Liputan6.com, Jakarta - Salah satu media di Negeri Kanguru, Sydney Morning Herald beberapa hari lalu mengeluarkan pemberitaan mengejutkan. Dalam salah satu artikelnya koran tersebut menyebut pemerintah Indonesia telah memberlakukan moratorium hukuman mati dan hal itu disampaikan saat sidang dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.
Mengetahui adanya berita tersebut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi segera angkat bicara. Ia menegaskan pemberitaan yang diangkat tersebut salah.
"Di beberapa media Australia dan juga saya sudah menerima beberapa pertanyaan dari media di sini yang mengatakan apakah benar bahwa delegasi Indonesia pada sidang Dewan HAM di Jenewa menyampaikan bahwa moratorium dapat diberlakukan kembali," kata Retno di kantor Kemlu Jakarta, Jumat (6/2/2015).
"Semalam saya melakukan komunikasi per telepon dengan dubes kita di Jenewa. Diperoleh informasi bahwa apa yang dikutip oleh beberapa media Australia itu tidak benar," papar dia.
Menurut menlu Retno, kalimat yang disampaikan oleh delegasi Indonesia pada Sidang Dewan HAM di Jenewa adalah, "And if we have to reintroduce death penalty, it is simply because we dictated by the aggravated situation affecting our society as the result of those crimes."
Dalam bahasa Indonesia, kalimat itu berarti 'jika kita harus menerapkan kembali hukuman mati itu dikarenakan kita didikte oleh keadaan yang sangat sulit di tengah masyarakat sebagai akibat dari kejahatan tersebut'. Namun pada kenyataannya yang beredar malah menyimpang.
"Kalimat atau kutipan yangg beredar di beberapa media Australia salah, karena ada kesalahan pada press summary di kantor komisaris tinggi HAM," sambung dia.
"Kita memprotes (kantor komisaris HAM PBB) karena kita tidak pernah menyampaikan seperti itu, dan versi yang di-upload di website kantor komisaris tinggi HAM itu sudah direvisi. Sekali lagi saya tekankan sudah direvisi sesuai dengan apa yang disampaikan oleh delegasi Indonesia pada Sidang Komisi HAM di Jenewa," pungkas Retno. (Tnt/Mut)