kini belum diketahui pasti bagaimana kehidupan Sumarti dalam beberapa bulan terakhir di Hong Kong sebelum tewas. Namun ia diketahui sempat patah hati karena baru saja putus cinta berdasarkan status Facebook yang ia tulis pada Agustus 2014.

"Move on and must be sincere to end the two year relationship," tulis Sumarti di Facebook pada 16 Agustus 2014, yang dikutip Liputan6.com, Selasa 4 November 2014. "Broken heart girl jajajaja lets forget mr xxx lets find some to make we are happy," tulisnya lagi pada 17 Agustus.

Si Periang

Teman Jesse Lorena alias Seneng Mujiasih di Hong Kong, Robert van den Bosch mengungkapkan, beberapa jam sebelum wanita itu dibunuh, ia mengatakan ingin bersenang-senang di sebuah pesta Halloween. Hal itu dikatakan Jesse kepada Robert saat bertemu di kelab pada Sabtu 1 November malam, sekitar pukul 20.45 waktu setempat.

"Kata dia, ingin bersenang-senang di pesta Halloween," kata Robert van den Bosch, DJ asal Belanda, yang bekerja di sebuah kelab malam dan mengenal Mujiasih selama 4 tahun, yang dimuat The Telegraph, Selasa 4 November 2014.

"Itulah kata-kata terakhirnya yang masih terngiang-ngiang di kepalaku," imbuh Robert. Setelah itu, Mujiasih dilaporkan tewas dibunuh pada Minggu 2 November dini hari.

Van den Bosch mengaku terkejut mendengar kabar kematian Mujiasih. Dia tak menyangka hidup temannya itu berakhir tragis. Padahal kata pria asal Belanda itu, dia orang yang baik. "Dia orangnya sederhana, dan bukan pengguna narkoba. Tapi hidupnya harus berakhir seperti ini. Ini sungguh tragis. Dia orangnya periang dan perhatian."

Mujiasih diketahui telah bekerja di Hong Kong sekitar 8 tahun. Dia berasal dari Sulawesi. Awalnya wanita berusia 32 tahun itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan menetap di sebuah rumah kos yang letaknya tak jauh dengan tempat tinggal Jutting, si tersangka.

Van den Bosch menyayangkan pemberitaan media yang menyebut Mujiasih sebagai seorang pekerja seks komersial (PSK). Menurut dia, wanita itu punya cita-cita yang mulia. "Dia selalu mengirimkan uang ke Indonesia untuk membangun rumah di kampungnya."

"Dia punya mimpi besar, untuk hidup lebih baik di negara asalnya. Dia akan kembali ke Indonesia segera mungkin ketika uangnya sudah cukup," imbuh Van den Bosch.

Kawal Kasus

Keseriusan pemerintah Indonesia mengawal kasus pembunuhan 2 WNI nya hingga tuntas, selain telah ditegaskan Kemlu, juga ditegaskan dengan keterlibatan Polri yang mengirimkan  anggotanya ke Hong Kong guna menyelidiki kasus ini. Polri akan berkoordinasi dengan polisi Hong Kong

"Kita punya kerja sama baik dengan Hong Kong. Kita akan kirim interpol kita. Untuk upaya-upaya hukum, untuk beri perlindungan bagi warga negara yang jadi korban di sana," tutur Sutarman di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa 4 November 2014.

Tim Disaster Victim Investigation (DVI) Polri juga menyiapkan data antemortem 2 Sumarti dan Mujiasih. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Agus Rianto mengatakan, meski kasus ini kewenangan kepolisian Hong Kong, namun Polri terus melakukan koordinasi dan siap memberikan bantuan.

"Tim DVI terus berkoordinasi apabila diperlukan data antemortem," kata Agus di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 4 November 2014.

Ia menjelaskan, bila suatu saat data antemortem korban yang telah disiapkan tim DVI diperlukan otoritas setempat untuk penyelidikan, Polri segera memberikan. "Di sana sudah ada perwakilan kita, bekerja sama dengan Kemenlu, Tim DVI terus berkoordinasi dengan Menlu apabila diperlukan data antemortem," ungkap dia.

Sementara Kemlu menyatakan, proses rekonstruksi pembunuhan keji itu akan digelar Jumat 7 November besok di apartemen milik Jutting, J Residence, Wan Chai, Hong Kong. "Persidangannya sudah tahu, 7 (November) akan ada rekonstruksi peristiwanya, 10 (November) akan ada persidangan kedua," tutur Menlu Retno Marsudi di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa 4 November 2014.

