Pemimpin Oposisi Tajikistan Diracun, Kemudian Ditembak di Jalan

Tajikistan menuduh Kuvatov dengan beberapa tuduhan kriminal dan memintanya untuk diekstradisi, namun Turki menolak.

oleh Anri Syaiful diperbarui 07 Mar 2015, 04:06 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2015, 04:06 WIB
Umarali Kuvatov
Pemimpin oposisi Tajikistan, Umarali Kuvatov. (BBC)

Liputan6.com, Istanbul - Pembunuhan pemimpin oposisi Tajikistan, Umarali Kuvatov, menggemparkan warga Istanbul, Turki. Kuvatov, yang hidup dalam pengasingan di Turki, ditembak di kepala pada Kamis 5 Maret 2015.

"Kuvatov ditembak mati oleh orang tak dikenal di Istanbul. Kami sedang menyelidiki pembunuhan ini," ujar pejabat Kepolisian Antiteror Turki, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (7/3/2015).

Kuvatov bersama kelompoknya yang bernama 24, melawan pemerintahan Presiden Emomali Rakhmon, dilarang di Turki sejak Oktober tahun silam. Tajikistan menuduh Kuvatov dengan beberapa tuduhan kriminal dan memintanya untuk diekstradisi, namun Turki menolak.

Hanya saja pejabat Turki sempat menahan Kuvatov pada Desember 2014 dengan tuduhan pelanggaran visa. Tapi tak berselang lama ia kembali dibebaskan.

Pembunuhan tersebut terjadi 2 hari setelah pengadilan Tajikistan mengganjar salah seorang anggota kelompok 24 dengan hukuman 17 tahun penjara akibat upaya kudeta dan menghina presiden.

Diracun, Kemudian Ditembak

Sejumlah media lokal melaporkan, Kuvatov sedang makan malam bersama keluarganya di lokasi penembakan. "Setelah makan ia merasa sakit dan jatuh ke jalan, kemudian ia ditembak," tutur salah satu saksi mata.

Pihak oposisi menjelaskan, istri Kuvatov sempat mengabarkan kerabat keluarga tentang pembunuhan tersebut, sebelum ia dan anaknya kehilangan kesadaran karena diracun.

Sementara, pihak Kepolisian Turki mengatakan Kuvatov mengembuskan napas terakhir sebelum pihak kepolisian sampai di tempat kejadian.

Kuvatov sebelumnya dikenal dekat dengan menantu Presiden Rakhmon dari tahun 2001 sampai 2012. Keduanya memasok bahan bakar untuk pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO di Afghanistan. Keduanya kemudian bertikai, sehingga memaksa Kuvatov menjadi oposisi dan meninggalkan negaranya. (Ans)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya