Liputan6.com, Kiev - Pada hari ini setahun lalu, salah satu referendum paling kontroversial dilaksanakan di Crimea. Pemungutan suara ini menentukan nasib wilayah semenanjung tersebut yang kala itu masih menjadi bagian dari Ukraina.
Hasilnya referendum pun sangat mengejutkan. Lebih dari 95 persen warga Crimea memilih berpisah dengan Ukraina dan bergabung bersama Rusia.
Dalam perhitungan suara, hanya sebanyak 3 persen warga Crimea yang menginginkan terus bersama Ukraina. Sementara sisanya memilih untuk abstain. Demikian dilansir dari Russian Today dan berbagai sumber lain, Senin (16/3/2015).
Hasil yang menggembirakan bagi pihak Negeri Beruang Merah segera diumumkan oleh oleh pemimpin Crimea yang pro-Rusia, Sergei Aksyonov. Sergei menyebut Crimea bergabung bersama Rusia langsung pada 17 Maret 2014.
Sekalipun tetap dilaksanakan dan telah diumumkan hasilnya, referendum tersebut tetap dikecam kalangan internasional serta negara-negara Barat. Mereka menyebut, pemungutan suara tersebut ilegal dan cara merupakan alibi Rusia yang ingin menganeksasi wilayah Crimea.
Presiden AS Barack Obama bahkan bersuara keras terkait hasil referendum. Dia menyebut pemungutan suara di Crimea ilegal dan negaranya siap memberi sanksi pada Rusia.
"Presiden Obama menjelaskan bahwa tindakan Rusia telah melanggar kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina. Untuk itu, bersama dengan Uni Eropa, Pemerintah AS siap untuk melakukan sanksi terhadap Rusia," sebut pernyataan resmi Gedung Putih.
Selain Obama, Otoritas Ukraina juga melakukan protes sama. Kedutaan Ukraina di Jakarta sampai membeberkan beberapa kecurangan saat referendum dilaksanakan.
Mereka mencatat ada 6 pelanggaran besar. Kecurangan itu adalah Pemalsuan hasil dan nomor peserta referendum, datangnya pemantau referendum dari kaum ultra nasionalis, penyangkal holocaust, neo-Stalin ke Crimea, di wilayah Alustha, jurnalis dari Al-Jazeera diusir dari tempat pemungutan suara, di beberapa kota di Crimea, tiga orang Pastur Katolik menghilang secara misterius, di Simeferopol sekelompok orang yang menyebut pasukan pembela diri menyerang palang merah serta melakukan penjarahan bahan bakar dan di Bilogorsk ditemukan mayat dari Tatar Nasional Crimea.
Walau terus diprotes, Rusia yang dipimpin Presiden Vladimir Putin tidak bergeming. Pada Selasa 18-3-2014, Putin menandatangani dekrit pengakuan kedaulatan Crimea.
Dekrit ini merupakan langkah awal sebelum Crimea betul-betul berintegrasi dengan Negara Federasi Rusia.
Di tanggal yang sama pada 2005, Israel resmi menyerahkan wilayah Yeriko pada Palestina. Langkah ini merupakan tindakan yang jarang dilakukan Israel karena negaranya kerap berseteru dengan Palestina. (Ger/Ans)
16-1-2014: Lewat Referendum Kontroversial, Crimea Gabung Rusia
Pemungutan suara ini menentukan nasib wilayah semenanjung tersebut yang kala itu masih menjadi bagian dari Ukraina.
diperbarui 16 Mar 2015, 06:00 WIBDiterbitkan 16 Mar 2015, 06:00 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Kasus Pesta Seks Swinger, Polisi Bidik Pesertanya
Sensasi Menyelam di Pulau Buton, Surga Bawah Laut Sulawesi Tenggara
Apa Itu Angin Santa Ana yang Buat Kebakaran di California?
Apakah Hukum Karma Berlaku dalam Ajaran Islam? Begini Jawaban Buya Yahya
Nia Ramadhani Mengaku Tak Bisa Suwir Ayam Goreng, Nama El Rumi Kok Ikut Disinggung?
Korlantas Minta Maaf Terkait Patwal Mobil RI 36 yang Arogan
Air Mancur Taman Taqwa Bone Bolango, Wisata Malam Religius dan Estetik
Jika Hidup Kembali, Inilah Amalan yang Ingin Orang Mati Lakukan Kata Syekh Ali Jaber
Isra Mikraj, Sejarah dan Keistimewaannya
Megawati Heran Ganjar Dibully Saat Tolak Israel
4 Fakta Menarik SWIM Robot Perenang di Lautan Luar Angkasa
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Sabtu 11 Januari 2025