‎Retno juga berjanji, Kemlu akan memantau kasus ini tiap tahapnya. Perkembangan akan selalu diberitahukan kepada pihak keluarga. "Kita update lagi. Kita akan seoptimal dan semaksimal mungkin proteksi kita pada semua WNI," ujar dia.

Namun terkait jenazah 2 WNI tersebut, Retno belum mengetahui proses pemulangannya, sebab pihaknya masih membahas hal tersebut. "Nanti kita update. Nah, itulah yang kita akan bahas, ini teman-teman tim saya sedang bergerak semua," tutur Retno.

Depresi

Hingga kini, belum diketahui motif pembunuhan sadis ini. Jutting si tersangka sebelumnya diketahui mengalami depresi karena pekerjaannya. Lulusan Cambridge University Inggris tersebut baru saja mengundurkan diri dari Bank of America di Hong Kong.

Menurut seorang mantan pacar, sebelum menjadi tersangka pembunuhan, Jutting sempat depresi hingga mencoba bunuh diri. "Dia mencoba bunuh diri karena sedang berada dalam tekanan di pekerjaannya. Dia depresi," kata mantan pacar yang enggan disebutkan namanya, seperti dimuat New York Daily News, Selasa 4 November 2014.

Jutting diketahui mengundurkan diri dari pekerjaannya di Bank of America beberapa pekan lalu. Sebelum mengajukan resign, ia sempat mengirim pesan melalui e-mail ke kantornya. "Aku keluar dari pekerjaanku. Bagi yang membutuhkan pertanyaan, silakan hubungi orang yang tidak psikopat," demikian bunyi surat tersebut.

Mantan pacar yang pernah menjalani hubungan selama 2 bulan tersebut mengaku dirinya sangat terkejut ketika mendengar kabar Jutting membunuh 2 WNI di Hong Kong.

"Dia itu orangnya baik, perfeksionis, dan keras. Setiap kali kita bertemu, dia kerap bercerita soal pekerjaannya yang membuat dia stres. Dia juga bilang punya masalah dalam hal keuangan," beber si mantan kekasih yang enggan menyebut namanya itu.

Jutting juga diketahui pernah menjadi murid di sekolah asrama eksklusif Winchester College sebelum mengambil jurusan sejarah dan hukum di Cambridge University. "Dia terlihat seperti pria normal meski pendiam. Secara akademis ia sangat berprestasi," kata seorang mantan kenalannya di Cambridge, seperti Liputan6.com kutip dari Bangkok Post, Senin 3 November 2014.

Teman sekelas juga mengatakan, Jutting adalah sosok yang atletis dan pernah menjadi anggota klub dayung yang eksklusif di Cambridge. Dalam posting terakhirnya di Facebook pekan lalu, Jutting sesumbar sedang melakukan 'perjalanan baru'.

Jutting disebut dekat dengan sejumlah wanita. Hal itu terlihat dari sejumlah foto yang terpampang di galeri akun Facebook pribadinya. Pada salah satu foto, Jutting terlihat mesra dengan 2 wanita sekaligus.

Menurut sejumlah kolega, Jutting juga sering menggelar pesta pora semalam suntuk. Namun, mereka terkejut bukan main saat pria itu didakwa dengan kasus pembunuhan yang cukup menggemparkan Hong Kong itu --wilayah administratif dengan kasus pembunuhan yang jarang terjadi.

Pada posting lain, Jutting memampang sebuah artikel bertajuk "Money DOES buy happiness", "Kebahagiaan bisa dibeli dengan uang." Posting yang dimuat pada 31 Oktober itu merupakan yang kali terakhir sebelum ia ditangkap polisi Hong Kong.

Jutting sebelumnya juga pernah memiliki kisah cinta yang jelas. Dia pernah dikhianati Sarah Butt yang waktu itu menjadi tunangannya pada 2010. Saat itu, keduanya berencana menikah. Tetapi di tengah jalan, hubungan Jutting dan Sarah berjalan tidak harmonis ketika Sarah pindah ke New York dan disebut telah berselingkuh.

"Dia (Rurik) ingin menikahinya dengan sungguh-sungguh. Tapi, kelihatannya ia (Jutting) tidak mampu menerima Sarah lagi yang sudah diketahui tidak setia. Akhirnya mereka putus," ujar seorang sumber tersebut seperti dikutip The Telegraph.

Di lain sisi, kota Hong Kong juga dihadapkan pada misteri pembunuhan pada 2003 lalu, saat ibu rumah tangga asal Amerika Serikat Nancy Kissel membunuh suaminya sendiri. Kebetulan Robert Kissel --korban pembunuhan pada tahun 2003-- juga bekerja di Bank of America Merrill Lynch, bekas kantor Jutting bekerja. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya